Tata Cara dan Bacaan Niat Sholat Idul Adha Sendiri atau Berjamaah, Lengkap dengan Teks Khotbah
Tata cara dan bacaan niat Sholat Idul Adha berjamaah atau sendiri, lengkap dengan contoh teks khotbah.
Penulis: Daryono
Editor: Sri Juliati
Tahun ini kita menyambut Idul Adha dengan suka cita, banyak sekali peristiwa kelabu hadir sebelum datangnya hari besar ini.
Bahkan bisa dibilang tragedinya sangat memilukan. Banyak orang merasakan suasana kelabu ini, bahkan kita semua yang ada di Indonesia.
Kondisi wabah Covid-19 yang sampai hari ini belum juga mereda, jangan sampai membuat umat Islam kehilangan kendali akal sehatnya. Semua yang terjadi di dunia tentu atas rencana dan ketentuan Sang Maha Kuasa.
Karenanya umat Islam harus bijak dan senantiasa mengedepankan prasangka baik (husnudzan).
Tentunya takdir Allah Swt, ini tidak boleh serta merta menurunkan semangat spiritual kita sebagai umat Islam.
Kita harus meyakini, selalu ada hikmah besar yang terkandung dari setiap ketetapan yang diberikan oleh-Nya.
Apa boleh buat pelaksanaan ibadah haji, shalat Idul Adha dan kurban dilaksanakan di tengah pandemi Covid-19 yang sampai saat ini belum tanda-tanda akan segera mereda.
Ibadah pertama dan utama dalam Idul Adha adala pelaksanaan ibadah haji. Akibat Covid-19 yang mewabah di berbagai penjuru dunia.
Calon jemaah haji Indonesia tahun 2020 tidak diberangkatkan ke tanah suci Makkah. Hal ini dilakukan Pemerintah untuk menjaga keselamatan jiwa jamaah dari tertular/terpapar virus Corona.
Sehingga wajar kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah saat ini sejalan dengan fiqih Islam.
Pertimbangan paling utama adalah menjaga keselamatan jiwa (hifz nafs), menjaga keberlangsungan agama melalui rukhshah.
Demikian juga halnya Pemerintah Arab Saudi pun tidak mengizinkan jamaah dari luar negeri untuk menjalankan rukun Islam kelima ini.
Hanya warga Arab Saudi dan warga asing yang berada di Arab Saudi saja yang diperkenankan untuk melaksanakan ibadah haji, dengan pembatasan jumlah dan peraturan yang sangat ketat.
Bagi calon jamaah haji tahun 2020, keputusan ini tentu sangat berat untuk diterima.
Setelah sekian lama menunggu antrean kuota haji dengan berbagai macam usaha untuk melunasi ongkos naik haji, tapi giliran saatnya berangkat harus mengalami penundaan.
Tentu ada hikmah besar yang bisa diambil dari keputusan ini, yaitu kesabaran dan kepasrahan.
Pertama ujian kesabaran mari coba kita renungkan berfirman Allah dalam QS. Al-Anfal ayat 46:
وَاصْبِرُوْاۗ اِنَّ اللّٰهَ مَعَ الصّٰبِرِيْنَۚ
“Bersabarlah kalian, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar”.
Setiap orang yang sabar memiliki keuntungan tersendiri.
Keuntungan dari orang yang bersabar adalah memiliki harapan dan tidak putus asa karena gagal dalam urusannya.
Iman seseorangpun sangat kuat kaitannya dengan kesabaran. Kesabaran adalah sikap yang paling dibutuhkan dalam menjalankan ibadah haji.
Di dalamnya kesabaran juga bisa menjadi ukuran mabrur atau tidaknya haji yang dilaksanakan. Jadi ibadah haji merupakan ukuran ujian sabar atau tidaknya seseorang.
Seluruh rangkaian ibadah haji itu membutuhkan kesabaran mulai dari menabung, saat pendaftaran, masa tunggu keberangkatan berpuluh tahun menunggu, saat berangkat, sampai dengan pelaksanaan dan kembali ke kampung halaman.
Tanpa kesabaran, jamaah haji tidak akan mungkin mampu melewati rangkaian ibadah yang memerlukan kekuatan mental dan fisik seperti tawaf, sa'i, wukuf, dan melempar jumrah.
Ini memberikan hikmah kepada semua calon jamaah haji yang ditunda keberangkatannya, untuk semakin melatih kesabaran sebelum waktunya berangkat nanti.
Kesabaran dalam menerima penundaan ini nantinya akan menjadi wasilah kemabruran haji kelak.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahil Hamd, Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat Rahimakumullah.
Hikmah kedua tentang kepasrahan atau disebut dengan tawakkal. Allah Swt, selalu menyandingkan lafaz tawakal dengan orang-orang yang beriman.
Ini menjadi indikator jika tawakal adalah hal yang sangat diagungkan dan hanya untuk orang mukmin dan merupakan bagian dari hati yang akan membawa seseorang pada jalan kebahagiaan lahir dan batin, dunia dan akhirat.
Terkait dengan hal ini Allah Swt, pun telah memberikan panduan, jika kita memiliki tekad bulat dalam melaksanakan sesuatu, maka kita harus pasrah diri kepada-Nya.
Dalam QS. Ali Imran ayat 159 dinyatakan:
فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ
“Apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakal.”
Ditundanya pelaksanaan ibadah haji tahun ini, para calon jemaah haji harus yakin dan pasrah pada Allah karena ini juga merupakan ketetapan Allah.
Haji adalah ibadah yang harus diawali dengan kepasrahan karena harus pergi jauh meninggalkan orang-orang yang dicintai dan harus berjuang menyelesaikan rangkaian kewajiban dan rukun haji.
Kain ihram warna putih yang dipakai jemaah pun sudah menandai, para jamaah haji pasrah atas takdir Allah seperti mayit yang terbungkus kain kafan.
Dengan kepasrahan ini tentunya akan menjadikan para calon jamaah haji lebih tenang dalam beribadah.
Sehingga wajar ada yang menyebutnya sebagai puncak kepasrahan dalam sikap keberagamaan pada diri seseorang dalam rangkaian memenuhi perintah ajaran seperti yang diisyaratkan dalam rukun Islam yang lima.
Inilah, mungkin hikmah mengapa haji ditempatkan pada posisi rukun Islam yang kelima.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahil Hamd, Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat Rahimakumullah.
Ibadah kedua yang kita laksanakan tengah pademi Covid19 yaitu pelaksanaan shalat Id, Pemerintah melalui Kementerian Agama telah mengeluarkan ketentuan seputar perayaan Idul Adha 2020/1441H.
Aturan tentunya mengutamakan protokol kesehatan demi mencegah virus corona.
Tercantum dalam Surat Edaran Nomor 18 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Shalat Idul Adha dan Penyembelihan Hewan Kurban Tahun 1441 H/2020 M Menuju Masyarakat Produktif dan Aman Covid-19.
Aturan wajib diperhatikan terutama di daerah dengan jumlah kasus dan penularan Covid-19 masih tinggi.
Dalam edaran disebutkan, shalat Idul Adha bisa dilaksanakan di masjid, lapangan, atau ruangan dengan sebelumnya berkoordinasi dengan gugus tugas Covid-19.
Dengan menekankan pentingnya memperhatikan protokol kesehatan saat ibadah shalat Id, hal ini dilakukan sebagai langkah pencegahan penularan dan penyebaran Covid-19.
Meskpun masa pendemi Covid-19 pelaksanaan shalat Id, harus tetap akan mempererat tali silaturrahmi dengan sanak famili, tetangga, dan saudara muslim lainnya.
Silaturahmi harus tetap terjaga, baik bertemu langsung atau melalui media telekomunikasi seperti hand phone, media sosial dan sebagainya.
Sebab shalat Idul Adha dikerjakan secara berjamaah dan pelaksanaannya di masjid atau di tanah lapang.
Dengan begitu, dapat dipastikan akan berjumpa dengan umat Islam lainnya, sehingga bagi yang susah bertemu akibat kesibukan masing-masing dapat berjumpa dan berkumpul di tempat dan acara yang sama.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahil Hamd, Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat Rahimakumullah.
Ibadah ketiga yang kita lakukan di tengah pademi Covid19 yaitu ibadah qurban. Pandemi virus Corona memukul berbagai aspek kehidupan. Sektor perekonomian paling terdampak oleh wabah mematikan ini.
Di tengah wabah ini, ibadah kurban akan lebih bermakna dan terasa bagi masyarakat ekonomi lemah. Selama pandemi berbagai sektor tak terkecuali sektor ekonomi ikut terkena imbasnya.
Banyak masyarakat yang tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya karena harus kehilangan mata pencarian. Ibadah kurban bisa menjadi bukti kepekaan sosial masyarakat yang mampu secara ekonomi terhadap yang miskin.
Kurban semakin memberikan kesadaran kepada kita, harta yang kita miliki bukanlah mutlak milik kita. Harta dan materi di dunia hanya titipan dari Allah SWT, yang di dalamnya terdapat hak orang lain.
Kenikmatan yang kita rasakan tidak akan berkurang sedikit pun ketika harus berbagi dengan orang lain melalui pembelian hewan kurban.
Kita harus menyadari, sesungguhnya hakikat memberi adalah menerima.
Manusia tidak perlu khawatir karena nikmat Allah Swt, sangatlah banyak. Saking banyaknya kita tidak akan bisa menghitungnya, melalui firman-Nya dalam QS. An-Nahl ayat 18 mengingatkan kita:
وَاِنْ تَعُدُّوْا نِعْمَةَ اللّٰهِ لَا تُحْصُوْهَا ۗاِنَّ اللّٰهَ لَغَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
"Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Pengorbanan harta melalui hewan kurban, akan semakin mendekatkan kita dengan Allah Swt.
Hal ini selaras dengan makna kurban itu sendiri yakni berasal dari bahasa Arab qariba-yaqrabu-qurban wa qurbanan wa qirbanan, yang artinya dekat.
Sehingga kurban adalah mendekatkan diri kepada Allah, dengan mengerjakan sebagian perintah-Nya.
Dari hal ini kita bisa menarik dua hikmah dari ibadah kurban di masa pandemi Covid-19.
Pertama adalah hikmah vertikal, yakni semakin dekatnya kita kepada Allah Swt dan hikmah horizontal yakni kedekatan dengan sesama manusia dengan saling berbagi rezeki di tengah situasi sulit akibat pandemi Covid19 ini.
Kurban tidak hanya soal ibadah, berkurban mengandung manfaat ekonomi yang besar, terutama dalam masa pandemi seperti saat ini.
Oleh sebab itu, para dermawan untuk meluaskan pandangan terhadap ibadah kurban. Kurban, bukan hanya perihal ritual yang dikerjakan selama satu hari dalam setahun.
Tapi kurban memikirkan bagaimana hewan itu dibeli, bagaimana dia dikumpulkan, bagaimana nasib petani-petani dan peternak.
Ini akan menarik semua, dari mulai booth-booth-nya, menyediakan lahannya, kemudian menyewakan.
Ini salah satu cara kita menggerakkan ekonomi umat, dan ini yang diinginkan oleh agama.
Pantas al-Quran menunjukkan adanya anjuran supaya berkurban untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt, yaitu dengan menyembelih binatang ternak. Dalam QS. alKautsar ayat 1-3 dinyatakan:
اِنَّآ اَعْطَيْنٰكَ الْكَوْثَرَۗ
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ
اِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْاَبْتَرُ
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah, sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus.”
Ayat dalam surat tersebut menunjukan agar senantiasa beribadah hanya kepada Allah Swt. Berkurban sebagai tanda bersyukur atas nikmat yang telah dilimpahkan-Nya.
Sementara hadits Nabi Saw yang menjadi dasar hukum kurban di antaranya:
“Hai manusia, sesungguhnya atas tiap-tiap ahli rumah pada tiap-tiap tahun disunatkan berkurban." (HR. Abu Dawud)
Hadits tersebut menerangkan, berkurban itu bukanlah ditentukan untuk sekali saja melainkan disunatkan tiap-tiap tahun kalau ada kesanggupan untuk berkurban.
Dalam hadits yang lain Nabi Saw bersabda:
“Dari Abi Hurairah: Sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda: Barang siapa yang mempunyai kemampuan tetapi tidak berkurban, maka janganlah ia menghampiri tempat shalat kami.” (HR. Ahmad dan Ibn Majah)
Dalil-dalil nash tersebut di atas, menurut jumhur ulama bahwa hukum kurban hukumnya sunat muakad. Sangat wajarlah ibadah kurban merupakan salah satu amalan yang besar bagi umat Islam.
Dalam surat Al-Kautsar di atas, Allah akan memberikan nikmat yang luar biasa kepada hamba-Nya yang mau beribadah dengan ikhlas, dengan catatan mendirikan shalat, mau berkurban, dan tidak menyekutukan-Nya.
Ibadah kurban, merupakan bentuk ibadah ruhiyah yang memiliki aspek sosial yang sangat tinggi. Apabila ibadah-ibadah mahdhoh lainnya sulit diterjemahkan dalam kemanfaatan sosialnya, beda halnya dengan kurban.
Ditinjau dalam sudut pandang ekonomi Islam, kurban menjadi salah satu sarana distribusi di mana konsep distribusi dimasukkan di dalamnya unsur keadilan dan pemerataan.
Pemenuhan kebutuhan fakir dan miskin menjadi pokok utama pendistribusian daging hewan kurban, sedangkan kerabat dan si pekurban tetap diperhatikan.
Tingkat kepedulian antar sesama meningkat disebabkan interaksi sosial yang terjalin.
Prosesi penyembelihan, pengurusan, dan pembagian daging menjadi momen untuk saling berinteraksi sosial, dengan diakhiri pendistribusian kepada mereka yang berhak atas daging kurban tersebut.
Akhirnya dalam situasi seperti ini, kita diminta untuk memperbanyak sedekah, doa, istighfar, shalawat, zikir, dan bacaan al-Quran.
Kita semua berdoa semoga musibah ini segera berlalu dan situasi kembali normal dan lebih baik lagi.
Kita mengambil hikmah dari musibah ini, kita semakin dekat kepada Allah Swt, lebih banyak waktu bersama keluarga di rumah, lebih luang waktu berkomunikasi dengan orang terdekat, kolega, rekan, dan tetangga.
Demikian khotbah ini semoga bermamfaat untuk kita semua, mohon maaf atas segala kekhilafan dan kekuarangan serta terima kasih atas perhatiannya.
khotbah II
Ya Allah saat-saat yang syahdu ini, kami segenap hambahamba-Mu, berkumpul, bersimpuh di tempat yang suci yang penuh rakhmat, menyebut nama-Mu yang agung, berzikir, bermunajat kepadaMu dengan takbir, tahmid, dan tahlil.
Ya Allah, bersihkan hati dan jiwa ini dari hasad dan dengki, persatukan jiwa-jiwa ini dalam cinta karena-Mu dan dalam ketaatan kepada-Mu, jangan Engkau biarkan setan musuh-Mu menggerogoti persaudaraan kami.
Ya Rabbi, ampuni kami atas kehilafan dan dosa kami kepada anak-anak kami, suami, istri kami, belum mampu mendidik dan membahagiakan mereka.
Ya Rabb, karuniakan kami jasad yang terpelihara dari maksiat, terpelihara dari harta haram, makanan haram, perbuatan haram. Izinkan jasad ini pulang kelak, jasad yang bersih.
Ya Rabb, bukakan pintu hati kami agar selalu sadar bahwa hidup ini hanya mampir sejenak, hanya Engkau tahu kapan ajal menjemput kami, jadikan sisa umur menjadi jalan kebaikan bagi ibu bapak kami, jadikan kami menjadi anak yang shaleh yang dapat memuliakan ibu bapak kami.
(Tribunnews.com/Daryono/Sri Juliati)