Penyerang Polsek Ciracas Mayoritas Sopir Pejabat, 65 Oknum TNI dari Berbagai Matra Jadi Tersangka
Selain dari TNI AD, Puspom TNI juga menetapkan tersangka dari oknum TNI AL dan TNI AU.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polisi Militer (Puspom) TNI terus melaporkan perkembangan penyelidikan kasus penyerangan Polsek Ciracas, Jakarta Timur, yang dilakukan oleh sejumlah oknum anggota TNI beberapa waktu lalu.
Saat ini sebanyak 65 orang oknum anggota TNI sudah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka berasal dari berbagai matra dan satuan. Namun, mayoritas merupakan oknum anggota TNI AD.
Dari TNI AD, jumlah saksi yang diperiksa sudah 90 orang yang berasal dari 38 satuan. 57 orang di antaranya kemudian ditetapkan sebagai tersangka.
"Yang sudah dinaikkan statusnya sebagai tersangka dan ditahan sebanyak 57 personel, terdiri dari 25 satuan," kata Komandan Pusat Polisi Militer TNI AD Letjen TNI Dodik Widjonarko saat konferensi pers di Mako Puspom TNI AD, Jakarta, Rabu (16/9/2020).
Baca: Anggota Polri Korban Insiden Ciracas Harus Tengkurap 3 Minggu Setelah Operasi Mata
Pekan lalu, jumlah tersangka yang telah ditetapkan oleh Puspomad adalah sebanyak 50 orang. Artinya, dalam sepekan, Puspomad telah menetapkan tujuh orang oknum TNI AD jadi tersangka.
Selain dari TNI AD, Puspom TNI juga menetapkan tersangka dari oknum TNI AL dan TNI AU.
"Total semua seluruh oknum prajurit berjumlah 119 orang sudah diperiksa, dan tersangka 65 orang dengan rincian TNI AD sudah 90 orang diperiksa, tersangka 57 orang, TNI AL sudah 10 orang diperiksa, tersangka 7 orang, dan TNI AU sudah 19 orang diperiksa, tersangka 1 orang," kata Komandan Puspom TNI Mayjen TNI Eddy Rute Muis.
Dari jumlah tersangka tersebut, penyidik belum menemukan kaitan atau keterlibatan para tersangka dengan kasus pembakaran Polsek Ciracas di tahun 2018 silam.
"Sampai saat ini hasil pemeriksaan yang kita lakukan, kita tidak temukan. Belum ditemukan ada prajurit yang melakukan kegiatan pada 2018," kata Eddy.
Hal ini diperkuat dengan keterangan dari Danpuspomad Letnan Jenderal Didik Wijonarko.
Didik menyebutkan, kebanyakan dari prajurit yang terlibat penyerangan akhir Agustus lalu masih berpangkat Prajurit Dua atau Prada.
Kebanyakan, para prajurit lulusan tahun 2017 ini masih menjalani pendidikan lanjutan pada tahun 2018.
"Mereka itu hampir 47 yang Angkatan Darat. Itu tamtama prajurit dua itu lulusan 2017. Sehingga pada saat kejadian 2018 mereka masih dalam proses pendidikan mereka tidak ikut," kata Didik.
Baca: Total Ganti Rugi yang Sudah Diberikan TNI AD ke Korban Insiden Ciracas Capai Rp 778 Juta
Sopir Pejabat
Yang menarik, dari data yang didapat Puspomad, para pelaku kebanyakan adalah prajurit Bawah Perintah (BP) yang bertugas melayani para pejabat di lingkup TNI AD.
"Jadi, mereka itu adalah rata-rata tamtama remaja yang mereka berdinas BP, bawah perintah. Tugasnya melayani pejabat dalam rangka pengemudi karena dapat data itu 21 orang (pelaku penyerangan) merupakan pengemudi," kata Didik.
Karena bekerja sebagai sopir, mereka kebanyakan tidak tinggal di asrama batalyon.
Para sopir ini biasanya melekat dengan para pejabatnya. Maka pembinaan seperti fisik atau mental mereka masih kurang.
"Karena pengemudi ini melayani orang sehingga proses pembinaan berjalan kurang maksimal. Sekarang kita tekankan siapa yang gunakan pengemudi harus dibina juga," ucap Didik.
Penyerangan Polsek Ciracas sendiri diketahui bermula dari berita bohong yang disebarkan oleh Prada MI.
Prada MI menyebut dirinya dianiaya padahal mengalami luka karena kecelakan tunggal setelah selesai minum minuman keras.
Kabar bohong yang disebar ke rekan-rekan lainnya menyulut kemarahan.
Mereka lalu berkumpul di Arundina dan melakukan serangkaian perusakan ke berbagai barang milik warga hingga sampai ke Polsek Ciracas.
Massa menyasar ke Polsek Ciracas karena merasa tak puas Prada MI disebut luka-luka karena kecelakaan tunggal.
Letjen Didik menyebut persoalan ini memberikan catatan bagi TNI AD. Meskipun mereka prajurit BP, mereka tetaplah prajurit yang mesti dibina.
Karena, suatu saat para BP ini akan melaksanakan tugas operasi yang menuntut mental dan fisik yang prima.
"Karena mereka itu prajurit kita, maka harus dibina, fisik dan mental kalau mereka melaksanakan tugas operasi. Pimpinan AD mulai menghitung proses pembinaan itu harus dimaksimalkan, jadi saya punya pengemudi, kewajiban saya ya membina pengemudi saya. Tentara tanpa kemampuan prima ya omong kosong, dia bisa melakukan tugas yang maksimal," kata Didik.
Baca: BREAKING NEWS:Prada MI Akui Sebar Hoax yang Diduga Picu Insiden Ciracas
Ganti Rugi
Selain menetapkan puluhan tersangka, TNI juga telah menggelontorkan ratusan juta rupiah untuk ganti rugi.
Hingga tanggal 15 September, TNI AD telah menggelontorkan dana sekitar Rp 700 juta untuk ganti rugi korban penyerangan Mapolsek Ciracas dan warga di sepanjang Jalan Raya Bogor tersebut.
"Ganti rugi per-15 September sejumlah Rp 778.407.000,00. Yang terakhir santunan pada 12 September diberikan langsung oleh KSAD kepada saudara Muhammad Husni Maulana yakni sopir dari ANTV," kata Pangdam Jaya, Mayjen TNI Dudung Abdurahman.
Dudung juga menjelaskan, terkait ganti rugi pihaknya sudah tidak mendapat tambahan pengaduan lagi.
Sehingga total menjadi 23 orang korban penganiayaan, 109 mengalami kerugian materiil, dan 13 orang mengalami kerugian materiil dan penganiayaan.
Masih ada 2 korban, yakni Bripda D dan Bripka T, yang masih dirawat di RSPAD Gatot Soebroto.
Biaya medis belum dialokasikan untuk kedua korban ini, pasalnya keduanya masih menjalani perawatan.
"Tuan D dan Tuan T akan diberikan santunan setelah selesai rawat di RSPAD, biaya perawatan ini masih berjalan belum bisa dihitung, dan akan ditangani pihak RSPAD," kata Dudung.(tribun network/git/dod)