Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Dituding anti-Islam, Politikus PDIP: Jokowi Jauh Lebih Akomodatif Dibandingkan Zaman Orba

Itu tudingan ngawur, pemikiran tidak mendasar dan tidak mengerti siapa itu Jokowi. Jelas-jelas bahwa presiden itu mengambil atau bergandengan tangan

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Dituding anti-Islam, Politikus PDIP: Jokowi Jauh Lebih Akomodatif Dibandingkan Zaman Orba
Arief/Man (dpr.go.id)
Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politikus PDI Perjuangan Rahmad Handoyo membantah tudingan pemerintahan Jokowi anti-Islam seperti yang diungkap Greg Fealy, profesor dari Australian National University, dalam makalah berjudul 'Jokowi in the COVID-19 Era: Repressive Pluralism, Dynasticism and Over-Bearing State'.

Rahmad mempertanyakan dasar dari tudingan yang disebutnya sangat tidak mendasar tersebut.

"Itu tudingan ngawur, pemikiran tidak mendasar dan tidak mengerti siapa itu Jokowi. Jelas-jelas bahwa presiden itu mengambil atau bergandengan tangan memimpin negara itu dengan tokoh muslim, kiai yang sangat dihormati dari kalangan NU. Bagaimana bisa disebut anti muslim?" ujar Rahmad, ketika ditemui Tribunnews.com di ruangannya, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (30/9/2020).

Rahmad menegaskan Jokowi jauh lebih akomodatif terhadap kelompok Islam atau masyarakat muslim. Dia membandingkan dengan zaman Orde Baru (Orba) yang dianggapnya sangat brutal.

Baca: Profesor Australia Tuding Pemerintah Jokowi Anti-Islam, Legislator Golkar Sebut Tuduhan Ngawur

"Dibandingkan Orba, Jokowi jauh lebih akomodatif terhadap kelompok atau yang beragama Islam. Dia seorang dialog, yang menggunakan dialektika ketika ada perbedaan," kata dia.

"Coba dibandingkan dengan Orba, langsung diberangus, ditangkap dan kemudian jatuh korban. Mana ada era sekarang ini ada seperti itu. Itu fakta, kenyataan," imbuhnya.

Meskipun memang, kata Rahmad, saat ini ada banyak perbedaan pandangan dan politik antara beberapa tokoh muslim dengan Jokowi. Namun, menurutnya hal itu tidak bisa digeneralisasikan.

Berita Rekomendasi

"Banyak kebijakan atau tokoh-tokoh yang diakomodir dari muslim untuk membantu dalam pemerintahan Jokowi. Bahkan wakil presiden pun diambil dari kiai yang sangat dihormati," jelasnya.

Oleh karena itu, anggota Komisi IX DPR RI itu menilai Greg Fealy perlu mempelajari sejarah bangsa Indonesia dan juga belajar bagaimana memandang atau memotret orang.

Rahmad mengkritik yang bersangkutan bahwa jangan jabatannya profesor namun memandang orang dengan pendekatan yang tidak komprehensif dan tidak holistik.

"Ini saya kira pemikiran yang sangat sempit. Pemikiran yang membodohi, sehingga ini nggak perlu didengarkan karena nggak mengerti bangsa kita, nggak mengerti pemimpin, mereka main menyudutkan. Ini adalah masalah harga diri bangsa," jelas Rahmad.

"Jadi dia (Greg) memandang dari jauh, dari sudut pandang yang terlalu sempit, sehingga ini perlu dikoreksi. Dan saya kira nggak ada gunanya mengomentari dia. Lebih baik dia mengurus saja soal negara mereka atau golongan Islam yang disana, apakah kelompok muslim di negara mereka itu mendapatkan kehormatan disisi negara dan masyarakat. Itu saja, nggak usah menilai bangsa, pemimpin lain dari jauh, urusin saja mereka sendiri," tandasnya.


Sebelumnya diberitakan, Greg Fealy, profesor dari Australian National University, menuangkan pandangannya terhadap pemerintahan Presiden Jokowi dalam 4 tahun ke belakang. Greg menuding pemerintah Jokowi anti-Islam.

Tulisan Greg ini dimuat di East Asia Forum pada 27 September 2020. Artikel di situs East Asia Forum ini diambil dari makalah terbaru Greg yang berjudul, 'Jokowi in the COVID-19 Era: Repressive Pluralism, Dynasticism and Over-Bearing State' yang akan terbit di Bulletin of Indonesian Economic Studies dan dimuat dalam ANU Indonesia Update 2020.

"Selama empat tahun terakhir, pemerintah Presiden Indonesia Joko 'Jokowi' Widodo telah melakukan kampanye penindasan terpadu dan sistematis terhadap kaum Islamis. Ini mungkin kabar baik bagi mitra barat Indonesia, terutama Australia, di mana survei-survei berulang kali menunjukkan bahwa banyak orang takut akan meningkatnya konservatisme dan militansi Islam Indonesia," tulis Greg dalam artikel itu.

Greg menyebut Australia dan negara lain harus prihatin akan kondisi yang disebutnya sebagai 'kebijakan anti-Islamis' ini.

"Karena hal itu mengikis hak asasi manusia, merusak nilai-nilai demokrasi, dan dapat menyebabkan reaksi radikal terhadap apa yang dilihat sebagai antipati negara berkembang terhadap Islam," tulis Greg.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas