Komnas HAM: Bekal Pengetahuan HAM kepada Prajurit TNI yang Bantu Atasi Terorisme Tidak Cukup
Dalam penanganan terhadap terorisme, kata dia, masih banyak evaluasi terhadap Kepolisian.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menilai bekal pengetahuan Hak Asasi Manusia (HAM) kepada prajurit TNI yang membantu mengatasi terorisme tidak cukup.
Hal itu karena pengelolaan emosi pribadi setiap orang, menurut Anam, bukan hanya persoalan pemahaman.
Penilaian tersebut, kata Anam, juga berangkat dari membandingkan dengan Kepolisian sebagai aparat sipil yang selama ini bekerja sama dengan Komnas HAM untuk diberikan pengetahuan HAM.
Dalam penanganan terhadap terorisme, kata dia, masih banyak evaluasi terhadap Kepolisian.
Hal tersebut disampaikan Anam dalam diskusi virtual yang digelar Lembaga Pengembangan Studi Hukum dan Advokasi Hak Asasi Manusia Sulawesi Tengah pada Jumat (21/8/2020).
Baca: Danjen Kopassus Beberkan Bekal Pendidikan HAM yang Didapat Prajurit untuk Tangani Aksi Teror
"Tidak cukup. Polisi saja yang basisnya harusnya sipil, aparat sipil, yang oleh Komnas HAM bolak balik diberi pelatihan soal HAM itu saja masih kebobolan. Karena memang bagaimana menjaga napsu pribadi misalnya, tidak emosi menghadapi orang itu kan persoalan masing-masing orang, bukan hanya persoalan pemahaman. Itu saja masih banyak catatan yang harus dievaluasi di level kepolisian. Saya tidak membayangkan di level TNI," kata Anam.
Menurutnya kerangka kerja dasar polisi dan TNI berbeda.
Kalau polisi, kata Anam, dilatih memang untuk tidak menghancurkan tetapi dilatih untuk membawa setiap kejahatan ke pengadilan.
Sedangkan kalau tentara, kata Anam, memang dilatih untuk menghancurkan, membunuh, dan sebagainya.
"Dan itu memang secara hukum bisa dilegalkan dalam konteks tertentu. Itu karakter tentara dasarnya begitu. Makanya kalau dibekali buku saku, macam-macam saya tidak yakin juga itu dipakai dan itu dipraktikan. Karena memang karakter dasarnya adalah destruktif," kata Anam.
Anam menyatakan sejauh ini sikap Komnas HAM terkait dengan Rancangan Perpres Pelibatan TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme membolehkan TNI untuk terlibat dalam mengatasi aksi terorisme tapi hanya di level penindakan dan dalam konteks ancaman yang paling serius ketika polisi gagal.
Kedua, kata Anam, pelibatan TNI dalam mengatasi aksi terorisme harus dikoordinasikan oleh Polisi.
Ketiga, kata dia, pelibatan tidak bersifat permanen dan sifatnya ad hoc hanya ketika dibutuhkan.
"Jadi ini semacam pasukan khusus, benar-benar dalam konteks tertentu, kepentingan tertentu, kebutuhan tertentu, itu tentara boleh masuk. Kalau tidak, tidak bisa. Itu akan memperusak sistem hukum kita dan memperumit berbagai persoalan," kata Anam.