Berharap Perma Bui Seumur Hidup untuk Koruptor Hanya Jadi Petunjuk Teknis Hakim
Namun dalam perspektif peraturan perundangan, Perma itu telah mengatur yang seharusnya diatur dalam KUHP.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Johnson Simanjuntak
![Berharap Perma Bui Seumur Hidup untuk Koruptor Hanya Jadi Petunjuk Teknis Hakim](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/nasir-djamil-di-kompleks-parlemen-812.jpg)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) telah menerbitkan Peraturan MA Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Peberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam Perma tersebut disebutkan bahwa pelaku tindak pidana korupsi atau koruptor dapat dipidana seumur hidup bila merugikan negara lebih dari Rp100 miliar.
Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PKS Nasir Djamil berharap Perma tersebut hanya menjadi petunjuk teknis bagi hakim nantinya.
"Hakim itu kan mandiri. Karenanya kami berharap Perma itu hanya sebagai petunjuk teknis bagi hakim," ujar Nasir, ketika dihubungi Tribunnews.com, Senin (3/8/2020).
Baca: Perma Bui Seumur Hidup bagi Koruptor, Politikus Demokrat Minta MA Jaga Independensi Hakim
Artinya, kata Nasir, hakim harus menangkap semangat pemberantasan korupsi dari Perma tersebut.
Namun dalam perspektif peraturan perundangan, Perma itu telah mengatur yang seharusnya diatur dalam KUHP.
Oleh karenanya, Nasir menilai tidak seharusnya hakim dapat didikte atau diarahkan dalam menjatuhkan hukuman bagi koruptor.
Hakim bagi Nasir harus memiliki independensi dalam menjatuhkan vonis kepada pelaku tindak pidana korupsi.
"Sejatinya hakim itu tidak bisa didikte dalam menjatuhkan hukuman. Semangat untuk memberikan hukuman kepada koruptor patu diapresiasi, tapi masalah korupsi tidak mudah membuktikannya. Karena itu panduan tersebut membuat hakim tidak independen dan bebas dalam menjatuhkan vonis," kata dia.
Selain itu, politikus PKS tersebut menyarankan agar diadakan konsultasi antar pimpinan lembaga negara yang pengaturannya diatur konstitusi.
Tujuannya, lanjut Nasir, agar apa yang dihasilkan oleh lembaga negara sinkrilon dengan cita-cita negara dan tidak menimbulkan multi tafsir yang justru berpotensi menimbulkan polemik.
"Saya menyarankan agar dihidupkan kembali pertemuan konsultasi antarpimpinan lembaga negara yang pengaturannya diatur konstitusi. Agar apapun yang dibuat oleh masing-masing lembaga negara itu bisa sinkron dengan cita-cita negara hukum dan tidak menimbulkan multi tafsir," pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, korupsi merupakan kasus yang masih terus terjadi di Indonesia. Hingga kini masih banyak bermunculan kasus korupsi yang terendus Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Terkait kejahatan ini, Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan Peraturan MA Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Peberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.