BP2MI Nilai Tanpa Peran Pemda, Penempatan PMI Nonprosedural Semakin Banyak
Menurut BP2MI perlu kerja sama antarara Kementerian/Lembaga terkait, utamanya jajaran pemda dalam membongkar praktik penempatan PMI nonprosedural.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani menyoroti maraknya penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) secara nonprosedural.
Menurut Benny, perlu kerja sama dan koordinasi antara Kementerian/Lembaga terkait, utamanya seluruh jajaran pemerintah daerah dalam membongkar praktik nonprosedural tersebut.
Hal itu disampaikan Benny saat bertemu dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, di Jakarta, Kamis (1/10/2020).
"Adanya UU no 18 tahun 2017 yang menggantikan UU no 39 tahun 2004, telah berdampak pada terjadinya perubahan tata kelola Pelindungan dan Penempatan PMI. Dimana pada UU sebelumnya, pemerintah daerah sama sekali tidak terlibat dalam tata kelola penempatan dan pelindungan PMI," kata Benny Rhamdani.
Baca: BP2MI Gagalkan Percobaan Pengiriman 6 Calon Pekerja Migran Indonesia Ilegal ke Kamboja
Dalam UU 18 tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, lanjut Benny, telah memberikan kewenangan kepada Pemerintah daerah, baik Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota dan Desa, yang diamanatkan pada pasal 40, 41, dan 42.
Benny menjelaskan, namun dalam kenyataannya, masih banyak Pemerintah Daerah yang belum memahami mandat dari UU No 18 tahun 2017 tersebut.
Adapun beberapa hal yang perlu segera dilakukan oleh Pemerintah Daerah adalah: pertama, memfasilitasi pendidikan dan pelatihan melalui BLKLN yang berkualitas, hal ini untuk mendukung kebijakan pembebasan biaya pelatihan bagi calon PMI.
Kedua, memfasilitasi berdirinya LTSA (Layanan Terpadu Satu Atap) yang merupakan sentra pelayanan bagi PMI yang terdiri dari beberapa unsur instansi terkait, seperti : Imigrasi, Kepolisian, Dukcapil, Dinas Ketenagakerjaan, BPJS dan BP2MI.
Ketiga, mengawasi kualitas LPK (swasta) di daerah, sehingga akan menghasilkan calon PMI yang mempunyai kompetensi.
Baca: Tujuh Pekerja Migran Indonesia Asal Kalbar dan NTT Direpatriasi dari Malaysia
Keempat, melakukan edukasi dan sosialisasi bagi calon PMI di daerahnya.
Kelima, melakukan pemberdayaan bagi PMI yang telah selesai bekerja di negara penempatan.
Keenam, pembentukan Peraturan Daerah yang mendukung pelindungan terhadap PMI.
"Apabila tidak terdapat penguatan peran Pemerintah Kabupaten/Kota/Desa dalam pelaksanaan tata kelola penempatan dan pelindungan PMI, maka akan semakin banyak lagi pengiriman PMI secara nonprosedural dengan kualitas kompetensi yang rendah, sehingga akan menimbulkan kasus-kasus PMI di negara-negara tujuan penempatan," papar Benny.
Untuk mencegah pengiriman PMI secara illegal ini, BP2MI telah membentuk Satgas Pemberantasan Sindikat pengiriman PMI secara illegal yang di-launching pada Hari Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 2020 lalu.
"Dalam memberantas sindikat pengiriman PMI secara ilegal ini membutuhkan kerja-kerja kolaborasi, serta dukungan dari seluruh stakeholder termasuk pemerintah daerah. Disamping itu, BP2MI juga segera memetakan daerah yang menjadi kantong-kantong PMI, pola perekrutan dan pola pengiriman PMI secara illegal ke negara-negara tujuan penempatan," ujar Benny.
Baca: Latih Bahasa Jepang, Kemnaker Tingkatkan Kompetensi 480 Calon Pekerja Migran Indonesia
Mendagri Tito Karnavian mendukung penuh upaya BP2MI untuk bersinergi dan memberantas sindikat pengiriman PMI secara ilegal, yang akan dituangkan ke dalam MoU (Memorandum of Understanding) antara BP2MI dan Kementerian Dalam Negeri.
"Dengan kerjasama yang erat antara BP2MI dengan pemerintah daerah ke depannya, diharapkan PMI dan keluarganya dapat terlindungi secara maksimal. Utamanya, mereka dapat meningkatkan kesejahteraan bagi dirinya dan keluarga, serta berkontribusi pada bangsa dan negara", tutup Tito.