Lawatan Menlu AS Harus Jadi Peluang Bagi Indonesia Tegaskan Diplomasi Bebas Aktif
Hubungan baik Indonesia dengan negara sahabat seperti Amerika Serikat, China, dan negara lainnya tidak dapat diseret untuk kepentingan pihak tertentu
Penulis: Adi Suhendi
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo direncanakan akan berkunjung ke Indonesia, Kamis (29/10/2020) untuk bertemu sejumlah pejabat dan lembaga.
Anggota Komisi I DPR RI bidang luar negeri dari Fraksi Nasdem, Willy Aditya menyambut baik kunjungan persahabatan yang dilakukan Menlu Amerika tersebut.
Menurutnya, pertemuan dengan Menlu Amerika Serikat dapat menjadi kesempatan bagi Indonesia menyampaikan pesan diplomasi.
“Ini kunjungan biasa. Kita juga selama ini punya Lembaga Persahabatan Indonesia–Amerika. Akan tetapi kunjungan ini dapat kita manfaatkan menyampaikan pesan diplomasi seperti Palestina, ketegangan di Laut China Selatan, dan lain–lain,” kata Willy Aditya dalam keterangan yang diterima Tribunnews.com, Rabu (28/10/2020).
Dia menegaskan, sebagai negara berdaulat, Indonesia memiliki kebijakan luar negeri Bebas dan Aktif yang tidak dapat dipengaruhi negara tertentu.
Karena itu, menurut dia, hubungan baik Indonesia dengan negara sahabat seperti Amerika Serikat, China, dan negara lainnya tidak dapat diseret untuk kepentingan pihak tertentu.
“Kita punya misi politik luar negeri dan diplomasi tersendiri yang harus kita perjuangkan," katanya.
Menurut dia, misi tersebut harus disampaikan Pemerintah Indonesia kepada Menlu Pompeo.
"Tentang kemerdekaan Bangsa Palestina, meredakan ketegangan di Laut China Selatan, dan terutama kerjasama dunia menangani pandemi dan dampak sosial ekonomi harus menjadi prioritas. Itu harus dibawa pulang Menlu Pompeo ke Amerika Serikat setelah kunjungan di Indonesia,” kata Will.
Baca juga: PT Nissen Chemitec Indonesia Dapat Pinjaman 531.000 Dolar AS dari Bank Jepang
Wakil Ketua Fraksi Nasdem tersebut menegaskan, persaingan perebutan pengaruh di Laut China Selatan antara China dan Amerika Serikat yang membawa sekutunya sangat mengkhawatirkan.
Ini tidak sesuai semangat membangun perdamaian dunia termasuk dengan upaya membangun kecurigaan yang dilakukan para pihak berseteru yang terus dibangun ke negara lain seperti Indonesia.
“Situasi di Laut China Selatan harus diakhiri dengan perdamaian dan hubungan lebih produktif memajukan kerjasama ekonomi. Ketika kita berhubungan dengan salah satu pihak lalu kita dicurigai pihak lainnya ini sudah tidak menghargai kedaulatan negara kita,” kata Willy.
Pemerintah Indonesia, lanjut Willy Aditya, tentu tidak mau menari di tabuhan genderang negara lain.
Indonesia punya kepentingan yang sudah disampaikan Presiden Joko Widodo dalam sidang PBB beberpa waktu lalu.
Perdamaian dunia, hubungan global yang produktif, dan penghargaan terhadap kedaulatan negara lain harus disampaikan kepada Menlu Pompeo.
Willy pun mengingatkan perlunya soft approach dijadikan prioritas Politik Luar Negeri Indonesia.
Upaya membendung atau mengepung negara lain adalah langkah yang sudah usan dan masa depan hubungan dunia harus berdasar pada kerjasama yang setara dan damai.
Sesuai semangat Dasa Sila Bandung tahun 1955 dalam Konferensi Asia-Afrika, dunia yang lebih setara dan kerjasama antar negara berkembang akan mendorong perdamaian, kerjasama ekonomi dan budaya yang saling menghargai.