Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

APAB Usul Kewarganegaraan Ganda untuk Keluarga Hasil Perkawinan Campuran

Usulan ini diajukan karena sejumlah pasal di UU ini dinilai merugikan WNI yang melakukan pernikahan campuran dengan WNA serta anak hasil pernikahannya

Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Editor: Choirul Arifin
zoom-in APAB Usul Kewarganegaraan Ganda untuk Keluarga Hasil Perkawinan Campuran
Dok. APAB
Pembahasan kajian akademis APAB bersama FISIP UI, 9 Maret 2020. 

Soal akses mendapat pekerjaan, kesempatan pasangan campuran dalam mencari nafkah dipersempit oleh peraturan ketenagakerjaan di Undang-Undang No 13 Tahun 2003, Pasal 1 ayat 13.

Dia menyebutkan ada pembatasan persyaratan-persyaratan dan jabatan-jabatan tertentu dalam perusahaan untuk WNA dari keluarga perkawinan campuran yang diberlakukan sama dengan WNA murni lainnya.

"Hal itu menyebabkan sangat sulitnya kehidupan keluarga kami dalam mencari nafkah dan terancam tidak dapat bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup kami," sebutnya.

Dia menambahkan, keluarga perkawinan campuran kehilangan hak kepemilikan tempat tinggal untuk dapat diwariskan ke pasangan dan keturunannya karena adanya kaitan antara dua undang-undang, yaitu
Undang-undang Pokok Agraria No 5 Tahun 1960, Pasal 20 & 21 dengan Undang-undang
Perkawinan No 1 Tahun 1974 Pasal 35.

"Hak Milik atas tempat tinggal/tanah seharusnya berlaku juga bagi pasangan WNA yang menikah
secara sah dengan WNI karena telah diakui keberadaannya di Indonesia dengan diberikannya
Izin Tinggal Tetap pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian," tegasnya.

Karena pasangan WNA kami sudah diakui sebagai keluarga besar negara Republik Indonesia
menjadi keluarga perkawinan campuran, tentunya juga mempunyai kesamaan hak kepemilikan
atas tempat tinggal/tanah sehingga kami dapat saling mewarisi kepada suami/istri dan keturunan
WNA kami. Tapi menurut Undang-Undang Pokok Agraria itu tidak diperbolehkan," bebernya.

Anak dari keluarga perkawinan campuran juga kehilangan hak untuk mempertahankan identitasnya. Akibatnya, mereka dihantui oleh keresahan dalam dirinya.

Berita Rekomendasi

Dia menjelaskan, seorang anak yang lahir dari keluarga perkawinan campuran dihantui oleh keresahan dalam dirinya karena harus memilih kewarganegaraan ibu atau ayah. Jika mengacu pada UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Pasal 6, pada usia 18 tahun harus memilih salah satu
kewarganegaraan.

"Bagi anak kami, hal tersebut seperti menantikan vonis pengadilan yang akan berdampak untuk kelangsungan hidup anak tersebut; seperti diharuskan memilih antara lebih sayang
ibu atau ayah. Sungguh keputusan yang tidak mudah," tandasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas