Apa yang Dilakukan Ahok Jika Jadi Presiden? Ini Jawabannya, Mulai Rekonsiliasi hingga Subsidi TNI
Apa yang akan dilakukan seorang Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok jika menjadi presiden RI?
Penulis: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Apa yang akan dilakukan seorang Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok jika menjadi presiden RI?
Pernyataan itu muncul dalam Channel Youtube Butet Kartaredjasa yang diunggahnya pekan lalu.
"Andaikan Pak Ahok ini berkesempatan jadi RI-1 apa kira-kira yang paling signifikan untuk 'didandani' atau direvolusi," tanya Butet?
Baca juga: Pemerintah Tuding Demonstrasi Ditunggangi: Demo Kasus Ahok hingga Aksi Tolak RUU KUHP
Ahok menjawab, hal pertama yang dia lakukan adalah melakukan pemutihan dosa-dosa orang yang melakukan kejahatan di masa lalu.
Menurut Ahok, Indonesia tidak boleh disandera oleh masa lalu.
"Langsung ada pemutihan dosa-dosa lama. Supaya jangan dari rezim ke rezim ini dijadikan semacam ATM. Siapa yang tidak pernah berbuat salah?" kata Ahok.
Baca juga: Perjalanan Kasus Penggemar Veronica Tan Hina Ahok, Penyesalan Pelaku Hingga Laporan Dicabut
Lalu, sambung Ahok, soal Pilkada di Indonesia, ia berharap calon-calon pejabat bisa menyampaikan kepemilikan harta secara terbalik. Dia ingin pasangan calon presiden harus jujur dari mana asal harta yang mereka miliki.
"Kalau kamu mengatakan harta warisan orang tua saya yang korup, gak apa-apa. Minimal rakyat tahu, kenapa kamu punya harta sekian ratus miliar," tutur Ahok.
Seandainya harta warisan tersebut ia dapatkan dari orang tuanya yang dulu sebagai pejabat, Ahok ingin dikatakan sejujurnya. Setidaknya, sambung Ahok, biarkan nanti rakyat yang putuskan mau memilih atau tidak.
Baca juga: Tersangka Mengaku Salah, Ahok Akhirnya Cabut Laporan Dugaan Pencemaran Nama Baik 2 Warganet
Ia menegaskan, anak pejabat yang korup pun belum tentu korup. "Belum tentu dia tidak punya hati tidak mau melayani rakyat. Tapi yang terpenting, dia harus membuktikan secara terbalik, dari mana harta yang dimilikinya."
Ahok juga menyinggung soal gaji pejabat. Ia menuturkan akan memperbaiki gaji pejabat, bukan dengan kenaikan pangkat tapi dengan sistem KPI (Key Perform Indicator) yang jelas. Selain itu juga Ahok menyinggung bantuan untuk UMKM.
"Aparat semua harus dinaikkan gajinya, prajurit TNI Polri bagaimana kita bisa subsidi langsung ke orangnya," katanya.
Bagaimana caranya? Ahok memberi contoh, jika prajurit pergi operasi daerah perang, saat pulang bisa dapet diskon 20 persen hingga 30 persen ketika belanja kebutuhannya.
"Kalau sekarang kita cuma ngomong saja. Saya bilang dapat penghargaan perang sebegitu banyak pun, ke minimarket membeli susu kalau gak ada duit ya, gak dapet susu. Coba kalau kita membeli susu 'oh pernah perang ini' dapet diskon 30 persen, nah siapa yang bayar? Pemerintah yang bayar, kemenhan yang bayar. Ditransfer dong kan semua online dan lebih bagus lagi tidak ada tarik tunai maksimal sejuta mungkin," jelas Ahok.
Lantas, sahut Butet, bagaimana dengan mereka yang tersangkut kasus HAM, apa mendapat penghargaan seperti itu?
"Caranya usut dan proses. Dari mana kasus itu, siapa yang terlibat. Biar rakyat tahu. Setelah itu berjalan, sebagai kepala negara berhak berikan pengampunan. Itulah rekonsiliasi bangsa ini. Rekonsiliasi bukan berarti menutupi kejahatan. Sehingga kejahatan apapun tetap tercatat, sehingga generasi penerus kita akan belajar tentang kesalahan penguasa masa lalu," kata Ahok.
Butet langsung menimpali," Masalahnya Pak Ahok ini masih punya kesempatan jadi RI 1 gak?"
"Saya masih bisa jadi presiden! Tapi presiden direktur," kata Ahok yang disambut tawa oleh Butet.
"Yang jelas sudahlah, ada narasi yang hilang di negara ini tentang siapa orang ini, tiba-tiba seolah-olah saya bukan orang Indonesia asli, ada narasi yang hilang," jawab Ahok.
Padahal menurut Ahok, manusia itu utamanya harus berguna bagi semua orang tanpa harus melihat keyakinannya. Menurutnya, iman seseorang bisa dilihat dari perbuatannya kepada sesama manusia.
Pengamat: Ahok tak cocok jadi pejabat publik
Pengamat politik, M Qodari menilai sosok Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok BTP tak cocok menjadi pejabat publik.
Hal tersebut diungkapkan M Qodari saat menjadi narasumber di vlog Helmy Yahya dilansir TribunJakarta pada Selasa (29/9).
Mulanya, M Qodari menjelaskan jika ia pernah diwawancara oleh presenter sebuah televisi mengenai bagaimana nasib Ahok ke depannya.
Hal itu terjadi lantaran hasil quick count di Pilkada DKI Jakarta 2017 menunjukkan jika Basuki Tjahaja Purnama kalah atas pesaingnya Anies Baswedan-Sandiaga Uno.
Berangkat dari peristiwa itu, M Qodari menjelaskan jika sebenarnya kinerja Ahok BTP baik, meski demikian ia memiliki hal buruk dalam komunikasi.
"Saya bilang kayaknya kalau untuk pemilihan langsung seperti ini, kayaknya enggak bisa karena Ahok ini bagus kerjanya, buruk komunikasinya gitu," terang M Qodari.
M Qodari menyatakan, jika harus ditunjuk menjadi seorang menteri pun Ahok disebut tak akan cocok.
Karena itu, M Qodari mengatakan bahwa menteri merupakan jabatan publik yang mengharuskan berkomunikasi secara baik.
"Mungkin kalau dia harus ditunjuk, bukan dipilih. Misalnya seperti menteri. Tapi waktu saya pulang ini masih 2017 nih, saya belum kepikiran 'kayaknya jadi menteri pun enggak cocok'. Karena menteri itu jabatan publik. Jabatan publik itu adalah jabatan atau pekerjaan yang kerja harus bagus, komunikasi juga harus bagus," ungkap M Qodari.
Tak hanya itu, M Qodari menuturkan, akan percuma jika seorang pejabat publik bekerja dengan baik tapi tak diiringi komunikasi yang baik.
Dengan demikian, M Qodari menilai jika Ahok lebih cocok di perusahaan swasta daripada menjadi pejabat publik.
"Karena pekerjaan bagus kalau komunikasi buruk itu rusak. Contohnya siapa? Ahok sendiri karena itu kesimpulan saya Ahok itu cuma tepat di perusahaan swasta. Enggak cocok di jabatan publik atau yang berhadapan dengan publik," katanya.