Pemerintah Alokasikan Dana Rp 2,6 Triliun untuk Pesantren
Sri Mulyani menjelaskan, mayoritas alokasi anggaran dari pemerintah untuk pesantren itu paling banyak untuk biaya operasional sehari-hari.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan pemerintah telah mengatur alokasi dana sebagai bentuk dukungan bagi pesantren dan pendidikan keagamaan di tengah pandemi Covid-19.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, dukungan pemerintah ke pesantren tersebut melalui program 'Pemulihan Ekonomi Pesantren'.
"Pemerintah memberikan alokasi hingga Rp 2,6 triliun di dalam rangka menyiapkan pesantren untuk bisa beradaptasi terhadap kebiasaan baru akibat adanya pandemi covid-19 atau new normal," ujarnya dalam video conference, Kamis (22/10/2020).
Baca juga: Perayaan Hari Santri, Maruf Sebut Pesantren Harus Lahirkan Gus Iwan
Sri Mulyani menjelaskan, mayoritas alokasi anggaran dari pemerintah untuk pesantren itu paling banyak untuk biaya operasional sehari-hari.
"Bantuan tersebut adalah untuk membantu operasional pendidikan dari lembaga pesantren dan Madrasah Diniyah, Takmiliyah, dan Lembaga Pendidikan Alquran sebesar Rp 2,38 triliun," katanya.
Eks direktur pelaksana Bank Dunia itu menambahkan, sisanya yakni alokasi yang digunakan sebagai dukungan infrastruktur pendidikan saat pandemi covid-19.
"Selain itu, juga bantuan pembelajaran daring bagi pesantren selama 3 bulan sebesar Rp 211,7 miliar," ujarnya.
Bendahara negara menjelaskan besaran anggaran pemerintah untuk pesantren tersebut berbeda-beda sesuai dengan ukurannya.
Baca juga: Sri Mulyani Alokasikan Rp 2,6 Triliun Untuk Pulihkan Ekonomi Pesantren
"Setiap pesantren tergantung dari ukurannya mendapatkan bantuan dari pemerintah. Dari pesantren kecil yang jumlahnya 14.900 dapat anggaran di angka Rp 25 juta," ujarnya.
Sementara itu, alokasi untuk pesantren skala menengah hingga besar mendapat bantuan lebih banyak lagi dari pemerintah hingga Rp 50 juta.
"Untuk yang berukuran sedang sekira 4.000 pesantren diberikan bantuan oleh pemerintah sebesar Rp 40 juta. Kemudian, untuk pesantren besar dengan jumlah 2.200 dapat anggaran Rp 50 juta," kata Sri Mulyani.
Dia menambahkan, juga ada bantuan operasional pendidikan Diniyah untuk 62.000 pesantren dengan pemberian dana masing-masing sebesar Rp 10 juta.
"Lalu, bantuan operasional Lembaga Pendidikan Agama di sebanyak 112.000 pesantren diberikan bantuan masing-masing Rp 10 juta," ujarnya.
Berdasarkan data dari Kementerian Agama saat ini ada 28.194 pesantren di tanah air dengan jumlah santri 18 juta orang yang tersebar di seluruh Indonesia.
Sri Mulyani mengatakan, jumlah santri yang sangat besar ini memegang peranan sangat penting strategis dan unik di dalam pembangunan negara.
"Masyarakat semangat resolusi jihad yang digaungkan santri 75 tahun yang lalu. Kiranya pada hari ini dapat menjadi semangat yang membara dalam rangka berkontribusi membangun Indonesia, meningkatkan kualitas sumber daya manusia, dan menciptakan negara Indonesia yang adil dan makmur," ujarnya.
Sri Mulyani mengatakan, bangsa Indonesia dan dunia saat ini sedang diuji dengan pandemi Covid-19 yang tidak hanya berdampak pada sisi kesehatan, juga pada aspek sosial, ekonomi, dan keuangan.
Pemerintah, lanjut dia, terus melakukan upaya untuk menangani Covid-19 tidak hanya dari aspek kesehatan, juga kondisi sosial dan ekonomi.
"Pemerintah mengalokasikan berbagai anggaran. Tujuannya dalam rangka menolong masyarakat dan dunia usaha untuk bisa bertahan dan kembali pulih," kata Sri Mulyani.
Menkeu menambahkan, pemerintah menjadikan Hari Santri Nasional yang jatuh pada hari ini sebagai momentum untuk memperkuat daya saing ekonomi dan keuangan syariah.
"Bapak Presiden Republik Indonesia telah menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional dengan merujuk pada peristiwa bersejarah. Ditetapkan seruan resolusi jihad oleh pahlawan nasional Kyai Haji Hasyim Asyari pada tanggal 22 Oktober 1945," pungkasnya.
Pemerintah menetapkan setiap 22 Oktober sebagai hari santri. Tahun ini, pemerintah menetapkan tema “Santri Sehat Indonesia Kuat”.
Tema tersebut terkait dengan wabah covid-19 yang masih belum menunjukkan tanda-tanda menurun. “Tema ini adalah komitmen kita bersama dalam mendorong kemandirian dan kekhasan pesantren. Saya yakin jika santri dan keluarga pesantren sehat, dan bisa melewati pandemi Covid-19 ini dengan baik, Insya Allah negara kita juga sehat dan kuat,” ujar Menteri Agama Fachrul Razi.
Menurutnya, pesantren tempat santri menimba ilmu merupakan entitas yang rentan terpapar Covid-19. Keseharian dan pola komunikasi para santri terbiasa tidak berjarak, antara satu dengan lainnya. “Pola komunikasi yang islami, unik dan khas, namun sekaligus rentan penularan virus,” ujarnya.
Namun Fachrul Razi juga menegaskan, beberapa pesantren juga berhasil mencegah, mengendalikan, dan menangani dampak covid-19 dengan baik di tengah keterbatasan fasilitas.
“Modal utamanya adalah tradisi kedisiplinan yang selama ini diajarkan kepada para santri, keteladanan, dan sikap kehati-hatian kiai dan pimpinan pesantren. Karena mereka tetap mengutamakan keselamatan santri dibanding lainnya,” ujar Menag
Ketua Umum DPP LDII Chriswanto Santoso mengatakan Hari Santri menjadi momentum untuk meningkatkan pemberdayaan santri agar semangat santri sebagai pejuang bangsa terus menggema.
“Dalam perjalanan sejarah bangsa, di samping peran nyata dalam pergerakan dan perjuangan meraih kemerdekaan, pesantren berperan penting dalam melahirkan insan yang beriman dan berkarakter untuk mengisi pembangunan nasional dalam kerangka NKRI,” kata Chriswanto.
Bila pada tahun 1945, peran santri yang besar dalam perjuangan terutama dalam Perang Surabaya, kini santri menghadapi tantangan berat. Chriswanto mengungkapkan pesantren masih dipandang dipandang sebagai kelompok pendidikan yang masih terpinggirkan.
“Alumni pesantren dianggap tidak mampu bersaing dalam dunia pendidikan, dunia kerja maupun birokratisasi pemerintahan,” ujar Chriswanto.
Dalam dunia pendidikan misalnya, alumni pesantren tidak lantas dapat meneruskan jenjang pendidikan pada sekolah umum maupun perguruan tinggi selain perguruan tinggi keagamaan.
Dalam dunia kerja, alumni pesantren dianggap tidak memiliki kecakapan keterampilan, selain di bidang agama, padahal tidak demikian.
Menurut Chriswanto, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 Tentang Pesantren membawa angin segar bagi masyarakat pesantren.
Undang-Undang yang disahkan Presiden Joko Widodo itu semakin meneguhkan eksistensi lembaga pendidikan tertua di Indonesia tersebut.
“Afirmasi dan rekognisi pesantren sebagai satuan pendidikan semakin nyata dengan dituangkannya fungsi dakwah dan fungsi pemberdayaan masyarakat dalam UU Pesantren,” ujarnya.
LDII sendiri menggabungkan pendidikan formal dengan pesantren.
Dengan demikian, santri selain memperoleh pengetahuan agama juga memiliki pengetahuan umum yang setara dengan sekolah atau pendidikan tinggi lainnya
Chriswanto mengatakan santri memiliki paket lengkap dalam hal kognitif dan afektif.
Sementara dari sisi kecerdasan emosional dan kecerdasan dalam menyelesaikan masalah, mereka andal karena terbiasa mandiri. Mereka memiliki kesabaran dan analisis karena terbiasa menelaah kitab.
“Secara keseluruhan santri memiliki daya hafal yang tinggi, dengan demikian mereka adalah generasi yang cerdas,” ujar Chriswanto.
Dengan demikian, menurut Chriswanto, memberdayakan dan mendidik santri dengan ilmu agama dan ilmu pengetahuan serta teknologi, merupakan modal besar membangun Indonesia yang karakteristiknya profesional religius.(Tribun Network/ras/van/wly)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.