Setahun UU KPK Versi Revisi, Nawawi Harap Perpres Supervisi Segera Diterbitkan
Wakil Ketua KPK Nawawi P mengatakan usai berlaku setahun lalu, ia masih mengharapkan segera diterbitkan Perpres pelaksanaan supervisi kasus korupsi.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setahun berlalu, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah berjalan.
UU KPK hasil revisi ini resmi berlaku pada 17 Oktober 2019, tepat 30 hari sejak rapat paripurna DPR pada 17 September 2019 yang mengesahkan revisi UU KPK, meski tanpa ditandatangani Presiden Joko Widodo.
Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengatakan, usai berlaku satu tahun yang lalu, dirinya masih mengharapkan segera diterbitkan Peraturan Presiden (Perpres) pelaksanaan supervisi kasus korupsi.
"Genap setahun tanggal 17 Oktober kemaren diundangkannya revisi UU KPK Nomor 19 Tahun 2019, tapi perpres supervisi yang diamanatkan dalam Pasal 10 ayat (2) belum juga diterbitkan, padahal supervisi adalah merupakan salah satu tugas pokok KPK," kata Nawawi kepada wartawan, Selasa (20/10/2020).
Berikut Pasal 10 UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK yang dimaksud:
Berikut Pasal 10 UU 19 Tahun 2019 tentang KPK yang dimaksud:
Pasal 10
(1) Dalam melaksanakan tugas supervisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf d, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(2) Ketentuan mengenai pelaksanaan tugas supervisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.
Baca juga: KPK Serahkan Tersangka dan Barang Bukti 3 Eks Pimpinan Legislator Jambi ke JPU
Nawawi mengatakan, akibatnya pelaksanaan supervisi KPK menjadi tidak optimal lantaran perpres tersebut tak kunjung terbit.
"Bagaimana bisa melaksanakan tusi (tugas dan fungsi) tersebut dengan baik kalau instrumen aturan operasionalnya belum ada? Inilah juga yang membuat pelaksanaan supervisi KPK menjadi tidak optimal," cetus Nawawi.