Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Dinilai Jadi Penyakit Utama Investasi, Pemerintah Diminta Tingkatkan Upaya Pemberantasan Korupsi

Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Bidang Industri dan Pembangunan Mulyanto, menegaskan hambatan utama pengembangan investasi adalah korupsi dan birokrasi

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Anita K Wardhani
zoom-in Dinilai Jadi Penyakit Utama Investasi, Pemerintah Diminta Tingkatkan Upaya Pemberantasan Korupsi
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Ilustrasi korupsi 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Bidang Industri dan Pembangunan Mulyanto, menegaskan hambatan utama pengembangan investasi adalah korupsi dan birokrasi pemerintah yang tidak efisien.

Bukan soal ketenagakerjaan atau desentralisasi perizinan yang ada di daerah.

Karena itu, tegas Mulyanto, solusi yang harus diambil pemerintah adalah meningkatkan upaya pemberantasan korupsi serta membangun sistem pemerintahan yang efisien, transparan dan akuntabel.

"Bukan sekadar melalui pendekatan menerbitkan RUU Omnibus Law Ciptaker yang justru melemahkan jaminan sosial tenaga kerja serta kembali mendorong sistem yang sentralistik," kata Mulyanto kepada wartawan, Rabu (12/8/2020).

Mulyanto berpendapat pasal-pasal dalam RUU Omnibus Law Ciptaker berpotensi memperlemah perlindungan terhadap tenaga kerja dan menimbulkan ketimpangan yang pada gilirannya akan menurunkan produktivitas dan kesejahteraan tenaga kerja nasional.

"Pemerintah harus cermat mengidentifikasi akar masalah pengembangan investasi nasional. Masalahnya bukan pada regulasi perizinan dan pesangon tenaga kerja nasional tapi budaya korupsi yang merebak dalam birokrasi. Bank Dunia juga menyatakan demikian," kata Mulyanto.

Berita Rekomendasi

Sebelumnya Bank Dunia dalam laporan perekonomian Indonesia yang dirilis Juli 2020 dengan judul Indonesia Economic Prospects: The Long Road to Recovery, menilai terdapat beberapa klausul dalam RUU Omnibus Law Ciptaker yang berpotensi merugikan ekonomi Indonesia,

Secara umum, Bank Dunia berpendapat kegiatan usaha yang selama ini terhambat oleh perizinan, sesungguhnya bukanlah dalam aspek regulasi, melainkan oleh korupsi dan rumitnya proses administrasi perizinan.

Baca: Realisasi Investasi DKI Jakarta Tertinggi se-Indonesia, Ini Sektor Usaha yang Diminati

Baca: Cegah Korupsi, Perusahaan Swasta RI Diajak Terapkan Sistem CAC

Penilaian yang sama juga disampaikan World Economic Forum (WEF). Secara regular, WEF melaksanakan survei opini para eksekutif dalam pertemuan tahunan mereka, yang meminta para eksekutif untuk memilih dan mengurutkan 5 dari 16 faktor yang paling menghambat investasi bisnis di Negara mereka.

Hasilnya, dalam GCR (Global Competitive Report) tahun 2018, WEF melaporkan faktor utama yang paling menghambat investasi bisnis di masing-masing negara. Untuk kasus Indonesia, faktor utamanya adalah korupsi. Baru setelah itu faktor birokrasi pemerintah yang tidak efisien.

"Di Thailand faktor korupsi berada di urutan kelima. Di Malaysia menjadi faktor diurutan keenam. Sedang di Singapura, korupsi adalah faktor penghambat bisnis di urutan ke-16," kata anggota Badan Legislasi DPR RI ini.

Mulyanto menambahkan sebenarnya pemerintah sudah tahu kendala utama iklim investasi adalah karena masalah korupsi.

Sebab berdasarkan pengukuran dari beberapa lembaga terlihat jelas hubungan positif antara upaya pemberantasan korupsi dengan perbaikan iklim investasi.

Hal ini terlihat dari naiknya skor indeks kemudahan berbisnis (IKB) seiring dengan membaiknya indeks persepsi korupsi (IPK).

Dengan kata lain, kata Mulyanto, salah satu faktor yang sangat berpotensi merusak ekosistem investasi adalah korupsi.

Negara yang tingkat korupsinya tinggi akan menyebabkan ketidakstabilan usaha, yang ujungnya investor sulit memprediksi secara akurat tingkat efisiensi investasi mereka.

"Jadi, penyakit utama investasi di Indonesia adalah korupsi. Bukan yang lain. Jadi jangan salah obat," pungkas Mulyanto.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas