Pemerintah Harusnya Libatkan Masyarakat Saat Rancang UU Cipta Kerja
Ledia Hanifa menyebut pelibatan pemangku kepentingan harusnya dilakukan pemerintah saat merancang draft UU Cipta Kerja
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Lusius Genik
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPR RI dari Fraksi PKS Ledia Hanifa menyebut pelibatan pemangku kepentingan harusnya dilakukan pemerintah saat merancang draft Undang-undang Cipta Kerja.
Pelibatan masyarakat menjadi hal penting dan diatur dalam undang-undang 12 tahun 2011 Jo UU 15 tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal itu, kata Ledia, menyatakan secara eksplisit bahwa DPR RI wajib mendapatkan masukan dari masyarakat saat merancang satu undang-undang.
Baca juga: Sebut UU Cipta Kerja Inisiatif Pemerintah, Anggota DPR Sebut dari Awal Komunikasinya Tidak Baik
"Mestinya bukan cuma di DPR, termasuk di Pemerintahan sendiri. Ketika menyusun draftnya harusnya melibatkan stakeholder tersebut," ujar Ledia dalam Sarasehan Kebangsaan #35 yang digelar via aplikasi Zoom, Kamis (22/10/2020).
Ledia mengatakan, rata-rata undang-undang yang dibuat DPR RI dibahas bisa tiga sampai lima kali Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan berbagai stakeholder yang berbeda.
Baca juga: Pengakuan Mengejutkan Luhut Tentang Siapa Inisiator UU Cipta Kerja dan Ketidakyakinan Buruh
Namun, tidak untuk UU Omnibus Law Cipta Kerja.
Rapat Panja DPR bersama Pemerintah membahas UU Cipta Kerja dilakukan sedikitnya sebanyak 65 kali.
Kurun waktu pembahasan tersebut terbilang sangat cepat.
"Berarti ada pembahasan terkait undang-undang itu bisa dibayangkan betapa cepat pembahasannya," kata Ledia.
Baca juga: Mahasiswa di NTB Kembali Demo, Minta Gubernur Satu Suara Tolak UU Cipta Kerja
Alasannya, UU Cipta Kerja disahkan hanya dalam waktu beberapa bulan pembahasan.
Menurut Ledia, ada banyak undang-undang yang lebih lama disahkan.
Ada yang dibahas selama enam tahun, bahkan ada yang dibahas sampai 10 tahun judulnya saja belum jadi.
"Persoalannya bukan panjang pendek itu, tapi seberapa besar itu melibatkan stakeholder agar kemudian memberikan masukan-masukan," ujar Ledia.
Penjelasan Jokowi
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan keterangan pers terkait Undang-Undang Cipta Kerja di Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat (9/10/2020).
Diketahui, UU Cipta Kerja yang baru disahkan DPR RI, Senin (5/10/2020) mengundang reaksi publik dalam bentuk demonstrasi yang terjadi sejumlah wilayah di Indonesia.
Demostrasi yang dilakukan buruh dan mahasiwa tersebut menyuarakan menolak UU Cipta Kerja.
Bahkan unjuk rasa di sejumlah daerah berakhir ricuh, karena diduga ada yang menunggangi.
Baca: UU Cipta Kerja Sudah Disahkan DPR, Apa Rencana Jokowi Selanjutnya?
Terkait banyaknya kritikan dan adanya unjuk rasa terkait UU Cipta Kerja tersebut, Presiden Jokowi memberikan penjelasan
Dalam video berdurasi sekitar 12 menit, Jokowi memberikan penjelasan dan menegaskan sikap pemerintah terhadap Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Baca: Jokowi Akhirnya Buka Suara soal Polemik UU Cipta Kerja
Berikut keterangan lengkap Presiden Jokowi terkait UU Cipta Kerja;
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Bapak ibu saudara-saudara sebangsa dan setanah air, pagi tadi saya sudah memimpin rapat terbatas secara virtual tentang undang-undang Cipta Kerja bersama jajaran pemerintah dan para gubernur.
Dalam Undang-Undang tersebut terdapat 11 klaster yang secara umum persetujuan untuk melakukan reformasi struktural dan mempercepat transportasi ekonomi.
Adapun klaster tersebut adalah urusan penyederhanaan perizinan, urusan persyaratan investasi, urusan ketenagakerjaan, urusan pengadaan lahan, urusan kemudahan berusaha, urusan dukungan riset dan inovasi, urusan administrasi pemerintahan, urusan pengenaan sanksi, urusan kemudahaan pemberdayaan dan perlindungan UMKM, urusan investasi dan proyek pemerintah, serta urusan kawasan ekonomi.
Baca: Penjelasan Jokowi kepada para Gubernur: UU Cipta Kerja untuk Buka Lapangan Kerja bagi Pengangguran
Dalam rapat terbatas tersebut saya tegaskan kenapa kita membutuhkan undang-undang Cipta Kerja?
Pertama, setiap tahun ada sekitar 2,9 juta penduduk usia kerja baru, anak muda, yang masuk ke pasar kerja. Sehingga, kebutuhan atas lapangan kerja baru sangat-sangat mendesak.
Apalagi di tengah pandemi, terdapat kurang lebih 6,9 juta pengangguran dan 3,5 juta pekerja terdampak pandemi Covid-19.
Dan sebanyak 87 persen dari total penduduk bekerja memiliki tingkat pendidikan setingkat SMA ke bawah, dimana 39 persen berpendidikan sekolah dasar, sehingga perlu mendorong lapangan pekerjaan baru, khususnya di sektor padat karya.
Jadi Undang-Undang Cipta Kerja bertujuan untuk menyediakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya bagi cara pecari kerja serta para pengangguran.
Baca: Jokowi Kupas Hoaks Seputar UU Cipta Kerja, dari Gaji per Jam, PHK Sepihak hingga Cuti: Tidak Benar
Kedua, dengan undang-undang Cipta Kerja akan memudahkan masyarakat khususnya Usaha Mikro Kecil untuk membuka usaha baru.
Regulasi yang tumpang tindih dan prosedur yang rumit dipangkas, perizinan usaha untuk Usaha Mikro Kecil (UMK) tidak diperlukan lagi, hanya pendaftaran saja. Sangat simpel.
Pembentukan PT atau Perseroan Terbatas juga dipermudah tidak ada lagi pembatasan modal minimum.
Pembentukan koperasi juga dipermudah, jumlahnya hanya 9 orang saja, koperasi sudah bisa dibentuk.
Kita harapkan akan semakin banyak koperasi-koperasi di tanah air.
UMK Usaha Mikro Kecil yang bergerak di sektor makanan dan minuman sertifikasi halalnya dibiayai pemerintah. Artinya gratis.
Ijin kapal nelayan penangkap ikan misalnya, hanya ke unit kerja kementerian KKP saja. Kalau sebelumnya harus mengajukan ke Kementerian KKP, Kementerian Perhubungan, dan instansi-instansi yang lain, sekarang ini cukup dari unit di Kementerian KKP saja.
Ketiga, Undang-Undang Cipta Kerja ini akan mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Ini jelas karena dengan menyederhanakan, dengan memotong, dengan mengintegrasikan ke dalam sistem secara elektronik, maka pungutan liar (Pungli) dapat dihilangkan.
Namun, saya melihat adanya unjuk rasa penolakan Undang-Undang Cipta kerja yang pada dasarnya dilatarbelakangi oleh disinformasi mengenai subtansi dari Undang-Undang ini dan hoaks di media sosial.
Saya ambil contoh, ada informasi yang menyebut tentang penghapusan UMP (Upah Minimum Provinsi, UMK (Upah Minimum Kota/ Kabupaten), UMSP (Upah Minimum Sektoral Provinsi). Hal ini tidak benar, karena faktanya Upah Minimum Regional (UMR) tetap ada.
Ada juga yang menyebut Upah Minimum dihitung per jam. Ini juga tidak benar. Tidak ada perubahan dengan sistem yang sekarang. Upah bisa dihitung berdasarkan waktu dan berdasarkan hasil.
Kemudian adanya kabar yang menyebutkan semua cuti, cuti sakit, cuti kawinan, cuti khitanan, cuti baptis, cuti kematian, cuti melahirkan, dihapuskan dan tidak ada kompensasinya. Saya tegaskan juga ini tidak benar, hak cuti, tetap ada dan dijamin.
Kemudian apakah perusahaan bisa mem-PHK kapan pun secara sepihak, ini juga tidak benar. Yang benar perusahaan tidak bisa mem-PHK secara sepihak.
Kemudian juga pertanyaan mengenai benarkah jaminan sosial dan kesejahteraan lainnya hilang, yang benar jaminan sosial tetap ada.
Yang sering diberitakan tidak benar adalah mengenai dihapusnya AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). Itu juga tidak benar. AMDAL tetap ada bagi industri besar harus studi AMDAL yang ketat. Tapi bagi UMKM lebih ditekankan pada pendampingan dan pengawasan.
Ada juga berita mengenai Undang-Undang Cipta Kerja ini mendorong komersialisasi pendidikan. Ini juga tidak benar karena yang diatur hanya pendidikan formal di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Sedangkan pendidikan tidak diatur dalam undang-undang ini, apalagi perizinan untuk pendidikan di pondok pesantren, itu sama sekali tidak diatur di dalam Undang-Undang Cipta Kerja ini dan aturannya yang selama ini ada tetap berlaku.
Kemudian diberitakan, bahwa keberadaan Bank Tanah. Bank Tanah ini diperlukan untuk menjamin kepentingan umum, kepentingan sosial, kepentingan pembangunan nasional, pemerataan ekonomi, dan konsolidasi lahan serta reforma agraria.
Ini sangat penting untuk menjamin akses masyarakat terhadap kepemilikan tanah, kepemilikan lahan, dan kita selama ini tidak memiliki Bank Tanah.
Saya tegaskan lagi bahwa Undang-Undang Cipta Kerja ini tidak melakukan resentralisasi kewenangan dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat, tidak ada.
Perizinan berusaha dan pengawasan tetap dilakukan oleh pemerintah daerah sesuai dengan NSPK (Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria) yang ditetapkan pemerintah pusat.
Ini agar tercipta standar pelayanan yang baik di seluruh daerah dan penetapan NSPK ini dapat nanti akan diatur dalam PP atau Peraturan Pemerintah.
Selain itu, kewenangan perizinian atau non perizinan berusaha tetap ada di Pemda sehingga tidak ada perubahan bahkan kita melakukan penyederhanaan, melakukan standarisasi jenis, dan prosedur berusaha di daerah.
Dan perizinan berusaha di daerah diberikan batas waktu, ini yang penting di sini, jadi ada service level of agreements, permohonan perizinan dianggap disetujui bila batas waktu telah terlewati.
Saya perlu tegaskan juga Undang-Undang Cipta Kerja ini memerlukan banyak sekali peraturan pemerintah (PP) dan peraturan presiden (Perpres). Jadi setelah ini akan muncul PP dan Perpres yang akan kita selesaikan paling lambat 3 bulan setelah diundangkan.
Kita pemerintah membuka dan mengundang masukan-masukan dari masyarakat dan masih terbuka usulan-usulan dan masukan-masukan dari daerah-daerah.
Pemerintah berkeyakinan melalui Undang-Undang Cipta Kerja ini jutaan pekerja dapat memperbaiki kehidupannya dan juga penghidupannya bagi keluarga mereka.
Dan kalau masih ada ketidakpuasan terhadap Undang-Undang Cipta Kerja ini silahkan mengajukan uji materi atau Judical Review ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Sistem ketatanegaan kita memang mengatakan seperti itu. Jadi kalau masih ada yang tidak puas dan menolak silahkan diajukan uji materi ke MK.
Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini.
Terima kasih
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh