3 Hari Berturut-turut Capai Rekor, Epidemiolog: Presiden Harus Pimpin Langsung Penanganan Covid-19
Epidemiolog menyarankan agar Presiden Jokowi harus pimpin langsung penanganan Covid-19 setelah 3 hari berturut-turut capai rekor penambahan Covid-19.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
TRIBUNNEWS.COM - Penambahan kasus Covid-19 di Indonesia mencapai rekor dalam tiga hari berturut-turut.
Tercatat pada Rabu (23/9/2020) rekor kasus harian Covid-19 kembali dipecahkan setelah penambahan 4.465 kasus.
Kemudian, rekor kembali tercatat pada Kamis (24/9/2020) dengan total penambahan 4.634 kasus dalam 24 jam.
Terakhir, pada Jumat (25/9/2020) kemarin, tercatat lagi rekor kasus harian Covid-19 paling tinggi sebanyak 4.823 kasus.
Sehingga total kasus Covid-19 di Indonesia kini mencapai 266.845 kasus.
Tentu penambahan kasus yang semakin melonjak menjadi kekhawatiran publik.
Baca: BREAKING NEWS: Kembali Pecah Rekor dengan 4.823 Orang, Total Kasus Positif Covid-19 Sebanyak 266.845
Lantas apa pendapat dari ahli epidemiologi agar target penurunan Covid-19 tercapai?
Epidemiolog dari Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono membeberkan beberapa masukan.
Pertama, ia menyarankan agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengambil alih penanganan pandemi Covid-19.
Hal itu lantaran kasus harian Covid-19 di Indonesia memecahkan rekor sebanyak tiga kali pada pekan ini.
"Jadi kalau sesuai dengan targetnya enggak tercapai, ya sudah."
"Presiden harus pimpin langsung penanggulangan (Covid-19)," kata Pandu kepada Kompas.com, Jumat (25/9/2020)
Baca: Epidemiolog UI Nilai Pemerintah Tidak Punya Rencana Jangka Panjang Hadapi Covid-19
"Tidak ada lagi Gugus Tugas, tidak ada Satgas, pemerintah dengan kementerian-kementerian menanggulanginya," ucap Pandu.
Pandu menilai, penanganan saat ini belum efektif untuk menekan penularan Covid-19.
Alhasil penularan di masyarakat masih terus terjadi.
Oleh karena itu, ia menilai Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan perlu turun langsung.
"Supaya efektif harus ditangani langsung oleh negara. Orang di mana-mana enggak ada Gugus Tugas kok."
"Cuma di Indonesia saja pakai Gugus Tugas, pakai Satgas," ujar dia.
Baca: Dalam 10 Hari 1.254 Orang di Indonesia Meninggal Akibat Corona, Ini Kekhawatiran Epidemiolog
Disisi lain, Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Ede Surya Darmawan juga membeberkan sarannya.
Ia menilai, perlu ada upaya peningkatan jumlah tes virus corona (Covid-19).
Testing tersebut, kata dia, harus ditingkatkan di setiap daerah yang menghadapi pandemi Covid-19 di Indonesia.
"Mestinya ada sebuah upaya, masing-masing daerah itu menaikan jumlah tesnya," kata Ede kepada Kompas.com, Jumat (25/9/2020).
Kendati demikian, Ede mengingatkan, tes Covid-19 tersebut harus berdasarkan hasil penelusuran kontak atau contac tracing.
Sehingga hasil pemeriksaan sesuai dengan kebutuhan dan upaya menekan kasus Covid-19.
Baca: Epidemiolog Prediksi 30.000 Orang di Indonesia Bisa Meninggal Akibat Covid-19, Saat Ini Baru 10.000
Selain itu, Ede juga menduga, angka positivity rate Covid-19 di Indonesia tengah mengalami kenaikan.
Positivity rate merupakan persentase pasien yang positif Covid-19 berdasarkan tes.
Cara menghitungnya dengan membagi jumlah total kasus positif dengan tes yang dilakukan.
"Yang testing di atas 25.000 itu bukan kemarin saja, dulu pun pernah. Isunya justru positivity rate-nya yang malah naik."
"Testing-nya sudah 40.000, 30.000 orangnya 25.000 kan, tetapi ternyata yang positif masih di atas 10 persen, bahkan jauh dari lima persen," kata dia.
Baca: AHY Minta Pemerintah Lakukan Testing Masif Agar Indonesia Lepas dari Covid-19
Baca: Mendagri Tito Sebut Pilkada Bisa Jadi Momentum Lawan Covid-19 hingga Stimulus Pertumbuhan Ekonomi
Ede mengatakan, kenaikan angka positivity rate itu terjadi karena pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) belum dilakukan maksimal.
Selain itu, beberapa daerah yang mengalami penambahan kasus cukup tinggi tidak melaksanakan PSBB.
"Kebijakan besar PSBB itu ya jangan Jakarta doang kalau tujuannya adalah untuk menghentikan laju penularan," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Maliana, Kompas.com/Sania Mashabi)