Jejak Kasus Eks Terpidana Kasus Munir, Pollycarpus Budihari Priyanto yang Meninggal karena Covid-19
Berikut jejak kasus dari mantan terpinada kasus pembunuhan Munir, Pollycarpus Budihari Priyanto yang meninggal dunia akibat Covid-19.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Mantan terpidana kasus pembunuhan aktivis HAM, Munir Said Thalib, Pollycarpus Budihari Priyanto meninggal dunia pada Sabtu (17/10/2020).
Pollycarpus menghembuskan nafas terakhirnya setelah dinyatakan positif Covid-19.
Mantan pengacara Pollycarpus, Wirawan Adnan membenarkan kabar duka tersebut.
"Meninggal dunia jam 14.52 WIB, di RS Pertamina," kata Wirawan Adnan, saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (17/9/2020).
Baca juga: BREAKING NEWS: Pollycarpus Meninggal Dunia, Dikabarkan karena Covid-19
Wirawan mengatakan, Pollycarpus meninggal dunia setelah 16 hari terinfeksi Covid-19.
Kabar ini ia dapatkan dari istri Pollycarpus, Yosepha Hera Iswandari.
Pollycarpus sendiri telah dinyatakan bebas bersyarat pada 2014 setelah menjalani masa tahanan selama 8 tahun.
Nama Pollycarpus sendiri sempat menjadi sorotan ketika dirinya terlibat dalam pembunuhan yang menimpa Munir.
Baca juga: Sosok Pollycarpus: Kasus Pembunuhan Munir Hingga Sempat Dikabarkan Gabung ke Partai Berkarya
Lantas bagaimana jejak kasus Pollycarpus hingga dinyatakan sebagai tersangka?
Berikut jejak kasus yang menimpa Pollycarpus, dikutip Tribunnews dari Litbang Kompas:
7 September 2004
Aktivis HAM, Munir, meninggal dalam penerbangan Garuda Indonesia GA-974 dari Jakarta ke Amsterdam via Singapura.
10 November 2004
Hasil autopsi Munir tuntas dikerjakan. Penyebab kematiannya diperkirakan dari racun arsenik.
17 November 2004
Mabes Polri membentuk tim untuk menyelidiki kematian Munir.
26 November 2004
Mabes Polri mulai memeriksa Pollycarpus Budihari Priyanto, pilot Garuda Indonesia yang namanya tercatat sebagai kru dalam penerbangan, namun tidak ikut terbang dari Singapura ke Amsterdam.
23 Desember 2004
Tim Pencari Fakta (TPF) Kasus Meninggalnya Munir dibentuk, melalui Keppres 111/2004
14 Maret 2005
Mabes Polri kembali memeriksa Pollycarpus.
8 Maret 2005
Pollycarpus ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Rutan Mabes Polri.
15 Juli 2005
Berkas perkara Pollycarpus diserahkan ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta 29 Juli 2005 Berkas perkara Pollycarpus dilimpahkan ke PN Jakarta Pusat.
9 Agustus 2005
Pollycarpus mulai diadili di PN Jakarta Pusat. Polycarpus didakwa melakukan pembunuhan berencana dan pemalsuan dokumen.
Baca juga: Sekjen Partai Berkarya : Pollycarpus Sangat Cinta Indonesia
1 Desember 2005
Pollycarpus dituntut hukuman seumur hidup. Menurut jaksa, Pollycarpus terbukti telah merencanakan pembunuhan dan menggunakan surat tugas palsu.
Unsur menghilangkan nyawa orang lain, menurut jaksa, terbukti dengan adanya racun arsenik kadar tinggi dalam tubuh Munir.
Hasil visum dan otopsi menguatkan hal tersebut.
Mengenai proses peracunan yang tidak terungkap dalam persidangan, jaksa menganalisis pendapat ahli racun dari segi notoire feiten untuk menganalisis lebih lanjut masuknya arsen ke lambung Munir.
Berdasarkan keterangan itu, dapat dibuktikan racun masuk melalui perantara makanan cair.
20 Desember 2005
Pollycarpus divonis hukuman 14 tahun penjara. Pollycarpus dinilai terbukti turut melakukan pembunuhan berencana dan memalsukan surat.
Menurut majelis hakim, masuknya arsenik ke tubuh Munir tidak melalui orange juice seperti yang didakwakan.
Namun melalui mi goreng yang disantap Munir pada penerbangan Jakarta-Singapura.
Baca juga: Peti Mayat Pollycarpus akan Dibalut Bendera Merah Putih
27 Maret 2006
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menjatuhkan vonis 14 tahun penjara.
Dalam berkas putusan tersebut, majelis hakim banding menyatakan sependapat dengan alasan dan pertimbangan hukum majelis hakim tingkat pertama karena sudah tepat dan benar.
Dari fakta yang diperoleh di persidangan telah terbukti racun arsen telah masuk ke dalam lambung Munir dan racun arsen itu telah menyebabkan kematian Munir.
Basoeki, hakim yang menjadi ketua majelis hakim, mengajukan pendapat berbeda.
Ia berpendapat bahwa pendapat majelis hakim tingkat pertama yang memasukkan alternatif lain terbunuhnya Munir, yaitu racun arsen dimasukkan ke mi goreng, bukan ke jus jeruk.
Menurut Basoeki, dengan memasukkan alternatif lain dalam dakwaan, berarti telah terjadi pengesampingan dakwaan yang mengabaikan hak terdakwa membela diri.
Sri Handoyo, anggota majelis hakim, juga mengajukan pendapat berbeda.
Ia berpendapat pertimbangan majelis hakim tingkat pertama yang menyatakan arsen masuk ke tubuh Munir melalui mi goreng tidak dapat dibenarkan.
Keberadaan arsen dalam persidangan masih gelap, tidak diketemukan asal-usul arsen dan siapa yang menaburkan.
4 Oktober 2006
Kasasi Mahkamah Agung menghukum Pollycarpus dua tahun penjara atas kasus penggunaan surat palsu.
MA menyatakan dakwaan tentang pembunuhan berencana tidak terbukti.
Menurut hakim, Pollycarpus hanya terbukti menggunakan surat palsu yang dipakai ke Singapura.
Sedangkan dakwaan pembunuhan berencana tidak terbukti karena tidak ada alat bukti dan tidak ada saksi.
Baca juga: Wirawan Adnan: Saya Orang yang Tidak Percaya Pollycarpus Bersalah
Putusan majelis itu sendiri tidak bulat. Hakim Agung Artidjo Alkostar menyampaikan pendapat berbeda.
Ia menyatakan Pollycarpus terbukti ikut berencana membunuh Munir dan menggunakan surat palsu.
Artidjo sependapat dengan jaksa penuntut umum dan menghukum Pollycarpus hukuman seumur hidup.
25 Januari 2008
Dalam putusan PK, Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman 14 tahun kepada Pollycarpus.
November 2014
Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly pada akhir November 2014 lalu, memberikan pembebasan bersyarat bagi Pollycarpus.
Pollycarpus saat itu menerima pembebasan bersyarat setelah menjalani 8 tahun dari 14 tahun masa hukumannya.
Selama mendekam di Lapas Kelas I Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, Polly mendapat beragam remisi atau potongan masa pemidanaan.
Polly pun mendapatkan bebas bersyarat pada 29 November 2014.
Setelah menjalani bimbingan pembebasan bersyarat selama sekira empat tahun, Polly dinyatakan bebas murni pada Rabu (29/8/2018) pagi.
(Tribunnews.com/Maliana, Kompas.com/Tsarina Maharani, Litbang Kompas)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.