Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Catatan Komisi X DPR Atas Dicabutnya Klaster Pendidikan dari RUU Cipta Kerja

Dengan dikeluarkannya klaster pendidikan dari RUU Cipta Kerja, pemerintah diminta mempercepat revisi UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas.

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Theresia Felisiani
zoom-in Catatan Komisi X DPR Atas Dicabutnya Klaster Pendidikan dari RUU Cipta Kerja
Tribunnews/Herudin
Aktivis Greenpeace memasang manekin di depan Kompleks Parlemen Senayan terkait aksi demonstrasi penolakan RUU Cipta Kerja atau Omnibus Law, di Jakarta Pusat, Senin (29/6/2020). Manekin tersebut dipasang sebagai perwakilan dari massa aksi yang saat ini masih di rumah. Dalam aksinya, aktivis mendesak pemerintah dan DPR untuk menghentikan proses pembahasan RUU Omnibus Law dan lebih fokus menangani pandemi virus corona (Covid-19). Tribunnews/Herudin 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-  Anggota Komisi X DPR RI dari Golkar, Ferdiansyah menyambut baik dikeluarkannya klaster Pendidikan dari draf omnibus law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja.

Dia menilai, ada yang melenceng dari amanat UUD 1945 dan prinsip-prinsip dasar pendidikan.

Dengan demikian pengelolaan penyelenggaraan Pendidikan akan kembali diatur berdasarkan aturan perundangan yang sudah ada (Existing).

"Kita bersyukur bidang pendidikan dicabut dari RUU Cipta kerja. Ini menjadi hal yang perlu kita respon positif" ujar Ferdiansyah dalam Webinar 'Arah Kebijakan Pendidikan Nasional Paska Klaster Pendidikan Keluar dari RUU Cipta Kerja, dalam aplikasi Zoom, yang digelar penddikan Vox Point, Minggu (27/9/2020).

Dengan dikeluarkannya klaster pendidikan dari RUU Cipta Kerja, dia mendorong pemerintah untuk mempercepat revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).

Revisi UU Sisdiknas diperlukan untuk menjawab situasi, kondisi dan perkembangan yang sangat cepat.

Ia menambahkan, revisi Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 adalah inisiasi dari pemerintah.

Berita Rekomendasi

"Itu berdasarkan keputusan Rapat Kerja Badan Legislasi bersama Menteri Hukum dan HAM tentang program legislasi 2020-2024 dan masuk program legislasi nasional 2020. Ditetapkanlah Revisi UU Nomor 20 Tahun 2003, itu yang menginisiasi pemerintah," jelasnya.

Baca: HNW: Pencabutan Klaster Pendidikan Bukti RUU Ciptaker Bermasalah

Baca: Fraksi Partai NasDem Sambut Baik Penarikan Sub-Klaster Pendidikan di RUU Cipta Kerja

Untuk itu dia mendorong semua stakeholder pendidikan mempelototi dan memastikan pemerintah menyelesaikan naskah akademik dan batang tubuh yang lain terkait Revisi UU Sisdiknas.

Langkah itu juga harus diikuti dengan cetak biru pendidikan yang jelas.

Blue print ini menjadi penting terutama dalam kaitan dengan visi Presiden Jokowi terkait terciptanya SDM unggul di Indonesia.

Selain itu, kata dia, harus melihat dan memastikan pendidikan yang berbasis budaya, ketika berbicara untuk meningkatkan kompetensi seorang atau peserta didik.

Terakhir, ia mengatakan, perlunya data-data dalam menentukan arah pendikan nasional, termasuk kurikulum.

"Contoh kurikulum ditentukan dengan cermat dan teliti berdasarkan evaluasi berbasis kajian. Misalnya kurikulum KBK pada 2002, berganti KTSP 2006, kemudian Kurtilas 2013. Pertanyaan yang sangat mendasar mana evaluasinya, kajian akademiknya dan adakah data mengenai yang sudah full atau sudah menggunakan Kurtilas? Tidak ada data baik itu di setiap jenjang," ucapnya.

Hal senada juga disampaikan Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda, yang menyambut baik keputusan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mengeluarkan kluster Pendidikan dari Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Lapangan Kerja (Ciptaker).

Dengan demikian pengelolaan penyelenggaraan Pendidikan akan kembali diatur berdasarkan aturan perundangan yang sudah ada (Existing).

“Kami menyampaikan terima kasih kepada Baleg DPR dan pemerintah yang mendengarkan aspirasi kami untuk mengeluarkan kluster Pendidikan dari pembahasan RUU Ciptaker. Karena kami meyakini banyak mudharat daripada manfaatnya ketika penyelenggaraan Pendidikan diatur dalam RUU Ciptaker,” ujar politikus PKB ini kepada Tribunnews.com, (24/9/2020).

Dia menjelaskan prinsip-prinsip penyelenggaraan Pendidikan yang diatur dalam RUU Ciptaker dinilai banyak kalangan kontraproduktif bagi ekosistem Pendidikan di tanah air.

Baca: DPR dan Pemerintah Sepakat Keluarkan Klaster Pendidikan di RUU Cipta Kerja

Baca: Fraksi PKS: Pemerintah Harus Cabut Klaster Pendidikan dari Omnibus Law Cipta Kerja

Penghapusan persyaratan pendirian perguruan tinggi asing di Indonesia, penghapusan prinsip nirlaba dalam otonomi pengelolaan perguruan tinggi, dan penghapusan kewajiban bagi perguruan tinggi asing untuk bekerjasama dengan perguruan tinggi nasional menjadi contoh kecil bagaimana RUU Ciptaker akan menjadikan Indonesia sebagai pasar bebas Pendidikan.

"Kami tidak bisa membayangkan jika RUU Ciptaker kluster pendidikan benar-benar disahkan. Pasti banyak kampus-kampus di Indonesia yang akan gulung tikar karena kalah bersaing dengan berbagai perguruan tinggi asing yang lebih mapan,” jelasnya.

Huda menilai berbagai regulasi terkait penyelenggaraan Pendidikan di Indonesia sejauh ini masih tetap relevan.

Menurutnya UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional, UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, maupun UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang hendak disederhakan dalam RUU Ciptaker masih layak dijadikan dasar hukum penyelenggaraan Pendidikan nasional.

“Berbagai aturan perundangan terkait Pendidikan sampai saat ini masih cukup relevan, meskipun kita tidak menutup peluang adanya berbagai revisi beberapa aturan agar sesuai dengan perkembangan situasi nasional maupun global,” katanya.

Politikus PKB ini membuka ruang bagi perbaikan regulasi penyelenggaraan Pendidikan nasional melalui Panitia Kerja (Panja) Peta Jalan Pendidikan Indonesia Komisi X DPR.

Panja Peta Jalan Pendidikan ini akan menampung berbagai usulan dan aspirasi masyarakat terkait perbaikan regulasi Pendidikan di tanah air.

“Panja Peta Jalan Pendidikan ini merupakan langkah awal untuk melakukan berbagai terobosan di bidang Pendidikan agar di satu sisi kompatibel dengan perkembangan global di sisi lain tetap sesuai dengan jati diri Indonesia,” jelasnya.(*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas