Berdampak pada Sektor Pendidikan, Perhimpunan Guru Ikut Kecam DPR & Pemerintah Sahkan UU Cipta Kerja
Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru turut mengecam disahkannya UU Cipta Kerja karena berdampak pada sektor pendidikan.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
TRIBUNNEWS.COM - Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) turut mengecam pengesahan Omnibus Law Rancangan Undang-undang Cipta Kerja dalam Rapat Paripurna di DPR RI, Jakarta, Senin (5/10/2020).
Koordinator P2G Satriwan Salim menyayangkan sikap DPR dan pemerintah yang tetap memasukkan sektor pendidikan dalam UU Cipta Kerja.
Padahal, pihaknya sudah menyambut baik sikap DPR dan pemerintah yang sebelumnya berkomitmen tak memasukkan sektor pendidikan dalam RUU sapu jagat tersebut.
Namun, dalam draf final UU Cipta Kerja masih terdapat sektor pendidikan.
"Ternyata masih ada Pasal yang memberi jalan luas kepada praktik komersialisasi pendidikan."
"Dengan kata lain, UU Ciptaker menjadi jalan masuk kapitalisasi pendidikan," kata Satriwan dalam keterangan tertulis, Selasa (6/10/2020), dikutip dari Kompas.com.
Baca: UU Cipta Kerja Disahkan, Konfederasi Persatuan Buruh: Kami Sangat Kecewa, Marah, Ingin Menangis
Satriwan mengatakan, sektor pendidikan masuk dalam Paragraf 12 Pendidikan dan Kebudayaan.
Pasal 65 Ayat (1) dalam UU Cipta Kerja yang menyebutkan, "Pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan dapat dilakukan melalui Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam UU ini."
Kemudian Pasal 65 Ayat (2) UU Cipta Kerja menyebutkan, "Ketentuan lebih lanjut pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan diatur dengan Peraturan Pemerintah".
Menurut Satriwan, ketentuan tersebut membuat pemerintah leluasa mengeluarkan kebijakan perizinan usaha di sektor pendidikan.
"Artinya pemerintah (eksekutif) dapat saja suatu hari nanti, mengeluarkan kebijakan perizinan usaha pendidikan."
"Yang nyata-nyata bermuatan kapitalisasi pendidikan, sebab sudah ada payung hukumnya," ujarnya.
Baca: 9.236 Personel TNI-Polri Disiagakan Kawal Aksi Unjuk Rasa Buruh Menolak UU Cipta Kerja di Jadetabek
Kemudian, Satriawan mengatakan, Pasal 1 Ayat (4) dalam UU Cipta Kerja juga menjelaskan terkait "Perizinan Berusaha".
Yaitu, legalitas yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya.
Oleh karenanya, ia menilai, sektor pendidikan akan direduksi menjadi aktivitas industri dan ekonomi.
Menurut Satriwan, DPR tak berkomitmen menepati janjinya terhadap dunia pendidikan dan pegiat pendidikan.
"Hal ini menjadi bukti anggota DPR sedang melakukan prank terhadap dunia pendidikan termasuk pegiat pendidikan."
"Sebelumnya dengan pedenya mereka mengatakan cluster pendidikan telah dicabut dari RUU ini, ternyata sebaliknya," jelasnya.
Kaum buruh rencanakan mogok kerja nasional
Sebelumnya, serikat pekerja yang didominasi para buruh juga ikut meradang karena pengesahan UU Cipta Kerja.
Mereka kecewa lantaran proses pembahasan hingga pengesahan yang dimotori DPR dan pemerintah, tidak membuka ruang partisipasi publik.
Buntutnya, ancaman mogok kerja nasional mulai gencar diserukan oleh jutaan buruh di Indonesia.
Terlebih, pengesahan ini dilakukan di tengah gencarnya elemen buruh dan masyarakat menolak aturan itu.
"Kami sangat kecewa sekali, kita marah, ingin menangis, ingin menunjukan ekspresi kita kepada DPR dan pemerintah," ujar Wakil Ketua Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) Jumisih saat dihubungi Kompas.com, Senin (5/9/2020).
Baca: Di UU Cipta Kerja Pegawai yang Kena PHK Dapat Jaminan Kehilangan Pekerjaan, Bagaimana Skemanya?
Menurutnya, pengesahan UU Cipta Kerja semakin meyakinkan bila pemerintah dan DPR tidak berpihak kepada buruh.
Namun, lahirnya undang-undang itu juga menggambarkan sikap pemerintah dinilai lebih pro terhadap kaum korporasi dan pemodal.
Alhasil, lanjut Jumisih, sikap pemerintah dan DPR justru menjauhkan cita-cita bangsa untuk mensejahterakan masyarakat.
Alih-alih jaminan kesejahteraan yang diterima, masyarakat justru ditimpa beban atas pengesahan UU Cipta Kerja.
Baca: Telegram Larang Aksi Buruh Tuai Kritik dari YLBHI, Polri Beri Penjelasan
"Pemerintah sedang mewariskan kehancuran untuk generasi kita dan generasi akan datang."
"Jadi pemerintah mewariskan bukan kebaikan, tapi kehancuran untuk rakyatnya sendiri, per hari ini," ucap Jumisih.
Adapun sebanyak 2 juta buruh akan melakukan mogok kerja nasional yang dimulai hari ini, Selasa (6/10/2020) hingga Kamis (8/10/2020).
Hal itu disampaikan oleh Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal dalam keterangan tertulis, Senin (5/10/2020).
"32 federasi dan konfederasi serikat buruh dan beberapa federasi serikat buruh lainnya siap bergabung dalam unjuk rasa serempak secara nasional," ujar Said Iqbal.
(Tribunnews.com/Maliana, Kompas.com/Haryanti Puspa Sari)