Soal Instruksi Penundaan Proses Hukum Cakada Selama Pilkada, Kejagung: Kami Sudah Duluan
Kejaksaan Agung menyampaikan pihaknya juga sepakat untuk menunda proses penegakan hukum terhadap pasangan calon (paslon) kepala daerah
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung menyampaikan pihaknya juga sepakat untuk menunda proses penegakan hukum terhadap pasangan calon (paslon) kepala daerah yang akan maju di Pilkada Serentak 2020.
Kapuspenkum Kejaksaan Agung RI Hari Setiyono menyampaikan pihaknya bahkan telah terlebih dahulu menginstruksikan jajarannya sebelum Kapolri Jenderal Idham Azis mengeluarkan intruksi kepada jajarannya.
Baca: Prof Ari Fahrial Syam: Kalau Peduli, Pilkada Ditunda Dulu
Baca: KPU Terima 418 Berkas Bakal Pasangan Calon Pilkada Serentak 2020 Hingga Minggu Siang
Baca: Wakil Ketua DPR Harap Pendaftaran Bakal Paslon Pilkada Tak Jadi Klaster Covid-19
"Kami sudah duluan," kata Hari saat dihubungi, Senin (7/8/2020).
Hari mengatakan instruksi tersebut disampaikan langsung oleh Jaksa Agung RI ST Burhannudin.
Menurutnya, Jaksa Agung meminta jajarannya untuk tidak mencari-cari kesalahan, khususnya dalam penanganan dugaan korupsi.
Penanganan korupsi selama pilkada serentak 2020 dikerjakan dengan berpedoman pada Instruksi Jaksa Agung RI Nomor 9 Tahun 2019 tentang Optimalisasi Peran Kejaksaan RI dalam Mendukung dan Menyukseskan Penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2020.
"Agar penanganan tindak pidana korupsi tidak dipolitisir atau dimanfaatkan sebagai isu untuk menggagalkan pencalonan pihak tertentu dalam Pilkada," pungkasnya
Diberitakan sebelumnya, Kapolri Jenderal Idham Azis memerintahkan jajarannya untuk menunda proses penegakan hukum terhadap pasangan calon (paslon) kepala daerah yang akan maju di Pilkada Serentak 2020.
Perintah tersebut tertuang dalam Surat telegram bernomor ST/2544/VIII/RES.1.24./2020 per tanggal 31 Agustus 2020. Intruksi itu diteken Kabareskrim Polri Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo atas nama Kapolri Jenderal Idham Azis.
Perintah itu bertujuan agar netralitas dan profesionalisme pelaksanaan pelayanan masyarakat. Khususnya di bidang penegakan hukum untuk menghindari Conflict of Interest serta menghindari pemanfaatan kepentingan politik oleh kelompok tertentu.
"Ya benar (penerbitan telegram). Paslon yang sedang bermasalah hukum kalau polisi lakukan pemeriksaan bisa dituduh tidak netral. Itu yang kita hindari," kata Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono saat dikonfirmasi, Rabu (2/9/2020).
Menurut Argo, penundaan proses hukum kepada peserta Pilkada nantinya bisa akan dilanjutkan kembali setelah tahapan pesta demokrasi lima tahunan tersebut berakhir.
Argo menuturkan Kapolri telah memerintahkan apabila ada anggota atau penyidik yang melanggar hal tersebut akan diberikan sanksi dengan diproses secara disiplin maupun kode etik.
Kendati demikian, telegram itu juga mengatur soal aturan tersebut tidak akan berlaku kepada peserta Pilkada yang diduga melakukan tindak pidana pemilihan, tertangkap tangan, mengancam keamanan negara (kamneg), dan mereka yang terancam hukuman seumur hidup serta mati.
Apabila peserta Pilkada melakukan tindak pidana sebagaimana hal tersebut, Kapolri memerintahkan anggotanya untuk melakukan pengusutan, penyelidikan dan penyidikan secara tuntas.
"Untuk menghindari hal tersebut dibuatkan TR untuk menjaga netralitas," pungkasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.