Selain Ditembak Pendete Yeremia Diduga Juga Ditusuk Sangkur
Pendiri Kantor Hukum dan HAM Lokataru Foundation, Haris Azhar membeberkan rentetan peristiwa yang menyebabkan hilangnya nyawa Pendeta Yeremia.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Theresia Felisiani
Menurut Haris, dua orang berdiri sekitar 24 meter dari Jalan Induk Kabupaten Intan Jaya, sedangkan dua anggota lainnya, salah satunya Alpius, langsung menuju bangunan kandang babi.
"Ada proses dialog sebelum dieksekusi, yaitu diminta angkat tangan. Lalu dijawab sambil angkat tangan oleh Pendeta, 'Saya adalah hamba Tuhan,'" kata Haris.
Namun, yang kemudian terjadi adalah kedua anggota TNI itu tetap menembak.
Berdasarkan data yang ia miliki, Pendeta Yeremia terluka di tangan sebelah kiri.
Lukanya itu ia sebut tidak hanya bekas peluru, tapi juga ada semacam luka lainnya.
Haris menyebut berdasarkan hasil investigasi Pendeta Yeremia diduga ditusuk dengan
pisau militer, sangkur di bagian belakang atas tubuhnya, bagian leher belakang.
Ketika sore hari, karena Pendeta Yeremia belum pulang ke rumah dan melihat dari
rumahnya pintu kandang babi belum tertutup, Meriam pada akhirnya memberanikan diri
untuk datang mengecek kondisi Pendeta Yeremia.
Ketika masuk ke dalam, Meriam mendapati kondisi suaminya sudah terjatuh di lantai kayu dengan keadaan kondisi berlumuran darah.
Namun pendeta Yeremia saat itu masih bisa berkomunikasi.
Ia menjawab pertanyaan Mama soal kejadian yang menimpanya.
"Pendeta Yeremia masih berkomunikasi dan dalam komunikasi itu kesaksian dari Pak Pendeta kepada Mama Meriam, 'Ini akibat dari orang yang kita kasih makan.' Artinya si Alpius," jelas Haris.
Melihat kondisi tersebut, Mama pergi ke rumah Yulita Zanambani dan Yohana Bagobau
warga yang tinggal tidak jauh dari lokasi penembakan.
Mama meminta kepada mereka untuk pergi ke kandang babi guna melihat dan menolong Pendeta Yeremia.
Mama kemudian pergi ke rumah Yusak Janambani, seorang warga Hitadipa, yang
rumahnya berjarak cukup jauh dari kandang babi.
Tujuan Mama ke sana ialah untuk meminta tolong.
Sesampainya di sana, Mama melihat banyak warga sedang di rumah Yusak, berdiam
diri, karena rasa takut.
Mama sampaikan bahwa Pendeta ditembak tentara kepada
Yusak dan lainnya.
Salah seorang bertanya kepada Mama soal kondisi Pendeta
Yeremia.
Mama menyebut kalau Pendeta Yeremia masih hidup, namun ia tidak
diperbolehkan untuk keluar rumah Yusak.
Haris menerangkan bahwa Pendeta Yeremia ditembak dengan senjata api standar
militer.
Penembakan dilakukan kurang lebih satu meter dan mengenai bagian tubuhnya
dengan satu peluru ke tangan kiri bagian atas.
Pada bagian kulit terlihat irisan lurus vertikal berkisar 7-10 sentimeter.
"Tidak sekedar luka kulit akibat peluru, kondisi tangan hampir terputus, tidak didapati bekas puluru," sebutnya.
"Atau tidak ada saksi yang awal menjemput korban atau saat menemani korban pasca peristiwa, mendapati peluru senapan, luka juga didapati pada bagian belakang atas tubuh korban, diduga luka akibat senjata tajam. Mengakibatkan luka yang mengeluarkan darah sangat banyak," imbuh dia.
Sebelumnya Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kasus Intan Jaya mengakui adanya
dugaan keterlibatan oknum aparat dalam kasus tewasnya Pendeta Yeremia Zanambani
pada 19 September 2020 lalu.
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD selaku penanggung jawab tim tersebut mengungkapkan dugaan tersebut didasarkan pada informasi dan fakta yang ditemui tim di lapangan.
Mahfud mengatakan informasi dan fakta yang mengarah ke dugaan tersebut telah
termuat di dalam laporan TGPG Intan Jaya yang telah diterimanya.
Informasi dan fakta tersebut di antaranya nama terduga pelaku, jumlah terduga pelaku, serta informasi detil lainnya.
"Mengenai terbunuhnya Pendeta Yeremia Zanambani pada tanggal 19
September 2020, informasi dan fakta-fakta yang didapatkan tim di lapangan
menunjukkan dugaan keterlibatan oknum aparat," kata Mahfud saat konferensi pers di
Kantor Kemenko Polhukam Jakarta Pusat pada Rabu (21/10).
Namun demikian pihaknya tetap membuka kemungkinan adanya dugaan
keterlibatan pihak ketiga dalam kasus tersebut.
Mahfud mengungkapkan dugaan adanya pihak ketiga tersebut didasarkan kemungkinan pembunuhan dilakukan oleh Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata (KKSB) sehingga KKSB bisa menuding aparat yang melakukan hal tersebut.
"Meskipun ada juga kemungkinan dilakukan oleh pihak ketiga," kata Mahfud.
Sementara pihak TNI menyatakan tak akan menutupi perilaku oknum aparat yang jelas-
jelas melanggar hukum.
Proses hukum terhadap terduga oknum aparat disebut mudah diikuti oleh semua pihak karena organisasinya jelas, berbeda dengan jika pelakunya adalah KKSB.
"TNI tidak akan menutupi perilaku oknum aparat yang jelas-jelas melanggar hukum,
aturan dan perintah-perintah dinas, karena ini merupakan komitmen pimpinan TNI untuk
menjadikan TNI sebagai institusi yang taat hukum," ujar Kepala Penerangan Komando
Gabungan Wilayah Pertahanan III, Kolonel Czi IGN Suriastawa, saat dikonfirmasi, Rabu
(21/10).
Suriastawa mengatakan, proses hukum terhadap terduga oknum aparat mudah diikuti
oleh semua pihak karena organisasi TNI ataupun Polri sangat jelas.
Identitas personel, kesatuannya, dan komandonya jelas.
Bahkan, bila dilaksanakan persidangan terhadap terduga oknum aparat juga jelas mekanismenya.
Dia justru menanyakan, bagaimana jika pelakunya adalah KKSB karena tidak jelas
pelakunya, organisasinya, dan lain-lain.
Apalagi, kata dia, sesaat setelah penembakan terhadap Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Intan Jaya KKSB mengaku bertanggung jawab sekaligus menolak keberadaan TGPF berikut hasilnya.
"Kita semua harus mendukung proses pro justicia yang akan dilakukan oleh pemerintah, demi keamanan di Papua," ungkap Suriastawa.
Suriastawa juga menyatakan, seluruh pihak wajib menghormati hasil temuan TGPF
Intan Jaya yang telah bekerja dengan maksimal.
Sementara terkait dugaan keterlibatan oknum aparat, Suriastawa menyatakan, TNI sangat menjunjung tinggi proses hukum sebagai tindak lanjut dari proses ini.(tribun network/git/dod)