Dampak UU Cipta Kerja Salah Ketik, Para Pejabat yang Bertanggungjawab Telah Dijatuhi Sanksi Disiplin
Para pejabat yang bertanggung jawab dalam proses penyiapan draf RUU sebelum diajukan kepada Presiden itu telah dijatuhi sanksi disiplin.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Dewi Agustina
![Dampak UU Cipta Kerja Salah Ketik, Para Pejabat yang Bertanggungjawab Telah Dijatuhi Sanksi Disiplin](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/buruh-kembali-demo-desak-batalkan-uu-cipta-kerja_20201102_173551.jpg)
Menurut Palguna, kelalaian saat Presiden Jokowi menandatangani aturan sapu jagat tersebut bertentangan dengan prinsip keseksamaan dan kehati-hatian dalam praktik pembentukan hukum.
"Tak perlu menjadi hakim konstitusi untuk menilai dan mengatakan bahwa kelalaian semacam itu adalah keteledoran yang tidak dapat diterima secara politik maupun secara akademik," kata Palguna, Rabu (4/11/2020).
Menurut Palguna, kondisi ketidakhati-hatian tersebut sangat sulit diterima bagi negara yang menganut konsep 'Civil Law' atau hukum sipil seperti Indonesia, sehingga sangat bergantung pada penalaran hukum dalam suatu undang-undang.
Baca juga: Pratikno Diminta Akui Kurang Teliti Susun Draf UU Cipta Kerja Sebelum Ditandatangani Presiden
Oleh sebab itu, kata dia, masih dimungkinkan apabila Mahkamah Konstitusi membatalkan aturan tersebut apabila memang dalam prosesnya bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945.
Meskipun, menurutnya selama ini belum pernah ada contoh kasus seperti tersebut.
"Meskipun, selama ini belum pernah ada presedennya. Namun, saya yakin MK akan sangat berhati-hati dalam soal ini," ucap dia.
Sementara Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan, Mahkamah Konstitusi dapat membatalkan Undang-undang Cipta Kerja secara keseluruhan jika prosedur pembentukan Omnibus Law itu bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Dalam hal ini, ia mengingatkan kepada pemerintah dan DPR harus hati-hati serta argumentatif mempertahankan prosedur dalam proses pembentukan UU Ciptaker yang menggunakan cara omnibus itu.
"Saya katakan harus hati-hati dan benar-benar argumentatif karena jika prosedur pembentukan bertentangan dengan ketentuan dalam UU Nomor 12 Tahun 2011, maka MK bisa membatalkan UU Ciptaker ini secara keseluruhan tanpa mempersoalkan lagi apakah materi yang diatur oleh undang-undang ini bertentangan atau tidak dengan norma-norma UUD 1945," kata Yusril, Rabu (4/11/2020).
Yusril menjelaskan, dalam proses pembentukan undang-undang menggunakan metode omnibus, sangat mungkin akan mengubah undang-undang yang ada, di samping memberikan pengaturan baru terhadap sesuatu masalah.
Jika menggunakan landasan pemikiran yang kaku, kata dia, maka dengan mudah dapat dikatakan prosedur perubahan terhadap undang melalui pembentukan omnibus law adalah tidak sejalan dengan UU Nomor 12 Tahun 2011.
![Ribuan Massa buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan 32 federasi buruh menggelar demonstrasi di sekitar Patung Arjuna Wijaya, Jakarta, Senin (2/11/2020). Demonstrasi yang dilakukan serentak di 24 provinsi itu untuk mendesak pemerintah membatalkan UU Cipta Kerja serta kenaikan upah minimum tahun 2021. TRIBUNNEWS/HERUDIN](https://cdn-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/buruh-kembali-demo-desak-batalkan-uu-cipta-kerja_20201102_173141.jpg)
"Tentu akan ada pandangan yang sebaliknya. Kita ingin menyimak seperti apa argumentasi pemerintah dan DPR di MK nanti dalam menjawab persoalan prosedur ini," ucap dia.
Selain uji formil terkait prosedur pembentukan UU Ciptaker yang menerapkan pola Omnibus, Yusril juga menyoroti soal uji materiil.
Dia mengatakan mengingat cakupan masalah dalam UU Ciptaker yang begitu luas, maka setiap pemohon akan fokus terhadap pasal-pasal yang menyangkut kepentingan mereka.
"Kita tentu ingin menyimak apa argumen para Pemohon dan apa pula argumen yang disampaikan Pemerintah dan DPR dalam menanggapi permohonan uji formil dan materil tersebut," ucap dia.(tribun network/fik/mam/dod)