Petinggi KAMI Syahganda, Jumhur Hidayat, dan Anton Permana Ditangkap Polisi, Ini Sosok Ketiganya
Sejumlah aktivis Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI)Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, dan Anton Permana ditangkap aparat kepolisian.
Penulis: Adi Suhendi
"Jadi saya ngitung-ngitung aja mungkin kalau Coronavirus ini bisa 6 bulan enggak ketemu vaksinnya, mungkin Jokowi di tahun ini 6 bulan lagi sudah jatuh," ujarnya.
"Enggak dijatuhkan, ini jatuh aja gitu. Ya itu ramalan saya sebagai pengamat," kata dia.
Jumhur Hidayat diketahui duduk sebagai Komite Eksekutif KAMI.
Namanya juga tidak asing di masyarakat, selain dikenal sebagai aktivis sejak era 80-an, Jumhur Hidayat juga pernah menduduki jabatan di pemerintahan.
Jumhur menjadi aktivis saat masih berstatus mahasiswa di Institut Teknologi Bandung (ITB).
Dilansir dari Kompas.com, Jumhur pernah dipenjara karena terlibat dalam aksi mahasiswa yang menolak kedatangan Menteri Dalam Negeri Rudini pada 1989.
Selain menjadi aktivis, dia pun pernah meniti karier politik lewat Partai Daulat Rakyat yang mengikuti Pemilu 1999.
Di partai tersebut, dia menjabat sebagai Sekretaris Jenderal.
Jumhur masih menempati jabatan yang sama saat Partai Daulat Rakyat bergabung bersama tujuh partai politik lain untuk membentuk Partai Sarikat Indonesia pada 2002.
Namun, partai itu gagal dalam Pemilu 2004.
Baca juga: Aktivis KAMI Ditangkap Polisi, Fadli Zon: Cara-cara Lama Dipakai Lagi di Era Demokrasi
Setelahnya, Jumhur meninggalkan kegiatan politik dan lebih memilih dunia pergerakan.
Dia sempat bergabung pula dengan organisasj Gabungan Serikat Pekerja Merdeka Indonesia (Gaspermindo).
Pria kelahiran Bandnug 18 Februari 1968 tersebut tercatat pernah menduduki jabatan Kepala Badan Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TK) saat pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Ia diangkat menjadi Kepala BNP2TKI pada 11 Januari 2007.
Kemudian SBY memberhentikannya pada 11 Maret 2014.
Pemberhentian Jumhur oleh SBY juga sempat menjadi teka-teki.
Jumhur telah menjabat Kepala BNP2TKI lebih dari tujuh tahun.
Dalam Pasal 117 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 antara lain diatur bahwa jabatan pimpinan tinggi hanya dapat diduduki paling lama 5 (lima) tahun.
Karena itu, pejabat eselon I, yang sudah lebih dari 5 tahun menduduki jabatan yang sama, harus dimutasi ke jabatan lain, atau diberhentikan.
Namun, ada juga yang mengaitkan pemecatan Jumhur dilakukan setelah dia bergabung dengan PDI-P.
Berdasarkan catatan pemberitaan Tribunnews.com, di tahun yang sama Jumhur mendirikan Aliansi Rakyat Merdeka (ARM) dan mendukung pemenangan PDI-P serta pencalonan Joko Widodo (Jokowi) sebagai calon Presiden pada Pemilu 2014.
Saat itu, Jumhur mengaku tidak ada kesepakatan khusus dengan parpol tersebut.
"Saya memilih PDIP atas kehendak sendiri, dan tidak ada deal apa-apa dengan PDI-P, ingat ini ya. Saya pokoknya itu dijalankan (Trisakti Bung Karno) sudah cukup," kata Jumhur usai menghadiri deklarasi ARM Yogyakarta mendukung pencapresan Jokowi di Nusantara Café, Jalan Nologaten, Sleman, DIY, Kamis (20/3/2014).
Baca juga: Sosok Syahganda Nainggolan Petinggi KAMI, Ditangkap Diduga Terkait ITE
Menurut dia, pendirian ARM pada 8 Maret lalu dan pemilihan PDI-P dalam pemenangan Pemilu mendatang adalah murni atas kehendaknya sendiri.
Ia juga menolak bahwa bergabungnya dirinya itu karena kekecewaannya atas ditolaknya sebagai peserta Konvensi Capres Partai Demokrat, serta dipecatnya dari jabatan Kepala (BNP2TKI)11 Maret lalu.
"Saya adalah civil society menjabat sebagai Kepala BNPTKI dan saya terima kasih memeroleh pengalaman di situ. Namun saya harus punya orientasi politik, ya seperti Trisakti Bung Karno. Maka saya melihat waktu itu ada kesempatan untuk konvensi, kalau saya ada di situ pasti bisa ikut. Tapi saya tidak diajak," ucapnya.
Padahal, lanjutnya, setiap warga negara memiliki hak untuk bergabung dalam konvensi capres tersebut.
Namun, ia justru mengaku tidak diberikan kesempatan untuk berkompetisi menuangkan gagasan-gagasan demi kemajuan bangsa.
"Setiap warga negara punya hak. Bukannya kecewa. Saya tidak boleh ikut artinya ya saya boleh ke mana saja," ujar dia.
Anton Permana diketahui sebagai salah satu deklator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI).
Ia tercatat sebagai pengamat sosial politik, dan Alumni PPRA Lemhannas RI Tahun 2018.
Anton Permana diketahui pernah menjadi Pengurus Daerah Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan dan Putra-Putri TNI-Polri di Provinsi Kepulauan Riau.
Tidak banyak informasi soal Anton Permana termasuk rekam jejaknya. (Tribunnews.com/ kompas.com/ sumber lainnya)