Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Bambang Brodjonegoro Ikut Sibuk Perangi Covid-19: Rapid Test Produk Indonesia Akurasinya 90 Persen

Sebuah BUMN di Bandung, bakal melakukan uji klinis tahap 3 terhadap vaksin produksi sebuah perusahaan di China, Sinopec.

Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Bambang Brodjonegoro Ikut Sibuk Perangi Covid-19: Rapid Test Produk Indonesia Akurasinya 90 Persen
Tribunnews/Jeprima
Menteri Riset dan Teknologi sekaligus Kepala Badan Riset Inovasi Nasional, Bambang Brodjonegoro saat wawancara khusus dengan Tribun Network di Kantor Kementerian Riset dan Teknologi Indonesia, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (13/8/2020). Tribunnews/Jeprima 

INDONESIA tercatat sebagai negara yang paling banyak terdapat kasus Covid-19 di Asia Tenggara. Upaya paling mujarab untuk menghentikan penyebaran Covid-19 yaitu menggunakan vaksin.

Hingga saat ini belum ada vaksin dan obat Covid-19 yang direkomendasikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Namun Bio Farma, sebuah BUMN di Bandung, bakal melakukan uji klinis tahap 3 terhadap vaksin produksi sebuah perusahaan di China, Sinopec.

Menteri Riset dan Teknologi-Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek-Kepala BRIN) Prof Bambang PS Brodjonegoro PhD, mengungkapkan kementerian yang dipimpinannya ikut terlibat aktif dalam upacaya penanggulangan wabah Covid-19.

"Kita tengah memproduksi sendiri test kit untuk rapid test dan mengembangkan Vaksin Merah Putih. Rapid test produk Indonesia akurasinya lebih dari 90 persen," ujar Bambang PS Brojonegoro dalam wawancara eksklusif dengan Tribun Network di kantornya, Jakarta, Kamis (13/8/2020).

Berikut pertikan wawancara dengan Menristek-Kepala BRIN.

Apa peran Kementerian Riset dan Teknologi-Badan Riset dan Inovasi Nasional (Kemenristek-BRIN) dalam mengatesi pandemi Covid-19?

Berita Rekomendasi

Pandemi ini sifatnya luas sehingga penanganannya harus dilakukan dari berbagai sudut. Kami di Kementerian Ristek-BRIN tidak hanya terbatas pada vaksin dan obat tapi juga alat kesehatan yang diperlukan untuk perawatan pasien.

Kemudian terapi apa yang diperlukan untuk penanganan pasien, termasuk alat pelindung diri (APD).

Kami juga ikut terlibat dalam menemukan suplemen herbal apa yang cocok untuk Covid-19 dan piranti untuk rapid test serta swab test.

Kementerian Ristek-BRIN apa ikut terlibat dalam pembuatan piranti rapid test?

Kami adalah pihak pertama di Indonesia yang melakukan inovasi, yaitu rapid test karya anak bangsa, dikoordinasikan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), bekerja sama dengan Universitas Airlangga dan Universitas Gajah Mada.

Baca: Ganjar Pranowo, Kian Moncer di Tengah Pandemi (2-Habis): Tak Tertarik Jadi Relawan Uji Vaksin Covid

Saat ini sudah diproduksi oleh tiga empat perusahaan. Pada September 2020 bisa produksi hingga 1 juta unit per bulan.

Bagaimana menurut Anda mengenai banyaknya kontroversi terkait rapid test yang disebut tidak akurat dan berbiaya mahal?

Saya memang bukan dokter tapi yang saya pahami rapid test berguna untuk screening, mengetahui apakah seseorang itu sedang bereaksi positif terhadap tes bersangkutan. Untuk mengetahui apakah ada kemungkinan terkena Covid-19 atau tidak.

Sedangkan untuk menentukan apakah seseorang itu memang terkena Covid-19 atau tidak, itu memang swab test atau PCR.

Rapid test yang kami kembangkan itu memang diusahakan mampu menjawab dua tantangan yang banyak muncul di masyarakat, yaitu akurasi dan biaya.

Menteri Riset dan Teknologi sekaligus Kepala Badan Riset Inovasi Nasional, Bambang Brodjonegoro (kiri) menerima cendera mata dari News Director Tribun Network, Febby Mahendra Putra usai wawancara khusus dengan Tribun Network di Kantor Kementerian Riset dan Teknologi Indonesia, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (13/8/2020). Tribunnews/Jeprima
Menteri Riset dan Teknologi sekaligus Kepala Badan Riset Inovasi Nasional, Bambang Brodjonegoro (kiri) menerima cendera mata dari News Director Tribun Network, Febby Mahendra Putra usai wawancara khusus dengan Tribun Network di Kantor Kementerian Riset dan Teknologi Indonesia, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (13/8/2020). Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/Jeprima)

Nah, terkait akurasi, kami mengembangkan rapid test menggunakan isolat virus yang beredar di Indonesia.

Piranti rapid test impor sudah pasti mereka menggunakan isolat virus yang beredar di negara mereka.

Sedangkan kami dari awal sudah menggunakan isolat virus di Indonesia, kemudian dilakukan pengujian di Lembaga Eijkman untuk memastikan apakah ada perbedaan hasil antara rapid test dengan swab test.

Hasilnya bisa disimpulkan tingkat akurasi piranti rapid test buatan Indonesia lebih dari 90 persen. Mengenai harga justru kami yang pertama men-declare per tesnya Rp 75 ribu.

Itu kemudian yang membuat Kementerian Kesehatan menerbitkan harga tertinggi rapid test Rp 150 ribu dengan menghitung Rp 75 ribu untuk test kit-nya, ditambah biaya tenaga yang melakukan rapid test, biaya APD yang diperlukan dan lain-lain. Kami berupaya agar harga rapid test itu menjadi lebih terjangkau.

Baca: Begini Respon Menristek Sikapi Klaim Ditemukannya Obat Covid-19

Saat ini Indonesia lebih banyak menggunakan alat rapid test dari negeri sendiri atau impor?

Yang pasti masih banyak menggunakan test kit impor. Kita baru mulai produksi test kit sekira Juni-Juli. Jumlah produksinya masih kecil sekali, 100 ribu unit per bulan. Baru pada Agustus jumlah produksinya meningkat jadi 250 ribu unit per bulan.

Insyaallah pada September akan menungkat lagi jadi 1 juta unit per bulan. Kami harapkan kalau sudah jumlah produksi sudah kontinyu 1 juta dan berpotensi naik 2 juta unit per bulan, tidak perlu menggunakan test kit impor.

Dengan begitu tingkat akurasi lebih tinggi dan harga lebih murah. Saya baca mengapa orang ribut terkait rapid test, ya karena ketika kita naik kereta api biaya rapid test lebih mahal daripada harga tiketnya.

Menteri Riset dan Teknologi sekaligus Kepala Badan Riset Inovasi Nasional, Bambang Brodjonegoro (kiri) bersama News Director Tribun Network, Febby Mahendra Putra saat wawancara khusus dengan Tribun Network di Kantor Kementerian Riset dan Teknologi Indonesia, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (13/8/2020). Tribunnews/Jeprima
Menteri Riset dan Teknologi sekaligus Kepala Badan Riset Inovasi Nasional, Bambang Brodjonegoro (kiri) bersama News Director Tribun Network, Febby Mahendra Putra saat wawancara khusus dengan Tribun Network di Kantor Kementerian Riset dan Teknologi Indonesia, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (13/8/2020). Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/Jeprima)

Kementerian Ristek-BRIN ikut terlibat dalam uji klinis tahap 3 vaksin Covid-19 dari China?

Tentu terlibat karena uji klinisnya itu dikoordinasikan oleh Universitas Padjajaran. Profesor Kusnandi Rusmil sudah terlibat di tim Konsorsium Riset dan Inovasi Covid yang memang khusus terkait vaksin.

Mengenai vaksin bisa saya sampaikan, dalam rangka kita mendapatkan vaksin yang cepat, efektif, akurat, dan mandiri, kita menempuh dua trek.

Trek pertama, yaitu kerja sama dengan internasional. Vaksin yang uji klinis tahap tiga (vaksin produk Sinopec, China), tentunya harus dicoba dulu di Indonesia. Untuk memastikan apakah vaksin itu cocok untuk orang Indonesia.

Trek kedua adalah mengembangkan vaksin dari hasil research and development kita sendiri. Yang kita sebut sebagai Vaksin Merah Putih. Saat ini sedang dilakukan oleh Lembaga Eijkman menggunakan platform protein recombinant.

Menteri Riset dan Teknologi sekaligus Kepala Badan Riset Inovasi Nasional, Bambang Brodjonegoro (kiri) menerima cendera mata dari News Director Tribun Network, Febby Mahendra Putra usai wawancara khusus dengan Tribun Network di Kantor Kementerian Riset dan Teknologi Indonesia, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (13/8/2020). Tribunnews/Jeprima
Menteri Riset dan Teknologi sekaligus Kepala Badan Riset Inovasi Nasional, Bambang Brodjonegoro (kiri) menerima cendera mata dari News Director Tribun Network, Febby Mahendra Putra usai wawancara khusus dengan Tribun Network di Kantor Kementerian Riset dan Teknologi Indonesia, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (13/8/2020). Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/Jeprima)

Vaksin dari China itu menggunakan platform virus yang dilemahkan. Kita menggunakan protein recombinant. Masing-masing ada kelebihan dan kekurangannya.

Diperkirakan kebutuhan vaksin di Indonesia angkanya bisa lebih dari 300 juta ampul. Oleh karena itu tidak mungkin kita hanya mengandalkan membeli dari luar, termasuk vaksin produk Sinopec itu.

Mereka pastinya harus memproduksi untuk kebutuhan mereka sendiri dan negara lain. Jadi intinya kita akan kombinasikan antara Vaksin Merah Putih dan yang berasal dari luar, sehingga berapapun kebutuhan vaksin di Indonesiabisa dipenuhi. (dennis)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas