KPK Periksa Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman Sebagai Tersangka Suap DAK
KPK periksa Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman, tersangka dugaan suap pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK) Kota Tasikmalaya Tahun 2018.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman, Jumat (23/10/2020).
Budi adalah tersangka kasus dugaan suap terkait dengan pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK) Kota Tasikmalaya Tahun Anggaran 2018.
Ia ditetapkan sebagai tersangka dalam pengembangan kasus suap terkait pengurusan DAK ini sejak 26 April 2019.
Namun hingga kini KPK belum menahan Budi.
"Yang bersangkutan diperiksa sebagai tersangka," kata Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat.
Budi terbukti menyuap mantan pejabat Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Yaya Purnomo sebesar Rp 400 juta.
"Tersangka diduga memberi uang total sebesar Rp400 juta terkait dengan pengurusan DAK untuk Kota Tasikmalaya tahun anggaran 2018 kepada Yaya Purnomo dan kawan-kawan," kata Febri Diansyah, juru bicara KPK saat itu, di Gedung Merah KPK, Jakarta, Jumat (25/4/2019).
Untuk konstruksi perkaranya, ia menjelaskan, Budi bertemu dengan Yaya medio 2017.
Dalam pertemuan itu, Yaya menawarkan bantuan pengurusan DAK.
"BBD (Budi Budiman) bersedia memberikan fee jika Yaya membantunya mendapatkan alokasi DAK," ujar Febri.
Tepatnya Mei 2017, Budi mengajukan usulan DAK Tasikmalaya tahun 2018 di sejumlah bidang mulai dari jalan, irigasi dan rumah sakit.
Pada 21 Juli 2017, Budi kembali bertemu dengan Yaya di Kemenkeu.
"Dalam pertemuan tersebut, BBD diduga memberi Rp 200 juta kepada Yaya," ujar Febri.
Pada Oktober 2017, Kota Tasikmalaya diputuskan mendapat DAK Rp124,38 miliar.
Budi pun kembali memberikan uang Rp200 juta ke Yaya pada 3 April 2018.
"Pemberian itu diduga masih terkait dengan pengurusan DAK kota Tasikmalaya," kata Febri.
Budi merupakan tersangka ke-7 dalam pusaran kasus dugaan suap terkait pengurusan DAK ini.
Yaya Purnomo telah divonis 6,5 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 1 bulan dan 15 hari kurungan karena terbukti menerima suap dan gratifikasi dalam pengurusan DAK dan Dana Insentif Daerah (DID) di sembilan kabupaten.
Adapun tersangka Budi disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.