UU Cipta Kerja Ubah Ketentuan Tentang Pengupahan
RUU Cipta Kerja yang baru disahkan DPR RI menjadi Undang-Undang, Senin (5/10/2020) menjadi sorotan publik khususnya pekerja.
Editor: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - RUU Cipta Kerja yang baru disahkan DPR RI menjadi Undang-Undang, Senin (5/10/2020) menjadi sorotan publik khususnya pekerja.
Ada sejumlah ketentuan yang berubah, di antaranya kebijakan terkait pengupahan.
Perubahan ketentuan itu terlihat dari perbedaan jumlah kebijakan terkait pengupahan dari sebelas kebijakan pada UU Nomor 13 Tahun 2003 menjadi tujuh kebijakan pada RUU Cipta Kerja.
Baca: UU Cipta Kerja Pangkas Sejumlah Hak Pekerja, Libur 2 Hari dalam Seminggu Dihapus
Mulanya, Pasal 88 Ayat (3) UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan sebelas kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh.
Pasal 88 Ayat (1) UU tersebut berbunyi, setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Lalu, Pasal 88 Ayat (2) UU yang sama berbunyi, "Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh."
Adapun sebelas poin yang disebut dalam Pasal 88 Ayat (3) tersebut adalah upah minimun; upah kerja lembur; upah tidak masuk kerja karena berhalangan; upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya.
Baca: Aksi Tolak UU Cipta Kerja di Gejayan, Massa Bakar Ban
Kemudian, upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya; bentuk dan cara pembayaran upah; denda dan potongan upah; hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah; struktur dan skala pengupahan yang proporsional; upah untuk pembayaran pesangon; dan upah untuk perhitungan pajak penghasilan.
Sementara itu, Pasal 88 Ayat (3) yang tercantum pada dalam BAB IV Ketenagakerjaan Bagian 2 RUU Cipta Kerja Omnibus Law hanya menyebut tujuh kebihakan pengupahan.
Tujuh kebijakan itu yakni upah minimum; struktur dan skala upah; upah kerja lembur; upah tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena alasan tertentu; bentuk dan cara pembayaran upah; hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah; dan upah sebagai dasar perhitungan atau pembayaran hak dan kewajiban lainnya.
Baca: Kritik Pengesahan RUU Cipta Kerja, Sekjen MUI: DPR Lebih dengar Pemilik Modal
Beberapa kebijakan terkait pengupahan yang dihilangkan melalui RUU Cipta Kerja tersebut antara lain upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya, upah untuk pembayaran pesangon, serta upah untuk perhitungan pajak penghasilan.
Pasal 88 Ayat (4) kemudian menyatakan, "Ketentuan lebih lanjut mengenai kebijakan pengupahan diatur dengan Peraturan Pemerintah".
DPR mengesahkan omnibus law RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang melalui rapat paripurna, Senin (5/10/2020).
Dari sembilan fraksi di DPR, hanya Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera yang menolak seluruh hasil pembahasan RUU Cipta Kerja.
Hasilnya, RUU Cipta Kerja tetap disahkan menjadi undang-undang.
Mayoritas fraksi DPR dan pemerintah setuju.