Sekolah Zona Hijau dan Kuning Bisa Tatap Muka, Mendikbud: Syaratnya Wali Murid Setuju
Nadiem Makarim menyampaikan ada sejumlah tahapan persetujuan yang harus disepakati bersama sebelum sekolah melaksanakan pembelajaran tatap muka.
Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Meski berada di daerah zona hijau dan kuning, sekolah tidak bisa serta merta membuka sekolah tatap muka.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim menyampaikan ada sejumlah tahapan persetujuan yang harus disepakati bersama.
Nadiem menyampaikan hal tersebut kepada Tim Komunikasi Komite Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan Pemulihan Ekonomi Nasional, Sabtu (8/8/2020).
“Walaupun berada di zona hijau dan kuning, satuan pendidikan tidak dapat melakukan pembelajaran tatap muka tanpa adanya persetujuan dari pemerintah daerah/dinas pendidikan dan kebudayaan, kepala sekolah, dan adanya persetujuan orangtua/wali siswa yang tergabung dalam komite sekolah,” ucap Nadiem dilansir Setkab.go.id.
Baca: 6 Syarat yang Harus Dimiliki Sekolah di Zona Kuning sebelum Gelar Belajar Tatap Muka
Walaupun kemudian sekolah sudah melakukan pembelajaran tatap muka, Nadiem sampaikan persyaratan terakhir yang harus dipenuhi adalah adanya persetujuan dari orangtua atau wali peserta didik.
“Jika orangtua atau wali siswa tidak setuju maka peserta didik tetap belajar dari rumah dan tidak dapat dipaksa,” kata Nadiem.
Lebih lanjut, Nadiem menyampaikan bahwa pembelajaran tatap muka akan dilakukan secara bertahap dengan syarat 30-50% dari standar peserta didik per kelas.
“Untuk SD, SMP, SMA dan SMK dengan standar awal 28-36 peserta didik per kelas menjadi 18 peserta didik."
"Untuk Sekolah Luar Biasa, yang awalnya 5-8 peserta didik menjadi 5 peserta didik per kelas. Untuk PAUD dari standar awal 15 peserta didik per kelas menjadi 5 peserta didik per kelas,” tutur Nadiem.
Baca: Daftar 163 Kabupaten/Kota Zona Kuning yang Diperbolehkan Belajar secara Tatap Muka di Sekolah
Begitu pula jumlah hari dan jam belajar akan dikurangi.
Yakni dengan sistem pergiliran rombongan belajar (shift) yang ditentukan oleh masing-masing satuan pendidikan sesuai dengan situasi dan kebutuhan.
Namun jika satuan pendidikan terindikasi dalam kondisi tidak aman atau tingkat risiko daerah berubah, Nadiem tegaskan maka pemerintah daerah wajib menutup kembali satuan pendidikan.
“Implementasi dan evaluasi pembelajaran tatap muka adalah tanggung jawab pemerintah daerah yang didukung oleh pemerintah pusat."
"Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan Provinsi atau Kabupaten/Kota, bersama dengan Kepala Satuan Pendidikan wajib berkoordinasi terus dengan satuan tugas percepatan penanganan Covid-19 guna memantau tingkat risiko Covid-19 di daerah,” ujar Nadiem.