KSPI dan Buruh Menolak Keras Sistem Kejar Tayang RUU Cipta Kerja yang Dipaksakan Pemerintah dan DPR
Selain mengeluarkan klaster ketenagakerjaan, serikat pekerja meminta tidak ada pasal-pasal di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 yang diubah.
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) bersama serikat pekerja lainnya kembali meminta klaster ketenagakerjaan dikeluarkan dari Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja.
Hal tersebut disampaikan seiring Badan Legislasi (Baleg) DPR dan pemerintah mulai membahas klaster ketenagakerjaan di RUU Cipta Kerja pada Sabtu (26/9/2020).
Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, selain mengeluarkan klaster ketenagakerjaan, serikat pekerja juga meminta tidak ada pasal-pasal di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 yang diubah atau dikurangi.
"Bila ada permasalahan perburuhan yang belum diatur dalam UU No 13/2003 dalam rangka meningkatkan investasi dan menghadapi revolusi industri 4.0, mari kita dialog untuk dimasukkan dalam omnibus law. Tapi tidak boleh sedikit pun mengubah apalagi mengurangi isi UU Nomor 13 Tahun 2003," kata Said, Jakarta, Minggu (27/9/2020).
Baca: Akhir Pekan, Baleg DPR Gelar Rapat Bahas RUU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan
Oleh sebab itu, kata Said, buruh Indonesia mendesak Panja Baleg DPR untuk menghentikan pembahasan RUU Cipta Kerja, karena saat pembahasannya besar kemungkinannya akan terjadi pengurangan hak-hak buruh yang diatur dalam pasal-pasal pada undang-undang tersebut.
Said menyebut, pemerintah dan DPR seakan kejar tayang dalam pembahasan RUU Cipta Kerja, tanpa mendengarkan pihak lain yang akan terdampak dari aturan tersebut jika telah disahkan.
"KSPI dan buruh Indonesia menolak keras sistem kejar tayang yang dipaksakan oleh pemerintah dan DPR, di mana omnibus law akan disahkan pada tanggal 8 Oktober 2020," paparnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.