Irjen Napoleon Cs Hadapi Sidang Dakwaan Penghapusan Red Notice Djoko Tjandra Besok
Perkara dugaan suap pengurusan red notice merupakan bagian dari rentetan skandal Djoko Tjandra yang menggegerkan beberapa waktu lalu.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akan menggelar sidang perdana perkara dugaan suap penghapusan nama terpidana perkara pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali, Djoko Tjandra dari daftar red notice Polri pada Senin (2/11/2020) besok.
Dalam sidang perdana tersebut, keempat terdakwa, yakni mantan Kadiv Hubinter Polri Irjen Napoleon Bonaparte, mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo, Djoko Tjandra, dan pengusaha Tommy Sumardi akan mendengar surat dakwaan yang disusun Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Sidang Napoleon cs akan dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Muhammad Damis yang juga Ketua Pengadilan Jakarta Pusat.
"Persidangan pertama terdakwa Joko Soegiaro Tjandra cs, yang dipimpin langsung oleh Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Bapak Muhammad Damis, dilaksanakan hari Senin, Tanggal 2 November 2020," kata Kabag Humas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Bambang Nurcahyono saat dikonfirmasi, Minggu (1/11/2020).
Baca juga: Dulu Tempat Pengasingan Napoleon, Pulau Elba di Italia Kini Jadi Destinasi Populer di Dunia
Selain perkara red notice, PN Jakpus juga telah menetapkan sidang perdana perkara dugaan suap pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) dengan terdakwa Andi Irfan Jaya.
Sidang perdana terdakwa Andi Irfan yang diduga sebagai perantara suap Jaksa Pinangki akan digelar pada Rabu (4/11/2020) dengan dipimpin Ketua Majelis Hakim IG Eko Purwanto.
"Persidangan Pertama terdakwa Andi Irfan, dengan Ketua Majelis Hakim Bapak IG Eko Purwanto menjadi hari Rabu, Tanggal 4 November 2020," kata Bambang.
Perkara dugaan suap pengurusan red notice merupakan bagian dari rentetan skandal Djoko Tjandra yang menggegerkan beberapa waktu lalu.
Saat itu, Djoko Tjandra yang merupakan terpidana perkara korupsi pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali masuk ke Indonesia tanpa terdeteksi.
Padahal, Djoko Tjandra telah menjadi buronan Kejaksaan Agung sejak 2009 atau 11 tahun silam.
Di Indonesia, Djoko Tjandra sempat membuat e-KTP dan paspor, bahkan sempat mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) ke PN Jakpus.
Irjen Napoleon yang saat itu menjabat Kadiv Hubinter Polri bersama Brigjen Prasetijo Utomo selaku Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri diduga menerima suap dari Djoko Tjandra dan Tommy Sumardi untuk menghapus nama Djoko Tjandra dari daftar red notice Polri.
Saat pelimpahan ke tahap dua atau tahap penuntutan di Kantor Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Napoleon sempat menyatakan kesiapannya menjalani persidangan.
Bahkan, Napoleon sempat menyinggung akan buka-bukaan mengenai kasus yang menjeratnya.
Sementara Andi Irfan Jaya diduga merupakan perantara suap dari Djoko Tjandra kepada Pinangki Sirna Malasari selaku Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung.
Suap sebesar 500 ribu dolar AS dari 1 juta dolar AS yang dijanjikan oleh Djoko Tjandra itu diberikan kepada Pinangki melalui Andi Irfan Jaya terkait pengurusan fatwa ke MA melalui Kejaksaan Agung agar pidana penjara yang dijatuhkan pada Djoko Tjandra berdasarkan putusan PK Nomor 12 Tanggal 11 Juni 2009 tidak bisa dieksekusi sehingga Djoko Tjandra bisa kembali ke Indonesia tanpa harus menjalani hukuman pidana.
Tak hanya itu, Andi Irfan Jaya juga diduga bersama-sama Pinangki dan Djoko Tjandra melakukan pemufakatan jahat untuk memberi hadiah atau janji sebesar 10 juta dolar AS kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung.