Pakar Epidemiologi UI Blak-blakan Soal Manfaat PSBB
Iwan pun menekankan bahwa penambahan kasus konfirmasi positif Covid-19 semakin meningkat jika pemerintah melonggarkan PSBB.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pembatasan Sosial Berskal Besar (PSBB) sangat berpengaruh dalam menekan laju Covid-19.
Terlihat pada mulai diberlakukan PSBB, jumlah rata-rata orang yang ditularkan dari 1 kasus per-hari.
Risiko penduduk tertular Covid-19 pada saat PSBB 0,55 kali dibandingkan sebelum PSBB atau dengan kata lain PSBB sudah berhasil menurunkan risiko penduduk terinfeksi Covid-19 setengah kalinya dibanding awal epidemi.
Demikian dipaparkan pakar epidemiologi Universitas Indonesia Iwan Ariawan dengan data-data yang jelas saat menjadi narasumber dalam acara Webinar Nasional Kedua Kelompok Studi Demokrasi Indonesia (KSDI) bertemakan "Strategi Menurunkan Covid-19, Menaikkan Ekonomi" yang dihadiri ribuan partisipan, yang terdiri dari 500 orang melalui aplikasi zoom dan 1.300 peserta melalui live streaming Youtube, Minggu (20/9/2020) sore.
Baca: Muhammadiyah Minta Presiden Jokowi Ambil Alih Penanganan Pandemi Covid-19
Selain Iwan, hadir sebagai naraseumber Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Ketua Tim Pakar Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Ekonom Universitas Indonesia Faisal H. Basri dan Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari.
Karena menarik, acara webinar ini berlangsung lima jam dengan tidak ada perubahan jumlah peserta yang signifikan dari awal hingga akhir.
Kembali kepada Iwan, ia menjelaskan, data di Jakarta bahwa ketika proporsi penduduk di rumah saja berada di 55-65 persen, tidak ada perbedaan kasus per hari.
Namun ketika proporsi penduduk di rumah saja 50-55 persen, maka setiap penurunan1 persen di rumah saja, estimasi kasus meningkat 20 per hari.
Dan ketika proporsi penduduk di rumah saja kurang dari 50 persen maka setiap penurunan 1 persen di rumah saja mengakibatkan estimasi kasus meningkat 100 per hari
"Di sini PSBB kalau kita tidak lakukan PSBB, kurva kita akan semakin ke atas. Kita lakukan PSBB, kurva kita melandai. Jadi sebetulnya kalau dari analisa kami dari PSBB lalu manfaatnya banyak karena secara risiko ini kita sudah menurunkan resiko penduduk Indonesia untuk terinfeksi COVID-19 setengahnya. Banyak tuh manfaatnya PSBB yang dulu," kata Iwan.
Saat DKI Jakarta menjalani PSBB Transisi, sambung Iwan, maka seluruh kegiatan ekonomi mulai berjalan dan penduduk mulai bergerak keluar rumah. Hal ini pun berpengaruh terhadap kurva dimana kasus konfirmasi Corona mengalami peningkatan.
"Juni Gubernur Jakarta memutuskan untuk PSBB transisi. Apa yang terjadi? Penduduk bergerak tapi sebelumnya pun bergerak. Penduduk makin banyak bergerak artinya di dalam rumah masih sedikit di dalam rumah dan kasusnya naik. Jadi begitu PSBB dilonggarkan, kasusnya naik. Nah ini yang menjadi pertanyaan apakah harus PSBB terus, Ekonomi akan hancur," ungkapnya.
Iwan pun menekankan bahwa penambahan kasus konfirmasi positif Covid-19 semakin meningkat jika pemerintah melonggarkan PSBB.
Hal ini dilihat dari semakin banyak warga yang bergerak melakukan kegiatan ekonomi, semakin banyak pula warga yang terpapar Covid-19.
Iwan mengingatkan bahwa terjadi peningkatan pergerakan penduduk yang masif setelah PSBB dilonggarkan.
Sehingga pembagian zona tidak bermanfaat dengan adanya pergerakan penduduk antar-zona Contoh kasus di Bali, kasus Covid-19 naik cepat setelah Bali menerina wistawan domestik pada 31 Juli. Kasus meningkat saat banyak penduduk luar Bali berdatangan saat hari libur, kemudian diikuti secara lokal.
Iwan menjelaskan bahwa PSBB Hanya bermanfaat jika dipersiapkan penggantinya, berupa 3M alias menjaga jarak, mencuci tangan dan memakai masker.
Artinya jika tidak ada PSBB maka satu-satunya cara untuk menekan penyebaran virus adalah dengan protokol kesehatan yang ketat mulai dari menggunakan masker, mencuci tangan dan menjaga jarak.
"Selain itu, penting melakukan pelacakan kontak dan tes masif virus corona. Satu lagi yang sering kelupaan, tes, lacak, isolasi, kenapa saya bilang kelupaan? ini saya cari indikatornya, sangat sulit kalau kita cari berapa sih rasio tes lacak masing-masing provinsi di Indonesia, sangat sulit datanya karena tidak wajib dilaporkan," lanjut Iwan.
Iwan Ariawan juga menilai kampanye langsung Pilkada 2020 ini berpotensi membuat kasus Covid-19di Indonesia semakin melonjak dan penularan juga diprediksi akan cepat.
Pilkada dengan kampanye langsung berpotensi menambah jumlah kasus secara bermakna yang akan meningkatkan puncak dan memperpanjang epidemi.
Dalam analisis yang disampaikan Iwan, dampak kampanye langsung jika 100 orang berkumpul pada waktu yang sama maka dipastikan ada satu atau beberapa orang terinfeksi Corona. Jika sudah terinfeksi maka mereka akan menularkan ke orang lain, paling tidak yang berkontak erat dengan mereka.
"Jika 100 orang berkumpul pada waktu dan tempat yang sama, kemungkinan adanya paling tidak satu orang yang sudah terinfeksi Covid-19 adalah 99 persen (prevalensi Covid-19 di populasi 5 persen). Kecepatan penularan Covid-19 = 0,2 per kasus terinfeksi per hari. Jadi jika ada 100 orang berkumpul dan ada 10 orang yang sudah terinfeksi (prevalensi=10 persen), tanpa protokol kesehatan yang benar, akan menularkan ke 2 orang baru," sambungnya.
Menurut Iwan, dalam masa kampanye langsung akan sulit memastikan jumlah orang yang berkumpul dan protokol Kesehatan dilakukan dengan baik. Dia juga menyarankan agar pemantauan terkait protokol kesehatan dilakukan secara komprehensif.
Lebih lanjut, Iwan menyebut jika ada sekitar 1 juta lebih titik kumpul dengan massa 100 orang atau lebih. Dia memprediksi ada penambahan kasus Corona sebanyak dua juta lebih, angka ini didapat jika 10 orang dari 100 massa yang berkumpul saat kampanye langsung terpapar Corona dan meginfeksi dua orang lainnya.
"Selama masa kampanye diperkirakan ada 1.042.280 titik kumpul dengan massa 100 orang atau lebih, dari kegiatan kampanye potensial akan ada tambahan 2.084.560 kasus baru. 10 orang yang diperkirakan positif Corona, itu diperkirakan menular paling tidak ke keluarganya yang berkontak erat dengannya. Rata-rata keluarga besar di Indonesia ada 4 orang, dan karena kontak erat, 50 persen akan terinfeksi. Sehingga ada ada tambahan 2.084.560 x 3 orang x 50 persen = 3.126.840. Sehingga total akan ada 5.211.400 orang potensial terinfeksi," jelas Iwan, dengan data-data yang lengkap.
Iwan pun menyarankan bahwa cakupan pelaksanaan perilaku pencegahan 3M dan TLI harus lebih besar. Pelaksanaannya harus konsisten dan benar.
Pemantauan komprehensif oleh lembagat erkait pelaksanaan perilaku 3M, TLI serta epidemiCovid-19 di tingkat kabupaten/kota/propinsi secara berkala dan lakukan tindakan korektif yang diperlukan.
"Perlu indikator 3M berdasarkan pengamatan. Perlu indikator rasio lacak• Sementara pengaturan pilkada agar tidak terjadi kerumunan orang serta memastikan perilaku 3M dilakukan secara konsisten dan benar serta meniadakan kegiatan kampaye dengan mengumpulkan orang dan mengatur waktu pencoblosan sehingga tidak terjadi banyak orang berkumpul," demikian Iwan.
Di sela diskusi, moderator yang juga Ketua Dewan Pembina KSDI Maruarar Sirait menggelar poling yang diikuti partisipan.
Dari tiga pertanyaan, salah satu pertanyaan adalah apakah setuju menunda pilkada atau tetap menjalankan Pilkada dengan syarat menjalankan protokol kesehatan dengan ketat.
Hasilnya, 42 persen setuju Pilkada ditunda, sementara 58 persen menjawab Pilkada dilanjutkan dengan syarat menjalankan protokol kesehatan dengan ketat dan disiplin.
Baca: Ini Daftar 25 Kelurahan di Jakarta dengan Kasus Covid-19 Tertinggi
Pertanyaan poling kedua seputar PSBB, 80 persen partisipan yang menjawab mau dan setuju melanjutkan PSBB, sementara 20 persen mau PSBB dihentikan. Sementara terkait dengan pertanyaan ketiga, yaitu ketegasan aparat dalam menegakkan protokol kesehatan, 97 persen setuju, dan hanya 3 persen yang tidak setuju.
Dalam kesempatan ini, Maruarar berterimakasih kepada Iwan yang telah memaparkan data-data dengan sangat baik dan transparan.
Sebelumnya, Maruarar menjelaskan bahwa Iwan merupakan okter Lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan meraih gelar master of Science in Epidemiology, University of California, Los Angeles. Iwan juga adalah konsultan untuk model epidemi Covid-19 di Bappenas dan sempat bekerja sebagai konsultan di UNAIDS, dan sekarang, Iwan juga adalah seorang Research Associate di Pusat Penelitian Kesehatan, Universitas Indonesia dan Dosen di Departemen Biostatistik, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia.
"Pengalawan Pak Iwan di dunia riset sangat panjang, baik di Indonesia atau lembaga-lembaga internasional, seperti UNICEF. Pikiran-pikiran Iwan dipublikan oleh jurnal-jurnal ilmiah, baik di dalam negeri atau luar negeri seperti Asia Pacific Journal of Public Health dan British Journal of Nutrition. Ini CV Pak Iwan ini sangat kredibel," jelas Maruarar.