KPK: Hong Arta Segera Diadili atas Kasus Suap di Kementerian PUPR
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah merampungkan proses penyidikan kasus dugaan suap terkait proyek di Kementerian PUPR.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah merampungkan proses penyidikan kasus dugaan suap terkait proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tahun anggaran 2016 yang menjerat Direktur dan Komisaris PT Sharleen Raya (JECO Group) Hong Arta John Alfred.
Berkas perkara, barang bukti dan tersangka Hong Arta pun dilimpahkan penyidik ke tahap penuntutan atau tahap II setelah dinyatakan lengkap atau P21.
"Tim Penyidik KPK melaksanakan tahap II atau penyerahan tersangka dan barang bukti tersangka dan terdakwa HJA (Hong Arta John Alfred) kepada Tim JPU," kata Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (25/9/2020).
Baca: Wakil Ketua DPD RI: Kinerja Kejagung Telah Gilas Nama Besar KPK
Dengan pelimpahan ini, penahanan Hong Arta dialihkan dan menjadi kewenangan Tim Jaksa Penuntut selama 20 hari terhitung sejak 24 September 2020 sampai dengan 13 Oktober 2020 di Rutan KPK Gedung Merah Putih.
Sementara Jaksa Penuntut Umum memiliki waktu maksimal 14 hari kerha untuk menyusun surat dakwaan dan melimpahkannya ke Pengadilan Tipikor Jakarta untuk disidangkan.
"Persidangan akan berlangsung di PN Tipikor Jakarta Pusat," kata Ali.
Baca: KPK Periksa Staf Keuangan Waskita Karya terkait Korupsi Proyek Fiktif
Dalam menuntaskan pengusutan kasus ini, tim penyidik telah memeriksa sekitar 67 orang, di antaranya anggota DPR dari Fraksi PDIP, Damayanti Wisnu Putranti, Damayanti Wisnu Putranti; Barnabas Orno yang merupakan Wakil Gubernur Maluku; dan mantan anggota DPR dari Fraksi Golkar Budi Supriyanto.
Selain itu, tim penyidik KPK juga telah memeriksa politikus lainnya, seperti Wakil Gubernur Lampung yang juga politikus PKB, Chusnunia Chalim alias Nunik.
Selain itu, pada 30 September 2019, penyidik memeriksa tiga politikus PKB, Fathan, Jazilul Fawaid, dan Helmi Faisal Zaini.
Bahkan, KPK juga sudah memanggil dan memeriksa Wakil Ketua DPR sekaligus Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar sebagai saksi dalam kasus ini pada Rabu (29/1/2020).
Upaya KPK memanggil dan memeriksa Cak Imin diduga berkaitan dengan permohonan Justice Collaborator yang dilayangkan mantan politikus PKB Musa Zainuddin pada Juli 2019.
Musa Zainuddin diketahui telah dihukum 9 tahun penjara karena terbukti menerima suap Rp 7 miliar untuk meloloskan proyek Kementerian PUPR di Maluku dan Maluku Utara tahun anggaran 2016.
Baca: Muncul di Situs KPK, Data Kekayaan Gibran Rakabuming Raka Sentuh Rp21 Miliar
Uang itu berasal dari Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama, Abdul Khoir.
Dalam surat pengajuan JC itu, Musa mengaku uang yang diterimanya dari Abdul Khoir tak dinikmatinya seorang diri.
Sebanyak Rp 6 miliar diserahkan kepada Sekretaris Fraksi PKB kala itu, Jazilul Fawaid di kompleks rumah dinas anggota DPR.
Setelah menyerahkan uang kepada Jazilul, Musa mengaku langsung menelepon Ketua Fraksi PKB Helmy Faishal Zaini untuk menyampaikan pesan kepada Cak Imin bahwa uang Rp 6 Miliar sudah diserahkan lewat Jazilul. Keterangan ini tak pernah terungkap di muka persidangan.
Musa mengaku memang menutupi peran para koleganya lantaran menerima instruksi dari dua petinggi partai.
Dua petinggi partai, kata Musa, mengatakan Cak Imin berpesan agar kasus itu berhenti di Musa.
Seusai diperiksa penyidik pada akhir Januari lalu, Cak Imin membantah pengakuan Musa. Cak Imin juga membantah menerima uang dari Musa.
Diketahui, KPK menetapkan Komisaris dan Direktur PT Sharleen Raya, Hong Arta John Alfred sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek di Kementerian PUPR.
Hong Arta diduga bersama-sama sejumlah pengusaha lain menyuap sejumlah penyelenggara negara untuk memuluskan usulan proyek pembangunan jalan dan jembatan di wilayah Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara milik Kementerian PUPR.
Tim penyidik menemukan fakta yang didukung bukti-bukti berupa keterangan saksi, dokumen dan barang bukti elektronik bahwa Hong Arta dan rekan-rekannya menyuap sejumlah pihak, seperti Amran Hi Mustary selaku Ketua Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara sebesar Rp 8 miliar pada Juli 2015 dan Rp 2,6 miliar pada Agustus 2015.
Selain itu, Hong Arta juga memberikan suap sebesar Rp 1 miliar kepada Damayanti Wisnu Putranti selaku anggota Komisi V DPR dari Fraksi PDIP periode 2009-2014 pada November 2015.
Hong Arta merupakan tersangka ke-12 yang dijerat KPK terkait kasus ini.
Sebelumnya, KPK telah menjerat lima anggota DPR, seorang Kepala Balai, seorang bupati, dan empat orang pihak swasta.
Mereka yang dijerat KPK, yakni, anggota DPR dari Fraksi PDIP, Damayanti Wisnu Putranti, dua rekannya, Julia Prasetyarini dan Dessy A Edwin; Dirut PT Windhu Tunggal Utama, Abdul Khoir, Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara, Amran HI Mustary; Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa, Sok Kok Seng, dan empat Anggota DPR lainnya yakni, Budi Supriyanto; Andi Taufan Tiro; Musa Zainuddin; serta Yudi Widiana Adia serta Bupati Halmahera Timur, Rudi Erawan.