KPK Diminta Usut Oknum Politisi Lain Terkait Praktik Mafia Hukum Dalam Kasus Djoko Tjandra
Kolaborasi penegak hukum, yakni Kejaksaan, Polri, dan KPK harus mampu menjerat oknum politisi yang diduga terlibat dalam kasus Djoko Tjandra.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Kejaksaan (Komjak) menilai kolaborasi penegak hukum, yakni Kejaksaan, Polri, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus mampu menjerat oknum politisi yang diduga terlibat dalam mafia hukum kasus Djoko Tjandra.
Hal tersebut didasarkan terhadap sangkaan yang ditujukan untuk Jaksa Pinangki Sirna Malasari atas dugaan suap, pencucian uang, dan permufakatan jahat.
Dalam kaitan dengan dugaan permufakatan jahat, Komjak menekankan pemberantasan praktik mafia hukum yang melibatkan lintas profesi seperti oknum penegak hukum, oknum penasehat hukum, oknum pengusaha, dan oknum politisi diharapkan dapat diungkap tuntas melalui kerja sama penegak hukum, baik Polri, Kejaksaan, dan KPK.
Baca: KPK Dampingi Kementerian PUPR Kelola Barang Milik Negara Senilai Rp2,094 Triliun
"Publik tidak mempersoalkan koordinasi dan supervisi. Tetapi publik mengharapkan para bandit penjahat ini ditindak," kata Ketua Komjak Barita Simajuntak lewat keterangan tertulis, Rabu (23/9/2020).
Barita mengatakan, berdasarkan ekspose yang dilakukan Komjak pertama kali, terkuak Jaksa Pinangki yang tidak berperan sebagai penyidik jaksa dan tidak memiliki kewenangan eksekusi justru menjadi salah satu sosok sentral dalam kasus ini.
"Kemudian muncul oknum penasehat hukum Anita Kolopaking serta Andi Irfan Jaya, pengusaha sekaligus mantan politisi NasDem yang tak lain adalah Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Nasdem Sulawesi Selatan. Ini sudah kelihatan benang merahnya bahwa diduga ada mafia sindikat atau industri hukum yang bermain di sini," kata Barita.
Baca: Ditanya Hakim Soal Intervensi Lewat Perizinan, Ketua Dewas KPK: Kami Tak Campuri Penanganan Perkara
Untuk itu, menurut Barita, penegak hukum harus mendalami seluruh pihak yang terlibat termasuk informasi dugaan adanya politisi yang menjadi bagian dalam kasus ini sebagai penegakan asas equality before the law dan due process of the law.
Komisi Kejaksaan meyakini penyidikan kasus itu belum selesai karena masih dapat didalami dari keterangan Djoko dan Andi Irfan yang juga dijerat pasal pemufakatan jahat.
Di kesempatan lain, Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana meragukan kelengkapan berkas Kejaksaan Agung ketika melimpahkan perkara yang melibatkan jaksa Pinangki Sirna Malasari ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Setidaknya, kata dia, hal yang terlihat hilang dalam penanganan perkara tersebut.
"Pertama, Jaksa Penuntut Umum tidak menjelaskan, apa yang disampaikan atau dilakukan oleh Pinangki Sirna Malasari ketika bertemu dengan Djoko S Tjandra, sehingga membuat buronan kasus korupsi itu dapat percaya terhadap Jaksa tersebut," kata Kurnia.
Baca: Dewas Jatuhkan Sanksi Ringan SP 1 kepada Ketua WP KPK Yudi Purnomo
Hal ini penting, kata dia, sebab secara kasat mata, tidak mungkin seorang buronan kelas kakap seperti Djoko Tjandra dapat menaruh kepercayaan tinggi kepada Pinangki.
Terlebih yang bersangkutan juga tidak memiliki jabatan penting di Kejaksaan Agung.
Jaksa Penuntut Umum juga belum menjelaskan, apa-apa saja langkah yang sudah dilakukan oleh Pinangki dalam rangka menyukseskan action plan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.