PSHK Nilai Revisi UU MK Cuma Bertujuan Senangkan Hakim Tanpa Jawab Kebutuhan Lembaga
Dalam RUU MK, terdapat usulan yakni usia hakim minimal menjadi 55 tahun atau tidak melebihi masa jabatan selama 15 tahun.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Pusat Studi hukum dan Kebijakan (PSHK) Agil Oktaryal mengatakan Revisi Undang - Undang Mahkamah Konstitusi hanya untuk menyenangkan hakim tanpa menjawab kebutuhan lembaga peradilan tersebut.
"RUU MK hanya untuk menyenangkan hakim saja, tanpa menjawab kebutuhan," ungkap Agil dalam diskusi daring 'Kontroversi Revisi UU MK dan Implikasinya', Kamis (10/9/2020).
Dalam RUU MK, terdapat usulan yakni usia hakim minimal menjadi 55 tahun atau tidak melebihi masa jabatan selama 15 tahun. Hakim MK generasi saat ini bisa menjabat selama 15 tahun atau hingga usia 70 tahun.
Baca: Tak Libatkan Partisipasi Publik, Revisi UU MK Dinilai Langgar Ketentuan Pembentukan UU
Namun usulan tersebut tidak disertai dengan penjelasan akademis. PSHK berpandangan, jabatan 15 tahun adalah masa yang terlalu panjang bagi negara seperti Indonesia di mana tingkat kepercayaan publik terhadap lembaga peradilannya masih rendah.
"Secara akademis tidak dijelaskan, 15 tahun adalah masa yang terlalau panjang untuk negara seperti Indonesia yang tingkat kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan masih rendah," tuturnya.
Sehingga dikhawatirkan ketentuan tersebut akan memicu konflik kepentingan karena berlaku retroaktif alias berlaku surut terhitung tanggal diundangkan, dan bukan prospektif.
PSHK juga menilai usia tidak menjamin integritas seseorang. Justru ketentuan memperpanjang masa jabatan bisa menutup peluang calon hakim MK yang potensial.
Baca: UU MK Hasil Revisi Disebut Mantan Hakim Konstitusi Ini Tak Substantif
Usulan - usulan pada RUU MK dianggap tidak relevan dengan kebutuhan MK saat ini. Agil mengatakan saat ini MK membutuhkan aturan yang berkaitan dengan pengaduan dan pertanyaan konstitusional, lalu menjadikan MK sebagai atap pengujian peraturan perundang - undangan.
Sebagaimana diketahui saat ini pengujian peraturan perundang - undangan masih tersebar di Mahkamah Agung dan MK itu sendiri.
Jika hal - hal tersebut masuk dalam usulan perubahan, PSHK yakin MK bisa menjadi lembaga peradilan yang makin kuat.
"Kalau itu dilakukan MK akan semakin kuat," pungkasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.