Sidang Kasus Pinangki, Hakim Tegur Saksi yang Dihadirkan JPU
Danang Sukmawan dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam perkara dugaan korupsi yang melibatkan Jaksa Pinangki Sirna Malasari.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menegur keras saksi dari pihak imigrasi, Danang Sukmawan yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam perkara dugaan korupsi yang melibatkan Jaksa Pinangki Sirna Malasari.
Teguran ini disampaikan lantaran data yang disampaikan Danang yang juga Kasi Pengelolaan Data dan Pelaporan Perlintasan pada Subdit Pengelolaan Data dan Pelaopran Direktorat Sistem dan Teknologi Informasi Keimigrasian Ditjen Kemenkum HAM dalam persidangan tidak valid.
“Saudara saksi diwajibkan kembali hadir dalam sidang pada Rabu (4/11/2020) jam 10.00 pagi untuk memberikan penjelasan soal data perlintasan menurut bukti sesuai passport,” pinta Ketua Majelis Hakim, Ignatius Eko Purwanto disela-sela sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (2/11/2020).
Kemarahan Majelis hakim berawal saat saksi Danang tidak bisa menjelaskan perihal Standard Operation Procedur (SOP) keimigrasian.
Terutama terkait pencantuman foto dalam data identitas atau dalam passport seseorang yang melewati perbatasan.
Baca juga: Sebelum Sidang Dakwaan Mulai, Djoko Tjandra Diingatkan Jangan Suap Hakim
Sebab berdasarkan data, tidak semua photo passport berhasil di scan di data perlintasan keimigrasian.
Tak berhenti disitu, Majelis Hakim juga kembali memarahi saksi menjawab pertanyaan hakim dengan jawaban human error.
“Apa impilikasinya kalau ada orang masuk ke Indonesia tetapi tidak ada data soal itu? Saya tegur saudara. Kok jadi becandaan. Terus terang, saya tersinggung dengan keterangan saudara yang tidak menggambarkan otoritas yang menjaga kedaulatan negara,” cecar Majelis Hakim.
Sementara itu, Kuasa Hukum Pinangki Sirna Malasari, Aldres Napitupulu menegaskan teguran keras Majelis Hakam kepada saksi dari pihak imigrasi sangat logis.
Pasalnya, alat bukti yang dihadirkan JPU, terutama terkait data perlintasan imigrasi, baik itu Pinangki Sirna Malasari dan yang lainnya ternyata tidak valid.
Karena itu, penasihat hukum menanyakan ke pihak saksi imigrasi untuk mencocokan data.
“Data perlintasan kok bisa sebanyak 23 kali. Ada 12 kali berangkat dan 11 kali pulang. Kok nggak pulang satu. Ini kan aneh dan nggak masuk akal,” terangnya.
Aldres juga sulit menerima alasan pihak imigrasi yang sering mengatakan terjadi human error.
Untuk itu, kuasa hukum Pinangki meminta melalui majelis hakim agar memerintahkan JPU untuk membuka data ke pihak imigrasi, termasuk data perlintasan atas nama Heriyadi Angga Kusuma.
Menurutnya, upaya membuka data perlintasan Heriyadi Angga Kusuma sangat penting. Karena menurut JPU, Heriyadi Angga Kusuma ini yang memberikan uang ke Andi Irfan Jaya yang selanjutnya diberikan kepada Pinangki.
“Itu kan menurut dakwaan JPU. Sementara, Heriyadi Angga Kusuma ini tidak pernah diperiksa dan sudah meninggal,” imbuhnya.
Aldres mengaku mendapat informasi bahwa Heriyadi Angga Kusuma di tanggal yang disebutkan JPU dalam surat dakwaannya, sedang berada di luar negeri untuk keperluan berobat.
Karena itu, demi mencari kebenaran materil maka JPU harus membuka data Heriyadi Angga Kusuma ini agar persoalan ini menjadi terang benderang.
“Agar bersama-sama mencari kebenaran materil maka mari kita buka data. Benar nggak sih, Heriyadi Angga Kusuma ditanggal yang disebutkan dalam surat dakwaan JPU memberikan uang,” imbuhnya.
“Kalau ternyata pada tanggal yang disebutkan, dia sedang berada diluar negeri maka JPU harus mengakui bahwa telah terjadi kekeliruan. Jadi memang, surat dakwaan ini memang, kurang bukti, tidak jelas, tidak cermat dan tidak lengkap,” terangnya.
Lebih lanjut, Aldres juga mempertanyakan isi surat dakwaan yang menyebutkan Heriyadi Angga Kusuma memberikan uang kepada Andi Irfan Jaya di Senayan City.
Padahal, Heriyadi tidak pernah diperiksa dan sudah meninggal.
“Andi Irfan Jaya tidak pernah ditanyakan hal itu. Dan juga tidak jelas, Andi Irfan Jaya memberi uang ke Ibu Pinangki. Dimana dan kapan pemberian uang itu, juga tidak jelas,” tuturnya.
Majelis Hakim jelas Aldres sebenarnya juga meminta data perlintasan ke JPU.
Namun, menurut dia, JPU justru ngeles dengan alasan tidak punya kewajiban untuk memenuhui permintaan kuasa hukum.
Padahal, kalau sama-sama punya etikad baik mencari kebenaran materil, apa salahnya menghadirkan bukti data perlintasan Heriyadi Angga Kusuma ini ke muka persidangan.
“Bukankah kalau pada tanggal yang disebutkan, Heriyadi Angga Kusuma ini ternyata di Indonesia, kan bisa membantu JPU juga,” ulasnya.
Aldres juga menyayangkan sikap JPU yang takut menghadirkan data perlintasan Heriyadi Angga Kusuma.
Padahal, jaksa punya kewenangan lebih dari kami penasehat hukum
“Ini yang kami sayangkan. Kok jaksa nggak mau sih? Jaksa kan punya kewenangan lebih dari kami,” imbuhnya.
Lebih jauh, Aldres juga mengungkap sejumlah beberapa data imigrasi terkait perlintasan, terutama menyangkut Pinangki yang tidak tertuang dalam BAP.
Alasannya, tidak terekam dalam server imigrasi.
“Ini sangat sangat aneh, apalagi kalau semuanya karena alasan human errornya system di imigrasi,” pungkasnya.