Hakim Tolak Eksepsi Brigjen Prasetijo Utomo, JPU Diminta Lanjutkan Perkara Surat Jalan Palsu
Barang bukti berupa surat palsu yang didakwakan kepada Brigjen Prasetijo juga disebutnya tak kunjung ditemukan.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur turut menolak nota keberatan atau eksepsi Terdakwa pembuatan surat jalan palsu Brigjen Pol Prasetijo Utomo, Selasa (27/10/2020).
Sebelumnya hakim PN Jakarta Timur juga menolak eksepsi Terdakwa Djoko Tjandra.
Setelah memutuskan menolak eksepsi Terdakwa, majelis hakim memerintahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) melanjutkan lagi perkara tersebut ke tahap berikutnya.
"Mengadili, menyatakan keberatan penasihat hukum tidak diterima. Memerintahkan penuntut umum melanjutkan pemeriksaan perkara ini. Menangguhkan biaya perkara hingga putusan akhir," kata Hakim Ketua Muhammad Sirad membacakan putusan sela di PN Jakarta Timur, Selasa.
Baca juga: Eksepsinya Ditolak Hakim, Kubu Djoko Tjandra Daftarkan 30 Saksi
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai dakwaan JPU sudah menjelaskan rinci dan tegas tentang fakta perbuatan materil, serta bagaimana terdakwa membuat surat jalan palsu untuk Terdakwa Djoko Tjandra. Eksepsi Prasetijo juga dinilai tak beralasan hukum.
"Dakwaan penuntut umum telah merumuskan secara rinci dan tegas tentang fakta perbuatan materil dan bagaimana terdakwa melakukan perbuatannya. Menimbang bahwa eksepsi terdakwa tidak beralasan untuk hukum," ucapnya.
Adapun dalam eksepsinya, Brigjen Prasetijo keberatan didakwa membuat dokumen palsu untuk Djoko Tjandra. Mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri itu juga membantah telah memerintahkan bawahannya Dodi Jaya untuk membuatkan surat jalan palsu tersebut.
Barang bukti berupa surat palsu yang didakwakan kepada Brigjen Prasetijo juga disebutnya tak kunjung ditemukan bahkan sampai berkas perkara dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
Brigjen Prasetijo disangkakan Pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1e KUHP, Pasal 426 KUHP, dan/atau Pasal 221 ayat 1 dan 2 KUHP. Ia diancam hukuman maksimal enam (6) tahun penjara.