Wujudkan Masa Depan Anak dengan Menjaga Kualitas Pendidikan
untuk mendapatkan pekerjaan yang diinginkan, menjaga kualitas pendidikan menjadi hal penting untuk dilakukan.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM - Semasa kecil, kita pasti sering mendapatkan pertanyaan terkait “Kalau sudah dewasa, mau jadi apa?”
Ketika mendapatkan pertanyaan tersebut, kita pasti menjawabnya dengan pekerjaan-pekerjaan yang umum, misalnya dokter, guru, arsitek, polisi, TNI, hingga presiden.
Menariknya, ketika sudah berusia dewasa, pertanyaan tersebut justru sering kita lontarkan kepada generasi usia pelajar.
Baca: Di Masa Pandemi Covid-19, Sekolah SPK Sudah Terbiasa Adopsi Pembelajaran Daring
Menanyakan hal tersebut memang tidak ada salahnya, sebab secara tidak langsung dapat membantu anak agar termotifasi untuk mendapatkan pekerjaan yang diinginkan di masa mendatang.
Namun, untuk mendapatkan pekerjaan yang diinginkan, menjaga kualitas pendidikan menjadi hal penting untuk dilakukan.
Pasalnya, pendidikan berkualitas bisa mengantarkan seseorang untuk mendapatkan pekerjaan yang diinginkan. Dampak besarnya, sektor pendidikan bisa membawa keberhasilan pembangunan ekonomi dan kesejahteraan suatu bangsa.
Melihat peran yang begitu penting, oleh sebab itu kualitas pendidikan harus tetap dijaga meskipun di masa pandemi seperti saat ini.
Menurut Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Guru Indonesia Muhammad Ramli Rahim, apabila kualitas pendidikan tidak dijaga di masa pandemi akan berdampak buruk bagi anak.
Ia menambahkan, ada berbagai macam faktor yang menyebabkan kualitas pendidikan bisa turun. Salah satunya karena ada guru yang tidak memahami bagaimana menerapkan pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang menyenangkan, berkualitas, dan mudah dipahami oleh peserta didik.
"Ternyata sangat sulit melakukan pembelajaran jarak jauh. Saya tidak bisa lagi hanya memberi tugas seperti biasanya karena diprotes orangtua," curhat seorang guru dalam "Panduan Pembelajaran Jarak Jauh" yang dirilis Sekolah Lawan Corona.
Sementara Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listiarty, mengatakan, meski secara umum Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dalam kondisi darurat Covid-19 berjalan dengan baik, tetapi mempunyai banyak kendala. Salah satunya dari aspek standar proses pembelajaran.
"Di antaranya kemampuan guru dalam mengelola PJJ, metode pembelajaran yang digunakan, keterbatasan kepemilikan media gawai pintar/laptop/komputer, dan keterbatasan akses terhadap internet termasuk kuota. Sehingga PJJ menjadi kurang bermakna dalam proses pembelajarannya," kata Retno
Mengerti bahwa menyiapkan materi PJJ terbaik butuh kerja sama dari berbagai pihak, Sekolah Lawan Corona yang merupakan Kolaborasi antara Kampus Guru Cikal, Semua Murid Semua Guru, Guru Belajar, Keluarga Kita serta Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan memberikan solusi bagi para guru. Solusi tersebut berupa Panduan Pembelajaran Jarak Jauh bagi guru di situasi wabah Virus Corona dengan Cara Pembelajaran 5M.
"Pelajari dan diskusikan Panduan Pembelajaran Jarak Jauh ala #SekolahLawanCorona #KerjaBarenganLawanCorona yang telah dibuktikan berhasil oleh @KampusGuruCikal dan @guru_belajar," kata Ketua Kampus Guru Cikal Bukik Setiawan.
Secara garis besar, pedoman ini memiliki dua tujuan utama. Pertama, mendorong kolaborasi orangtua, guru dan murid untuk berdaya belajar dalam menghadapi situasi darurat akibat wabah virus Corona. Kedua, memastikan anak mendapatkan personalisasi pengalaman belajar yang bermakna, menantang dan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan anak.
Solusi dari Kemendikbud
Sementara itu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) meminta agar setiap guru mengadopsi sistem pembelajaran guru penggerak ala Sekolah Satuan Pendidikan Kerja sama (SPK).
Kemendikbud mengatakan, satuan pendidikan yang terdapat di SPK memiliki formulasi untuk memberikan pembelajaran jarak jauh yang baik di masa pandemi seperti saat ini.
Sebagai contohnya, salah satu sekolah SPK yang terinspirasi program guru penggerak Kemendikbud adalah SD Mutiara Harapan Islamic School yang mengadopsi kurikulum dari Cambridge School. Para guru penggerak yang terdapat di sekolah tersebut diharapkan menjadi contoh bagi guru-guru yang lain dalam pembelajaran jarak jauh berbasis daring.
"Kita juga punya guru penggerak namanya, seperti nasional yang sedang digaungkan. Di sini guru-guru penggerak khusus di dalam kita. Guru penggerak harus menjadi terdepan yang menjadi contoh untuk guru yang lain dalam bidang digitalisasi pendidikan," ujar Kepala Sekolah SD Mutiara Harapan Islamic School Jamaluddin.
Jamaluddin menjelaskan, dalam pembelajaran jarak jauh, sekolah tersebut begitu memaksimalkan perangkat daring, seperti Google Classroom, G-Meet, hingga Zoom.
Selain itu, lima guru penggerak yang terdapat di sekolah tersebut juga memanfaatkan media sosial untuk memberikan pengaruh positif kepada guru lainnya.
"Media sosial itu suatu yang mereka sudah bisa dimaksimalkan lagi bukan hanya untuk posting status. Pengaruhnya itu memang mereka itu lebih kepada menunjukkan ke yang lain," kata Jamaluddin.
Jamaluddin mengatakan sistem guru penggerak ini memberikan manfaat yang signifikan kepada siswa kelas 4, 5, dan 6. Para siswa di level ini lebih mandiri dalam pembelajaran dan mengaplikasikan praktik terbaik atau best practice.
Sementara untuk kelas 1, 2, dan 3, terdapat tantangan dalam mengatur kelas saat pembelajaran jarak jauh.
Agar perserta didik dapat menerima ilmu yang diberikan dari pembelajaran daring, pihak SD Mutiara harapan Islamic School selalu melakukan evaluasi terhadap guru yang memberikan pembelajaran berbasis daring.
Evaluasi dilakukan dengan cara merekam proses pembelajaran daring yang dilakukan oleh setiap guru. Langkah itu dilakukan agar dapat meningkatkan kualitas pembelajaran jarak jauh.
"Nanti rekamannya itu yang saya pilih yang terbaik di akhir pekan. Biasanya di hari Jumat saya pilih, saya apresiasi guru tersebut dan refleksinya untuk pembelajaran guru-guru yang lain," tutup Jamaluddin.
Terpisah, Sekretaris Jenderal (Sesjen) Kemendikbud, Ainun Na'im dalam Bincang Sore Kemendikbud secara virtual, di Jakarta, pada Selasa (28/07/2020), menegaskan kembali pentingnya kesehatan dan keselamatan peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan di masa pandemi COVID-19.
"Kami memahami sudah banyak pihak yang ingin kembali belajar tatap muka di sekolah, tetapi kita juga harus memastikan hal tersebut dilaksanakan secara hati-hati dan terkendali. Mohon bersabar dan mengutamakan kesehatan dan keselamatan warga pendidikan," kata Ainun.
Berdasarkan data pemantauan internal Kemendikbud (per 27 Juli 2020), sebanyak 79 kabupaten/kota masih belum melaksanakan pembelajaran sesuai dengan panduan dalam keputusan bersama empat menteri.
Sebanyak 18 kabupaten/kota berada di zona hijau, 39 kabupaten/kota berada di zona kuning, 20 kabupaten/kota berada di zona oranye, dan 2 kabupaten/kota berada di zona merah.
Pada zona hijau, Ainun menjelaskan sebagian besar bentuk pelanggaran yang terjadi adalah tidak melaksanakan protokol kesehatan seperti penggunaan masker dan jaga jarak saat masuk sekolah sedangkan di zona kuning, oranye dan merah bentuk pelanggarannya adalah melaksanakan pembelajaran tatap muka di sekolah.
“Oleh karena itu kami instruksikan agar pembelajaran di daerah tersebut harus segera menyesuaikan dengan SKB 4 Menteri ini,” ujar Ainun Na’im.
Sementara itu, Dirjen Bina Pembangunan Daerah (Bangda), Kementerian Dalam Negeri, Hari Nur Cahya Murni meminta kepada 79 kota/kabupaten untuk segera menyelaraskan proses belajar mengajar dengan ketentuan yang berlaku. "Arahan kita mendorong kepala daerah untuk melaksanakan kewajiban sesuai kewenangannya dalam menjalankan pedidikan yang aman di masa pandemi COVID-19," pesannya.
Murni mengapresiasi 418 kabupaten/kota yang telah melaksanakan pembelajaran di daerahnya sesuai dengan keputusan bersama empat menteri. "Kami sangat mengapresiasi 418 kota/kabupaten di Indonesia. Saya kira cukup efektif dan terbukti bahwa Pemerintah Daerah Gubernur, Bupati, dan Walikota berkonsentrasi menangani penanganan COVID-19 termasuk proses belajar agar berjalan dengan baik,” tuturnya.
Ia mengatakan tahapan keputusan pembelajaran tatap muka harus berdasarkan status zona risiko COVID-19 pada suatu wilayah. "Ini yang menetapkan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Pusat, tingkatannya per Kabupaten/Kota, bukan Kecamatan bahkan Kelurahan/Desa," jelas Dirjen Bangda.
Agar pendidikan tetap berjalan dengan aman di masa pandemi COVID-19, Murni memastikan akan ada sinkronisasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah dalam perencanaan, impelementasi, monitoring, dan evaluasi khususnya di bidang pendidikan. “Mudah-mudahan dengan evaluasi ini, Pemerintah Daerah yang masih ada di zona kuning, oranye dan merah tidak memaksaksan diri membuka sekolah secara tatap muka,” harapnya.
Sesjen Ainun mengingatkan kembali pentingnya sekolah untuk menerapkan protokol kesehatan dalam Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri. Berdasarkan pemantauan selama dua minggu berjalannya tahun ajaran baru, sebagian besar pemerintah daerah telah melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan keputusan Pemerintah.
Adapun tahapan pelaksanaan pembelajaran tatap muka di sekolah pada zona hijau dilakukan bertahap dimulai dengan jenjang SMA/sederajat dan SMP/sederajat. Kemudian pada tahap kedua, paling cepat dua bulan (paling cepat September 2020) setelah tahap pertama, untuk SD/sederajat dapat melaksanakan pembelajaran tatap muka.
Selanjutnya, paling cepat dua bulan setelah tahap kedua (paling cepat November 2020), Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dapat melaksanakan pembelajaran tatap muka kembali. Evaluasi tersebut akan mempertimbangkan data kesehatan dan data pendidikan, masukan para ahli dan praktisi, serta masukan para orang tua, peserta didik, dan para pemangku kepentingan pendidikan lainnya.
"Urutan tahap dimulainya pembelajaran tatap muka dilaksanakan berdasarkan pertimbangan kemampuan peserta didik menerapkan protokol kesehatan," tegas Sesjen Kemendikbud.
Terkait pembukaan sekolah di luar zona hijau, Ainun menjelaskan saat ini Kemendikbud bersama Kementerian lain sedang mengevaluasi bagaimana zona di luar zona hijau dapat menyelenggarakan pembelajaran tatap muka.
“Tentunya kita tetap memprioritaskan kesehatan dan keselamatan, namun kita harus menjaga proses belajar yang aman dengan protokol kesehatan yang lebih ketat supaya risiko penularan COVID-19 bisa diperkecil,” ujarnya.