Uji Materi UU Cipta Kerja ke MK Merupakan Bentuk Penghormatan Terhadap Negara Hukum
Pakar Hukum Tata Negara Univ Parahyangan Asep nilai uji materi UU Cipta Kerja ke MK adalah jalur konstitusi, unjuk rasa bentuk demokrasi parsipatoris.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Parahyangan Asep Warlan Yusuf menilai uji materi Undang-Undang Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan jalur konstitusi untuk mengajukan keberatan terhadap sebuah Undang-Undang.
Sementara unjuk rasa merupakan bentuk demokrasi parsipatoris dalam menyuarakan pendapat.
Untuk diketahui Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyiapkan dua gugatan dalam uji materi Undang-Undang Cipta Kerja.
Pertama yakni gugatan materil klaster Ketenagakerjaan, dan kedua gugatan formil.
Baca juga: Buruh Siap Demo Besar-besaran pada 1 November 2020 Jika Jokowi Teken UU Cipta Kerja
"Ke MK sebagai saluran formal konstitusional dan demonstrasi sebagai jalur untuk menekan secara politik kepada pemerintah untuk mendengarkan aspirasi dan membuka jalur dialog dengan para pengunjuk rasa," katanya, Minggu, (25/10/2020).
Menurutnya dalam negara demokrasi terbuka ruang silang pendapat terhadap sebuah persoalan termasuk aturan yang dibentuk.
Sejumlah saluran tersedia untuk menyuarakan pendapat atau mengajukan keberatan.
Namun ia tidak sependapat dengan istilah pembangkangan sipil yang diembuskan sejumlah pihak sebagai cara untuk menolak RUU Ciptaker.
"Pembangkangan sipil itu artinya ada kewajiban (warga negara) yang tidak ditaati dan tidak dijalankan. Tapi kita tetap harus manfaatkan jalur itu sebagai penghormatan kita terhadap hukum dan demokrasi," katanya.
Baca juga: Feri Amsari: UU Cipta Kerja Disahkan dan Diundangkan dengan Cara Berantakan
Baca juga: Tripartit Nasional Diberi Waktu 3 Bulan untuk Bahas RPP UU Cipta Kerja
Asep menilai pro dan kontra Undang-Undang Cipta Kerja di masyarakat karena kurangnya ruang dialog yang dilakukan oleh pemerintah.
Sehingga bilapun benar ada tujuan baik dari Undang-Undang tersebut, maka tidak tersampaikan ke masyarakat.
"Dialog tidak melulu untuk mengejar titik temu, tapi paling tidak dialog itu bisa meminimalkan kesalahpahaman antarpihak," katanya.
Baca juga: Pidato di HUT Golkar, Airlangga: UU Cipta Kerja Sebuah Terobosan Historis dan Tanpa Paksaan
Sebelumnya, wacana pembangkangan sipil dihembuskan Dosen hukum tata negara Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar dalam konferensi pers Fakultas Hukum UGM merespons UU Cipta Kerja, Selasa 6 Oktober lalu.
Menurutnya perlu ada tekanan publik untuk memprotes Undang-undang Cipta Kerja karena berdampak pada banyak sektor kehidupan.
"Saya menawarkan teriakkan penolakan bersama UU ini. Pembangkangan sipil atau apa lah itu, perlu dipikirkan. Protes adalah bagian dari partisipasi sipil," katanya.