Jadi Sorotan Lagi setelah Djoko Tjandra Ditangkap, Siapa Sjamsul Nursalim?
Sjamsul Nursalim kembali menjadi sorotan setelah Djoko Tjandra ditangkap. Ia adalah buron kasus korupsi yang merugikan negara hingga Rp 4,58 triliun.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Sjamsul Nursalim, buron kasus korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI), kembali menjadi sorotan.
Pascatertangkapnya Djoko Tjandra, narapidana kasus hak tagih (cessie) Bank Bali, Indonesia Police Watch (IPW) mengatakan kerja sama police to police antarnegara perlu ditingkatkan Indonesia.
Ketua Presidium IPW, Neta S Pane, mengatakan saat ini masih banyak buron kasus korupsi yang bersembunyi di luar negeri.
Termasuk satu diantaranya adalah Sjamsul Nursalim dan sang istri, Itjih Nursalim.
Dilansir Tribunnews, Neta mengatakan Sjamsul dan istrinya diduga tengah bersembunyi di Shanghai, China.
Baca: POPULER NASIONAL Harta Kekayaan Jaksa Pinangki | Rekam Jejak Sjamsul Nursalim Buron SKL BLBI
Baca: Otto Hasibuan Pertanyakan Dasar Penahanan Djoko Tjandra, Pertimbangkan Opsi Praperadilan
"Kerjasama internasional pascatertangkap Djoko Tjandra perlu dilanjutkan, sehingga Polri bisa segera menangkap buronan lainnya."
"Seperti bos Gajah Tunggal Syamsul Nursalim dan Itji Nursalim yang saat ini diduga bersembunyi di Shanghai, China," ujar Neta dalam keterangannya, Minggu (2/8/2020).
Lebih lanjut, Neta menyebutkan kerjasama Malaysia dan Indonesia terkait kasus Djoko Tjandra, bisa dicontoh Polri untuk ke depannya.
Terutama untuk NCB Interpol Polri dalam melakukan lobi ke negara-negara lain di mana terdapat buron kasus korupsi bersembunyi.
"Kerja sama yang ditunjukkan pihak Malaysia dengan Indonesia ini patut dicontoh Polri ke depan."
"Khususnya NCB Interpol Polri dalam melakukan lobi ke negara-negara lain yang terdapat buronan koruptor bersembunyi di sana, mengingat masih ada 38 buronan NCB Interpol Polri di luar negeri," beber Neta.
Di Wikipedia, nama Sjamsul Nursalim tertera sebagai pendiri PT Gajah Tunggal Tbk.
Meski begitu, berdasarkan penelusuran Tribunnews, nama Sjamsul tak lagi ada di jajaran direksi.
Mengutip situs resmi PT Gajah Tunggal, pabrik ini berdiri pada 1951 dan memulai produksi bannya dengan memproduksi ban sepeda.
Setelahnya, PT Gajah Tunggal tumbuh menjadi produsen ban terintegrasi terbesar di Asia tenggara.
Baca: Djoko Tjandra Warga Papua Nugini, Pindah ke Malaysia Hingga Dapat Izin Tinggal Tetap di Negeri Jiran
Baca: Punya Harta Rp 6,8 Miliar, Berapa Gaji Pinangki sebagai Jaksa yang Terlibat Kasus Djoko Tjandra?
Dilansir Forbes, Sjamsul Arifin masuk dalam daftar 50 orang terkaya di Indonesia pada 2019.
Forbes mencatat Sjamsul menempati urutan ke-33 dengan total kekayaan mencapai 990 juta dolar Amerika atau sekitar Rp 14,5 triliun.
Lebih lanjut, Forbes menuliskan Sjamsul Nursalim sebagai pemilik saham di Mitra Adiperkasa Iperkasa, yang mengoperasikan Zara, Topshop, Steve Madden, dan merek-merek lainnya di Indonesia.
Perusahaan miliknya, PT Gajah Tunggal, mensuplai 30% kebutuhan ban di pasar Afrika, Asia Tenggara, dan Timur Tengah.
Sjamsul Nursalim dan Istri Jadi DPO sejak 2019
Pada September 2019, KPK memasukkan nama Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
"KPK mengirimkan surat pada Kepala Kepolisian Republik Indonesia, u.p. (untuk perhatian) Kabareskrim Polri perihal DPO tersebut."
"KPK meminta bantuan Polri untuk melakukan pencarian tersangka SJN dan ITN," terang Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, Senin (30/9/2020), dikutip dari Kompas.com.
Dimasukkannya Sjamsul dan Itjih dalam DPO, karena keduanya mangkir sebanyak dua kali saat dipanggil KPK pada 28 Juni dan 19 Juli 2019.
Saat itu, KPK telah mengirim surat panggilan untuk Sjamsul Nursalim dan Itjih ke lima alamat di Indonesia dan Singapura.
Baca: NasDem Desak Kepolisian Usut Oknum Imigrasi yang Bantu Djoko Tjandra
Baca: Mahfud MD Jawab Tudingan yang Sebut Pemerintah Cuma Bersandiwara Tangkap Djoko Tjandra
Namun, surat tersebut tak mendapat jawaban.
"Selain mengantarkan surat panggilan pemeriksaan tersebut, KPK juga meminta Kedutaan Besar Republik Indonesia mengumumkannya di papan pengumuman kantor KBRI Singapura," ujar dia.
Kronologi Kasus BLBI
Menurut Wakil Ketua KPK periode 2015-2019, Basaria Panjaitan, hal ini bermula saat Syafrudin selaku Kepala Badan Penyehatan Perbankan Indonesia (BPPN) mengusulkan untuk disetujui Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) pada 2002.
Lantas setelahnya terjadi perubahan proses litigasi terhadap kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh obligor sebesar Rp 4,8 triliun.
Hal tersebut berdampak pada restrukturisasi aset Sjamsul Nursalim sebesar Rp 1,1 triliun.
Sedangkan, Rp 3,7 triliun tidak dilakukan pembahasan dalam proses itu.
"Sehingga, seharusnya masih ada kewajiban obligor setidaknya Rp 3,7 triliun yang masih belum ditagihkan," terang Basaria, dilansir Kompas.com.
Meski terjadi kekurangan tagihan, Syafrudin pada April 2004 mengeluarkan Surat Keterangan Lunas (SKL) untuk Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) atas semua kewajibannya terhadap BPPN.
Dikutip dari Kompas.com, SKL tersebut mengacu pada Inpres Nomor 8 Tahun 2002 yang dikeluarkan pada 30 Desember 2002 oleh Megawati Soekarnoputri, yang ketika itu menjabat Presiden RI.
Baca: Kompolnas Optimistis Polri Bongkar Aliran Dana Hingga Oknum yang Ikut Lindungi Djoko Tjandra
Baca: Polri Masih Atur Jadwal Pemeriksaan Perdana Djoko Tjandra
Berdasarkan audit yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kerugian negara akibat kasus ini mencapai Rp 4,58 triliun.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Igman Ibrahim, Kompas.com/Ardito Ramadhan/Christoforus Ristianto/Abba Gabrillin/Ahmad Naufal Dzulfaroh)