Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Supratman Nilai Birokrat Koruptif Akan Jadi Korban Pertama UU Ciptaker

Menurut Supratman, RUU Cipta Kerja ini akan menghilangkan sikap koruptif sejumlah aparat dalam perizinan.

Editor: Content Writer
zoom-in Supratman Nilai Birokrat Koruptif Akan Jadi Korban Pertama UU Ciptaker
DPR RI (Dok/Man)
Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas. 

TRIBUNNEWS.COM - Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas menegaskan apa yang sudah diputuskan oleh Badan Legislasi tentang RUU Cipta Kerja pekan lalu patut disyukuri. Pasalnya, lanjut Supratman, undang-undang tersebut akan dalam membuat kemudahan dan deregulasi di Indonesia.

Menurut Supratman, RUU Cipta Kerja ini akan menghilangkan sikap koruptif sejumlah aparat dalam perizinan. Ia menyebut para birokrat koruptif sebagai korban pertama dari UU Ciptaker kelak.

"Bahkan para birokrat-birokrat itu akan menjadi korban pertama. Pasalnya dalam sistem perizinan nanti, orang tidak lagi akan berhadapan. Terkait perizinan nanti akan menggunakan OSS (Online Single Submission),” kata Supratman.

Baca: Ace Hasan Sebut RUU Ciptaker Angin Segar bagi Industri Halal di Indonesia

Menurut anggota Fraksi Partai Gerindra ini, perilaku koruptif yang mungkin dilakukan oleh aparat dalam perizinan tidak akan terjadi lagi. “Korupsi dalam perizinan tidak akan terjadi lagi. Masalah korupsi dalam perizinan ini terpecahkan oleh omnibus law,” ungkap Supratman.

Bagi pihak-pihak yang menolak Omnibus Law hanya dari satu sisi saja, Supratman meminta agar mereka lebih bijaksana dalam melihat sebuah masalah. “Jangan melihat parsial saja, tapi lihatlah secara keutuhan terhadap proses pembentukan undang-undang,” kata Supratman.

Ia pun menggambarkan jika dalam proses pembahasan Omnibus Law sangat legitimate dan dapat dipertanggungjawabkan ke publik.

Sementara soal penolakan dua fraksi, yakni PKS dan Partai Demokrat, Supratman pun menggarisbawahi beberapa hal.

BERITA REKOMENDASI

“Fraksi Demokrat itu tadinya masuk (pembahasan), kemudian keluar. Dan kemudian di akhir masa pembahasan mereka masuk lagi. Jadi mekanisme yang terjadi di dalam itu demikian. Soal alasan mereka menolak, saya tak ingin mencampuri,” tambah Supratman.

Baca: Tujuh Alasan Mengapa Omnibus Law RUU Cipta Kerja Layak Ditolak Buruh Menurut KSPI

Sementara soal penolakan PKS lain lagi. “Tadinya di awal itu, saat permintaan nama menjadi anggota panitia kerja, mereka menyatakan diri menarik. Tetapi dalam perjalanan, mereka itu aktif (dalam pembahasan). Perdebatan-perdebatan kita di dalam panja itu sangat dinamis. Dan penolakan itu tidak muncul, seperti saat akhir ini,” kata Supratman.

Dalam pembahasan RUU Cipta Kerja, pria asal Sulsel ini mengakui jika yang paling berat untuk diperdebatkan itu adalah klaster ketenagakerjaan.

“Saya yakinkan semua sependapat! Seluruh fraksi di awal pembahasan dan pengambilan keputusan terkait pesangon, semua satu suara,” ungkap Supratman. Sembilan fraksi di DPR termasuk di DPD juga satu suara soal pesangon ini.

Namun, perihal tuntutan sekelompok buruh yang menolak keputusan perihal pesangon ini, Supratman bisa memahami.


“Tidak mungkin kami bisa memuaskan semua pihak. Saya mengerti apa yang menjadi tuntutan kawan-kawan buruh. Saya pastikan dan saya janjikan saat mereka demo terakhir di depan gedung DPR, saya katakan bahwa saya bersungguh-sungguh untuk memperjuangkan hal itu,” tegas Supratman.

Menurutnya dari tujuh isu krusial tentang ketenagakerjaan, seperti PHK massal dan lain-lain, peraturan perundangannya sudah dikembalikan ke UU ketenagakerjaan yang lama.

Baca: Arief Poyuono : Buruh Mogok Otomatis karena Pemberlakuan PSBB Ketat hingga Pembubaran BUMN

“Misalnya bagaimana syarat-syarat PHK itu, kami sampaikan bahwa itu kembali ke UU existing dan tidak ada yang berubah sama sekali,” ucap Supratman.

Satu-satunya yang menurut Supratman yang akan berpengaruh terhadap para buruh adalah soal jumlah pesangon. “Tetapi jangan lupa, kalau dilihat dari sisi yang lain, sebenarnya siapa sih yang menginginkan PHK itu terjadi? Kalau buruh itu produksinya dengan gaji bisa seimbang maka tidak akan ada masalah. Tidak ada pengusaha mana pun yang ingin setiap saat ganti tenaga kerjanya. Pasti tidak,” pungkas Supratman. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas