Pengamat: Indonesia Belum Laksanakan Prinsip Responsif dan Efektif dalam Atasi Pandemi Covid-19
Jamiluddin menilai keinginan presiden tersebut sangat standar dan normatif. Sebab, setiap lembaga memang harus responsif dan efektif
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul M Jamiluddin Ritonga angkat bicara mengenai pidato Presiden Joko Widodo pada Sidang Majelis Umum ke-17 PBB secara virtual yang mendorong PBB untuk lebih responsif dan efektif dalam menyelesaikan tantangan dunia.
Jamiluddin menilai keinginan presiden tersebut sangat standar dan normatif. Sebab, setiap lembaga memang harus responsif dan efektif dalam menyelesaikan berbagai rantangan dunia yang datang silih berganti.
Baca: Mengapa Jokowi Tak Berbahasa Inggris dan Memilih Bahasa Indonesia Saat Pidato di Sidang PBB?
Baca: Pidato di PBB, Jokowi Berbahasa Indonesia hingga Singgung Vaksin Corona dan Palestina
Lembaga yang tidak responsif akan dengan sendirinya larut dan terbenam oleh aneka permasalahan.
Oleh karena itu, Jamiluddin menilai prinsif responsif dan efektif seyogyanya diterapkan di Indonesia, terutama dalam mengatasi pandemi Covid-19.
"Namun kita semua tahu, Indonesia dalam menangani pandemi covid-19 belumlah melaksanakan prinsif responsif dan efektif. Justru diawal pemunculan covid-19, Indonesia tampak lamban," ujar Jamiluddin, kepada Tribunnews.com, Kamis (24/9/2020).
"Akibatnya, pandemi covid-19 hingga sekarang belum juga melanda. Itu artinya, Indonesia belum melaksanakan prinsif responsif dan efektif dalam mengatasi pandemi Covid-19," imbuhnya.
Selain itu, Jamiluddin juga menyinggung Jokowi yang mengajak dunia untuk mengatasi Covid-19 dalam kesetaraan.
Baca: Ini Penyebab Jokowi Tak Pakai Bahasa Inggris saat Pidato di Sidang Umum PBB, Bukan soal Kemampuan
Menurutnya ajakan Jokowi itu memang menjadi salah satu prinsif dalam komunikasi yang efektif. Karena, kata dia, komunikasi tidak akan efektif bila pihak-pihak yang terlibat dalam penanganan covid-19 merasa dirinya lebih unggul dari pihak yang lain.
Hanya saja, Jamiluddin menilai prinsip tersebut juga belum optimal dilaksanakan di Indonesia.
"Kasus relasi Pemerintah Pusat dan Pemerintah DKI Jakarta misalnya kerap terlihat dalam ketidaksetaraan. Hal ini membuat komunikasi antara Pusat dan DKI Jakarta terganggu dalam mengatasi Covid-19," jelasnya.
"Jadi, ajakan Jokowi di PBB tersebut seyogyanya diterapkan di Indonesia dengan sungguh-sungguh. Kebiasaan retorik sudah seharusnya ditanggalkan. Perkataan dan perbuatan harus sinkron agar persoalan Covid-19 dapat diatasi dengan efektif," tandasnya.