Keistimewaan Sosoknya Jadi Dasar Pemberian Nama Jalan Tan Malaka di Amsterdam Belanda
Keistimewaan sosok Tan Malaka, yang memiliki nama asli Ibrahim menjadi dasar pemberian nama Jalan Tan Malaka di Amsterdam.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nama Pahlawan Nasional Tan Malaka diabadikan sebagai salah satu nama jalan di Kota Amsterdam, Belanda sejak tahun lalu.
Sejarawan Belanda, Harry Albert Poeze menjelaskan, keistimewaan sosok Tan Malaka, yang memiliki nama asli Ibrahim menjadi dasar pemberian nama jalan itu di Amsterdam.
"Tahun lalu, di Amsterdam ada nama-nama jalan yang baru. Ada nama Tan Malaka disebut sebagai nama jalan," ujar sejarawan yang telah membuahkan enam jilid buku tentang Tan Malaka ini dalam Diskusi Sejarah 'Indonesia dalam Mimpi Tan Malaka', seperti ditayangkan langsung di Channel Youtube Historia.id, Jumat (16/10/2020).
"Ini istimewa dan ini lebih cepat daripada di Indonesia, di Belanda ada nama Jalan Tan Malaka," jelas Harry Poeze.
Sejarawan lulusan Universitas Amsterdam itu menjelaskan, keistimewaan sosok pejuang kelahiran Sumatera Barat, 2 Juni 1897 lalu itu karena riwayat hidupnya yang bukan hanya kaliber Indonesia tapi internasional.
Baca juga: Berlian 70 Karat Dirampas Pemerintah Kolonial Belanda saat Sultan Adam Jadi Raja Kerajaan Banjar.
"Tan Malaka itu seorang tidak saja dengan kaliber Indonesia tapi juga internasional," tegas Harry Poeze.
Karena waktu dibuang dari Hindia Belanda ke Belanda, Tan Malaka menjadi orang Indonesia pertama yang ikut pemilihan umum. Saat itu ia dicalonkan oleh partai komunis.
Namun Tan Malaka belum berhasil terpilih saat itu.
Setelah itu Tan Malaka beranjak ke Moskow, Rusia, menjadi wakil partai komunis Indonesia untuk mengikuti Kongres Komite Internasional Komunis.
"Di sana ia beri ceramah yang penting sekali dan dalam pembicaraan itu dia bilang Sarekat Islam dan kekuatan Islam harus digunakan untuk melawan pemerintahan kolonial," jelasnya.
Sebagai utusan komite, Tan Malaka dikirim ke Asia Tenggara selama lebih dari 10 tahun.
Selama ini pula ia harus melakukan gerakan bawah tanah karena menjadi buronan kolonial.
Tan Malaka kata dia, baru kembali ke Indonesia pada 1942, saat Hindia Belanda dikuasai Jepang.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.