Dua Hari Mogok Nasional Didominasi Demo Mahasiswa, Said Iqbal: Sebaiknya Damai dan Tidak Anarkis
Said Iqbal mengimbau agar unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja yang digelar di lapangan berlangsung damai, tertib, dan tidak anarkis.
Editor: Sanusi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Lusius Genik
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengimbau agar unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja yang digelar di lapangan berlangsung damai, tertib, dan tidak anarkis.
Imbauan ini disampaikan Said Iqbal menyoroti aksi unjuk rasa mahasiswa pada 6 dan 7 Oktober 2020 di sejumlah daerah.
Di salah satu daerah, yakni di Bandung, unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja di gedung DPRD Jawa Barat berlangsung ricuh pada dua hari pertama aksi mogok nasional kaum buruh.
Baca: Hari Terakhir Aksi Mogok Nasional Terkait UU Cipta Kerja, KSPI: Aksi Dilakukan di Lingkungan Pabrik
"Sebaiknya unjuk rasa dilakukan dengan damai, tertib, dan tidak anarkis, demi Indonesia yang kita cintai menjadi lebih baik," ucap dia saat dihubungi Tribunnews.com, Kamis (8/10/2020) pagi.
Said Iqbal mengaku tidak keberatan dengan aksi unjuk rasa yang digelar mahasiswa di tengah aksi mogok nasional kaum buruh yang berlangsung pada 6 - 8 Oktober 2020.
Baca: Legislator PKS Minta Pemerintah Jujur dan Terbuka terkait Isi UU Cipta Kerja
Ia menjelaskan, Indonesia adalah negara demokrasi ketiga di dunia setelah Amerika Serikat (AS) dan India.
Di negara demokrasi, lanjut dia, setiap individu, warga, organisasi atau kelompok masyarakat memiliki hak secara konstitusional untuk menyalurkan aspirasi di muka umum, termasuk berunjuk rasa.
"Setiap individu atau kelompok masyarakat serta organisasi diberi hak oleh konstitusi untuk menyampaikan aspirasi dan pendapatnya di muka umum sesuai UU yang berlaku, termasuk membolehkan unjuk rasa," ucap dia.
Sebelumnya diberitakan, ratusan mahasiswa dan berbagai kelompok kembali menggelar aksi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja di Gedung DPRD Jawa Barat di Bandung, Rabu (7/10/2020).
Aksi tersebut kembali diakhiri dengan pembubaran paksa akibat massa menolak dibubarkan saat batas waktu unjuk rasa telah habis.
Massa aksi melempari gedung DPRD Jawa Barat menggunakan batu.
Tak tinggal diam, polisi segera mendesak massa untuk mundur menggunakan water cannon dan gas air mata.