Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

UU Cipta Kerja Ubah Ketentuan Tentang Pengupahan

RUU Cipta Kerja yang baru disahkan DPR RI menjadi Undang-Undang, Senin (5/10/2020) menjadi sorotan publik khususnya pekerja.

Editor: Adi Suhendi
zoom-in UU Cipta Kerja Ubah Ketentuan Tentang Pengupahan
Tribunnews.com/ Seno Tri Sulistiyono
Buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) akan melakukan aksi demonstrasi menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja di depan gedung DPR, Jakarta, Rabu (29/7/2020). 

Pemerintah yang diwakili Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, RUU Cipta Kerja diperlukan untuk meningkatkan efektivitas birokrasi dan memperbanyak lapangan kerja.

Menurut dia, RUU Cipta Kerja akan memberikan manfaat bagi masyarakat dan pemerintah.

"Kita memerlukan penyederhanaan, sinkronisasi, dan pemangkasan regulasi. Untuk itu, diperlukan UU Cipta Kerja yang merevisi beberapa undang-undang yang menghambat pencapaian tujuan dan penciptaan lapangan kerja. UU tersebut sekaligus sebagai instrumen dan penyederhanaan serta peningkatan efektivitas birokrasi," ujar Airlangga.

Hak Libur 2 Hari dalam Seminggu Dihapus

Omnibus law UU Cipta Kerja yang baru disahkan tersebut memangkas sejumlah hak pekerja yang semula ada dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Berdasarkan naskah UU Cipta Kerja yang diterima Kompas.com dari Badan Legislasi DPR, Senin (5/10/2020), ketentuan Pasal 79 yang mengatur waktu istirahat dan cuti pekerja diubah.

Pasal 79 ayat (2) huruf (b) dalam Bab IV UU Cipta Kerja mengatur, pekerja wajib diberikan waktu istirahat mingguan satu hari untuk enam hari kerja dalam satu minggu.

Baca: Daftar Pasal Kontroversial UU Cipta Kerja yang Dinilai Rugikan Buruh, 7 Poin Ini Jadi Sorotan

Berita Rekomendasi

Ketentuan ini mengubah aturan dalam UU Ketenagakerjaan yang menyatakan, pekerja wajib diberikan waktu istirahat mingguan satu hari untuk enam hari kerja dalam satu minggu atau dua hari untuk lima hari kerja dalam satu minggu.

Selain itu, Pasal 79 juga menghapus istirahat panjang dua bulan bagi pekerja yang telah bekerja selama enam tahun berturut-turut.

Pasal 79 ayat (3) UU Cipta Kerja hanya mengatur pemberian cuti tahunan paling sedikit 12 hari kerja setelah pekerja/buruh bekerja selama 12 bulan secara terus-menerus.

Pasal 79 Ayat (4) menyatakan, pelaksanaan cuti tahunan diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

Baca: Aksi Tolak UU Cipta Kerja di Gejayan, Massa Bakar Ban

Kemudian Pasal 79 ayat (5) menyebut, perusahaan tertentu dapat memberikan istirahat panjang yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Ratusan buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Provinsi Jawa Tengah melakukan demo di depan halaman Kantor Dewan Provinsi Jateng yang intinya 'Menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja' yang justru isinya mendegradasi kesejahteraan buruh, Selasa (25/08/20). (Tribun Jateng/Hermawan Handaka)
Ratusan buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Provinsi Jawa Tengah melakukan demo di depan halaman Kantor Dewan Provinsi Jateng yang intinya 'Menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja' yang justru isinya mendegradasi kesejahteraan buruh, Selasa (25/08/20). (Tribun Jateng/Hermawan Handaka) (TRIBUN JATENG/TRIBUN JATENG/HERMAWAN HANDAKA)

Sementara, UU Ketenagakerjaan mengatur bahwa perusahaan wajib memberikan istirahat panjang sekurang-kurangnya dua bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing satu bulan bagi pekerja/buruh yang telah bekerja enam tahun berturut-turut.

Ketentuan ini berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja enam tahun.

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas