3 Hal Positif RUU Cipta Kerja untuk Pekerja yang Kurang Terekspos
Konfederasi Serikat Pekerja Nasional pada prinsipnya setuju dengan upaya pemerintah melakukan debirokratisasi, tapi jangan abaikan kesejahteraan buruh
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nasional, Ristadi mengatakan, pada prinsipnya Serikat Pekerja setuju pada upaya pemerintah melakukan debirokratisasi, mempermudah izin investasi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan membuka lapangan kerja.
Namun jangan sampai mengabaikan perlindungan dan kesejahteraan buruh di Indonesia.
Hal itu disampaikan Ristadi dalam forum diskusi online bertema Bagaimana Posisi dan Nasib Pekerja dalam RUU Cipta Kerja, Jumat (12/9/2020) kemarin.
Menurut Ristadi, Klaster ketenagakerjaan dalam RUU Cipta kerja terdapat di Bab IV, Pasal 88, 89,90,91, itu ada yang menghapus dan menambagi, tiga Undang-undang yang berlaku, yaitu UU Ketenagakerjaan, UU BPJS dan UU SJSN.
"Ada yang dihapus, tapi muncul di pasal lain yang kalau tidak dibaca teliti seolah sudah dihapus di RUU Cipta Kerja, seperti larangan pengusaha membayar upah minimum itu masih ada di pasal lain," katanya.
Menurut Ristadi, banyak yang tak membaca utuh dan komprehensif postur RUU Cipta Kerja Klaster ketenagakerjaan.
Selain itu menjadi tidak obyektif ketika ada sentimen politik.
Baca: Ketua Komisi X DPR Sebut RUU Ciptaker Bisa Jadikan RI Pasar Bebas Pendidikan
Menurutnya ada hal-hal baru dalam RUU Cipta Kerja, belum diatur Undang-undang sebelumnya, dan cukup positif namun kurang terekspos.
Pertama, akan diberikannya kompensasi kepada pekerja kontrak yang di PHK dalam masa kerja minimal satu tahun.
Kedua, akan diatur soal jaminan kehilangan pekerjaan yang dalam UU BPJS itu tidak ada.
Ketiga, ada pengaturan tentang penghargaan lainnya.
Yang akan diberikan pada pekerja yang masih aktif bekerja dalam rentang masa kerja minimal 3-6 tahun mendapat satu bulan gaji, masa kerja 6-9 tahun mendapat dua bulan gaji, dan seterusnya kelipatan 3 tahun.
"Itu kurang terekspos mungkin dianggap kurang menarik, lebih tertarik pada isi yang menghantam pemerintah seperti indikasi pesangon hilang, PHK dipermudah dan lain sebagainya," ujar Ristadi.
Meski demikian Ristadi menjelaskan masih ada hal yang dianggap rekan-rekan buruh berpotensi merugikan pekerja seperti tentang penurunan nilai pesangon, dari batas sepuluh tahun menjadi delapan tahun, ada penurunan satu bulan gaji.