Politikus PKS: Aneh Kalau Pilkada Tetap Jalan, Unjuk Rasa Omnibus Law Cipta Kerja Dilarang
Hak mengemukakan pendapat, berkumpul, berserikat, dan berekspresi tidak masalah asal mengindahkan protokol kesehatan.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Adi Suhendi

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi II DPR RI fraksi PKS Nasir Djamil mengatakan tidak boleh ada pelarangan demonstrasi dari berbagai elemen masyarakat seperti buruh hingga mahasiswa yang menolak Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja (Cipta Kerja).
Menurutnya, menyuarakan aspirasi merupakan hak konstitusional warga negara.
Meskipun dilakukan di masa pandemi Covid-19, hak mengemukakan pendapat, berkumpul, berserikat, dan berekspresi tidak masalah asal mengindahkan protokol kesehatan.
"Unjuk rasa itu adalah hak warga yang dilindungi konstitusi. Karena itu tidak boleh ada pelarangan. Yang harus dijaga adalah menjaga agar pengunjuk rasa tetap menerapkan protokol kesehatan," kata Nasir kepada wartawan, Selasa (6/10/2020).
Baca: Fraksi Partai Demokrat dan PKS Nilai RUU Cipta Kerja Batasi Keterlibatan Publik
Atas dasar itu, akan menjadi aneh apabila demonstrasi warga negara menolak RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang dinilai tidak pro terhadap rakyat malah dilarang.
Menurutnya, publik akan menilai ada perbedaan sikap antara pelaksanaan Pilkada Serentak 9 Desember yang tetap digelar namun demonstrasi dilarang.
"Pilkada saja boleh di tengah pandemi, apalagi unjuk rasa. Sangat aneh jika Pilkada tetap jalan, acara dangdutan dibiarkan, sementara unjuk rasa dilarang karena ingin menolak kebijakan DPR dan Pemerintah soal RUU Omnibus Law. Inilah anomali demokrasi," ucapnya.
Baca: RUU Cipta Kerja Memastikan Kehadiran Negara untuk Lindungi Pekerja
Adapun DPR telah mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi UU pada Rapat Paripurna Senin (5/10/2020).
Dalam rapat itu, dua fraksi yaitu PKS dan Demokrat menolak pengesahan Omnibus Law Cipta Kerja.
Mogok 3 Hari
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menegaskan, Kendati Omnibus Law UU Cipta Kerja telah disahkan, sebanyak 32 konfederasi serikat buruh tetap melanjutkan aksi mogok kerja nasional yang berlangsung mulai hari ini (6/10/2020) hingga 8 Oktober 2020.
Baca: UU Cipta Kerja Pangkas Sejumlah Hak Pekerja, Libur 2 Hari dalam Seminggu Dihapus
Dalam aksi mogok kerja nasional itu menurut Said Iqbal, buruh akan tetap menyuarakan penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Adapun yang dikritik dari Omnibus Law yaitu tetap ada UMK tanpa syarat dan UMSK jangan hilang, nilai pesangon tidak berkurang, tidak boleh ada PKWT atau karyawan kontrak seumur hidup.
Selanjutnya, tidak boleh ada outsourcing seumur hidup, waktu kerja tidak boleh eksploitatif, cuti dan hak upah atas cuti tidak boleh hilang, karyawan kontrak dan outsourcing harus mendapat jaminan kesehatan dan pensiun.