Jokowi Sambut Baik Usulan Lemhannas untuk Mengubah Budaya Pertanian Menuju Mekanisasi Modern
Jokowi menerima usulan agar rakyat Indonesia untuk tidak membuang-buang makanan dan memperkuat budaya baru untuk menghargai makanan.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, BOGOR - Presiden Joko Widodo menyambut baik usulan untuk mengubah budaya pertanian menuju mekanisasi yang modern dan feasible agar dapat berkompetisi secara global dengan membuka lumbung pangan atau food estate dengan didukung sumber daya yang kompetitif termasuk generasi Milenial.
Jokowi juga menerima usulan agar rakyat Indonesia untuk tidak membuang-buang makanan (food waste) dan memperkuat budaya baru untuk menghargai makanan dengan menyantap makanan yang sudah diambil.
Ini merupakan salah satu cara untuk mewujudkan ketahanan pangan Nasional.
Pernyataan itu ditegaskan Presiden Joko Widodo saat menerima Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI (Pur) Agus Widjojo, yang memimpin tim kajian ketahanan pangan nasional Lemhannas RI dalam rangka memberi masukan kepada pemerintah, di Istana Bogor, Selasa (15/9/2020).
Usulan tersebut merupakan hasil kajian ketahanan pangan Lemhannas RI dan para pakar di bidangnya sesuai dengan kaidah pengkajian Lemhannas yang diselenggarakan pada dua bulan terakhir.
Hadir dalam Tim Kajian adalah Prof. DR. Ir. Dadan Umar Daihani DEA (Tenaga Profesional Bidang SKA dan Tannas Lemahannas RI) dan IKAL PPSA XXI yang terdiri dari Komjen Pol (Pur) Arif Wachjunadi (Ketua IKAL PPSA XXI), Komjen Pol Firli Bahuri (Ketua KPK), Marsdya TNI Wieko Syofyan (Wagub Lemhannas RI), Letjen TNI Eko Margiyono (Pangkostrad), Marsdya TNI Donny Ermawan (Sekjen Kemenhan), Prof DR Ir Reni Maryerni MP (Deputi Pengkajian Lemhannas RI) dan Edi Permadi (Tenaga Profesional Bid. SKA Lemhannas).
Baca: Kementan Bantu Pertanian Sumba Timur lewat Penyaluran Alsintan
Food Estate dapat mendorong terciptanya rantai ekonomi yang menghasilkan nilai tambah dan menyerap tenaga kerja. Maka itu Food Estate perlu didukung pembiayaan pertanian yang feasible dan digitalisasi pasar.
Selain itu diperlukan Big Data untuk peta pangan nasional yang terintegrasi dari hulu (benih, pupuk, obat-obatan, sumber daya manusia, ketersediaan lahan yang sesuai, pengairan, alat dan mesin pertanian) sampai hilir (peta kuliner nasional dan global).
Mengkolaborasikan peta pangan nasional tersebut harus berbasis pada keunggulaan kompetitif bagi komoditas unggulan lokal yang berorientasi pasar baik dalam negeri maupun ekspor sehingga menciptakan proses bisnis yang berkelanjutan bagi setiap stakeholders.
Berkaca pada data yang ada dan mengingat menyia-nyiakan makanan sudah menjadi kebiasaan masyarakat Indonesia, diusulkan oleh Tim Kajian kepada presiden untuk dimulainya kampanye nasional untuk tidak menyia-nyiakan makanan.
Berdasarkan berbagai data pada tahun 2016, sampah makanan di Indonesia per tahun mencapai 1,3 juta ton atau per orang menghasilkan 300 kg sampah makanan per tahunnya.
Jika dirupiahkan, 1,3 juta ton sampah makanan itu senilai Rp 27 triliun. Hal ini terutama disebabkan oleh kebiasaan menyisakan makanan yang ironisnya, 19,6 juta penduduk Indonesia masih kekurangan gizi.
Jika dikonsumsi, 27 triliun itu dapat memberi makan 28 juta orang per tahunnya.
Pada kesempatan itu, Joko Widodo menjelaskan bahwa dalam mewujudkan ketahanan pangan ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan sebagai acuan yakni, peringatan lembaga pangan dunia FAO (Food and Agriculture Organization) tentang ancaman krisis pangan dunia, substitusi bahan pangan impor yakni beras dan jagung serta mekanisasi pertanian dengan budaya baru berbasisikan petani milenial.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.