Anggota Komisi X DPR: Tinjau Ulang Keputusan Pembukaan Sekolah di Zona Kuning
Pembukaan sekolah di zona kuning merupakan langkah yang tidak tepat di saat kasus Covid-19 masih meningkat dan belum memperlihatkan tanda pelandaian
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Bramantyo Suwondo, berharap kebijakan pembukaan sekolah di zona kuning dipikirkan kembali karena beresiko menambah kasus penularan Covid-19.
Pada Jumat, 7 Agustus 2020, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengumumkan bahwa sekolah di zona hijau dan kuning diperbolehkan melaksanakan pembelajaran tatap muka.
Kebijakan ini berdasarkan revisi surat keputusan bersama (SKB) empat menteri yakni Mendikbud, Menteri Agama (Menag), Menteri Dalam Negeri (Mendagri), dan Menteri Kesehatan (Menkes).
Anggota DPR muda yang akrab disapa Mas Bram ini mengatakan, diizinkannya pembukaan sekolah di zona kuning merupakan langkah yang tidak tepat di saat kasus Covid-19 masih meningkat dan belum memperlihatkan tanda pelandaian.
Baca: Mendikbud Nadiem Makarim: Evaluasi Pembelajaran Tatap Muka Tanggung Jawab Pemerintah Daerah
“Pemerintah seharusnya fokus dalam mengendalikan penyebaran Covid-19 terlebih dahulu, agar situasi aman dapat tercapai dan kegiatan belajar mengajar (KBM) tatap muka bisa kembali dilakukan. Perkantoran yang diharapkan bisa menjalankan protokol kesehatan dengan disiplin saja justru melahirkan klaster baru. Bagaimana dengan sekolah? Keputusan ini sangat berisiko. Harusnya, pemerintah bekerja lebih cepat dan tepat agar jumlah zona hijau semakin banyak, bukannya justru memaksakan relaksasi pembukaan sekolah di zona kuning,” ungkap Mas Bram kepada pers, Sabtu (8/8/2020).
Menurut data dari Satgas Penanganan Covid-19, proporsi anak Indonesia usia 6-18 tahun yang menderita Covid-19 sebanyak 6,8 persen, dengan tingkat kematian 1,1 persen. Secara global, baru-baru ini WHO mengumumkan proporsi orang berusia 15-24 yang menderita Covid-19 naik dari 4,5 persen pada Februari menjadi 15 persen pada Juli 2020.
Ketua Satgas Covid-1 19 IDAI bahkan mengatakan bahwa ada 8000-an anak yang terkonfirmasi positif Covid-19, dengan mayoritas tertular dari orang dewasa di sekitarnya2. Artinya, anak-anak usia sekolah pun sangat rentan tertular Covid-19.
Bramantyo menyayangkan revisi SKB 4 Menteri dilaksanakan tanpa evaluasi yang jelas terhadap sekolah di zona hijau yang telah menjalankan KBM tatap muka terlebih dahulu.
Baca: Manfaat Kacang Mete untuk Kesehatan, di Antaranya Bantuan dalam Pengelolaan Berat Badan
Nyatanya, di zona hijau pun KBM tatap muka masih berkendala dan berisiko tinggi.
Di Kalimantan Barat, KBM tatap muka akhirnya ditunda karena tiga orang guru dinyatakan positif Covid-193.
Di Sumatera Barat, seorang guru dan operator sekolah diketahui positif setelah sekolah terlanjur dibuka, akibatnya sekolah pun ditutup kembali. Di Bengkulu, 17 orang anak menderita Covid-19 karena tertular dari orang tua dan teman, sehingga sekolah diliburkan5. Zona hijau di Bengkulu yang membuka sekolah pada 20 Juli 2020 pun berubah menjadi zona merah hanya dalam dua pekan6.
Bramantyo mengungkapkan pengumuman revisi SKB 4 Menteri kemarin meninggalkan banyak kejanggalan dan pertanyaan.
“Contohnya, jarak tempuh dan transportasi siswa serta guru dari rumah ke sekolah tidak diatur. Apakah yang tinggal di zona merah atau oranye tetap boleh masuk ke sekolah di zona kuning? Apakah boleh naik kendaraan umum? Apakah akan dilaksanakan tes massal sebelum sekolah dibuka? Zonasi Covid-19 ini bersifat sangat dinamis dan selama tidak ada pembatasan mobilitas, risiko penyebaran akan terus meningkat. Jumlah zona kuning dan hijau dalam paparan Mendikbud dan Ketua BNPB pada konferensi kemarin saja berbeda. Seharusnya pemerintah mengevaluasi sekolah di zona hijau terlebih dahulu, kemudian mengidentifikasi kendala dan praktik baiknya, sebelum memutuskan relaksasi ini,” ujar Bramantyo.
Baca: Demokrat: SBY Pernah Bawa Ekonomi Indonesia Meroket, PDIP: Tidak Apple to Apple, Kondisi Beda