Pilih Kotak Kosong dalam Pilkada Dinilai Sah dan Tidak Langgar Konstitusi
Terdapat 25 pasangan calon tunggal atau yang akan melawan kotak kosong dalam Pilkada Serentak 2020 mendapat perhatian sejumlah pihak.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Adanya 25 pasangan calon tunggal atau yang akan melawan kotak kosong dalam Pilkada Serentak 2020 mendapat perhatian sejumlah pihak.
Ketua Umum Komite Masyarakat Nasional untuk Demokrasi (KMND) Ahmad Boim menilai ada persoalaan serius di tubuh partai politik dalam melakukan kaderisasi kepemimpinan daerah.
Namun di sisi lain, menurutnya hal itu dimanfaatkan segelintir orang untuk mempertahankan kekuasaan baik sebagai manifestasi politik dinasti maupun bentuk oligargi politik.
Baca: Bawaslu Usulkan KPU Ubah PKPU Kampanye Terkait Konser Musik di Pilkada
Oleh sebab itu, ia mengatakan memilih kotak kosong, bisa jadi menjadi pilihan di daerah yang terdapat calon tunggal, sebagai perlawanan masyarakat yang tidak diharamkan dan dilindungi secara konstitusional.
Misalnya yang terjadi Kota Makassar dan Jayapura dalam Pemilihan serentak di tahun 2017.
"Dalam perangkat Undang-Undang Kita sebagaimana yang diputuskan Makamah Konstitusi yang dituangkan dalam perubahan ke-2 Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016. Pasal 54C ayat (2) mengatur bahwa Pemilihan dengan satu pasangan calon dilaksanakan dengan menggunakan surat suara yang memuat dua kolom yang terdiri atas satu kolom yang memuat foto pasangan calon dan satu kolom kosong yang tidak bergambar," kata Ahmad Boim kepada wartawan, Rabu (16/9/2020).
"Sementara itu, dalam Pasal 54D merupakan jaminan secaara konsitusional bagi masyarakat dalam menentukan pilihannya," lanjutnya.
Baca: Kapolda Maluku Cek Kesiapan Pilkada 2020 di Aru, Ingatkan Protokol Kesehatan Covid-19
Ahmad berpendapat, banyak pertimbangan masyarakat untuk memilih kotak kosong.
Pertama, masyarakat tidak lagi percaya terhadap janji-janji kampanye atau kepemimpinan seseorang, sehingga memilih kolom kosong sebagai alternatif tidak adanya calon lain.
Kedua, sebagai penyaluran hak pilih masyarakat daripada mereka golput atau tidak memilih.
Ketiga, hal-hal lain seperti rasa kekecewaan masyarakat terhadap perilaku partai politik yang cenderung memikirkan kelompoknya atau sekedar bagi-bagi kekuasaan.
Keempat, bentuk perlawan masyarakat dalam menententang politik dinasty dan oligarki politik, dengan cara memborong seluruh partai politik yang ada di daerah tersebut, sehingga menutup calon lain untuk mendaftar.
Untuk itu, KMND mengajak masyarakat tetap menentukan pilihannya untuk tidak golput dan pilihan kolom kosong dijamin secara konsitusional.
"Kami turut serta bersama KPU mensosialisasikan teknis penggunaan hak pilih dalam Pilkada yang terdapat calon tunggal," pungkasnya.