Jalani Sidang Eksepsi, Irjen Napoleon: Saya Dizalimi
Napoleon menyatakan dia siap membuktian bahwa tuduhan terhadap dirinya didasari oleh rencana untuk menzalimi dia selaku pejabat negara.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Theresia Felisiani
Tribunnews/Irwan Rismawan
Terdakwa kasus suap penghapusan red notice Djoko Tjandra, Irjen Pol Napoleon Bonaparte menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (2/11/2020). Napoleon Bonaparte didakwa menerima suap sebesar SGD 200 ribu dari terpidana korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra dalam kasus suap penghapusan red notice. Tribunnews/Irwan Rismawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Eks Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Inspektur Jenderal Pol Napoleon Bonaparte merasa dizalimi pernyataan pejabat negara terkait tuduhan penghapusan red notice terpidana kasus korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra.
Hal itu diutarakannya dalam sidang lanjutan dengan agenda pembacaan nota keberatan atau eksepsi yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Jakarta pada PN Jakarta Pusat, Senin (9/11/2020).
Kezaliman, ucap Napoleon, dilakukan oleh pemberitaan melalui media massa.
Ia merasa ada pernyataan yang salah oleh pejabat negara yang menuduhnya telah menghapus red notice untuk Djoko Tjandra.
"Kesempatan hari ini sudah lama saya tunggu-tunggu yang mulia. Dari bulan Juli sampai hari ini, saya merasa didzolimi melalui pers. Oleh pemberitaan, statmen pejabat negara yang salah tentang tuduhan menghapus red notice. Karena, sebagai Kadiv Hubinter Polri, kami yang paling tahu mekanisme kerja interpol," ucap Napoleon di ruang sidang.
Kata Napoleon, dirinya dan juga tim hukum tidak mungkin menyampaikan jawaban atas tuduhan itu.
Karena, baginya, hal itu hanyalah pembelaan diri semata.
Dengan demikian, dia menunggu kesempatan pembacaan eksepsi yang berlangsung pada hari ini.
Napoleon menyatakan dia siap membuktian bahwa tuduhan terhadap dirinya didasari oleh rencana untuk menzalimi dia selaku pejabat negara.
"Tuduhan penerimaan uang, saya siap untuk membuktikan bahwa semua itu adalah didasari rencana untuk menzolomi kami sebagai pejabat negara," tuturnya.
Baca juga: Terungkap, Pernyataan Irjen Napoleon Minta Uang untuk Petinggi Kita Ternyata Berasal dari BAP TS
Merespons hal tersebut, Hakim Ketua Muhammad Damis mengingatkan agar Napoleon untuk tidak melayani pihak-pihak manapun yang hendak memuluskan perkaranya.
Ia juga mengingatkan untuk tidak melayani jika ada pihak yang berjanji bisa membebaskan Napoleon.
"Saya ingatkan pada saudara untuk tidak melayani siapapun yang akan memuluskan perkara saudara. Mohon itu tidak terjadi apalagi kalau ada yang menjanjikan saudara akan memebaskan saudara dan sebagainya," ucap Damis.
Napoleon pun menjawab:
"Tidak yang mulia".
"Saya mohon dengan hormat pada saudara, siapapun orangnya, saudara tidak usah melayani," lanjut Damis.
"Dari awal kami tidak melayani itu Pak Hakim dan kami sangat percaya dengan majelis peradilan ini Pak Hakim," jawab Napoleon.
Baca juga: Polri Klarifikasi Soal Uang untuk Petinggi Kita dalam Sidang Irjen Napoleon: Itu Tidak Ada di BAP
Damis kemudian mengatakan, jika Napoleon dinyatakan terbukti dalam perkara ini, maka dia akan dipidana.
Jika tidak, maka dia akan dibebaskan.
"Kalau terbukti, saudara akan dinyatakan terbukti dan dipidana. Kalau perkara ini dilanjutkan perkara ini. Kalau tidak terbukti anda akan dibebeaskan," kata Damis.
"Allahuakbar," singkat Napoleon.
Eksepsi
Kepada majelis hakim, kuasa hukum Napoleon menyebutkan jika perkara yang menjerat kliennya adalah rekayasa palsu.
Pasalnya, Napoleon disebut menerima uang senilai 200 ribu dolar Singapura dan 270 ribu dolar AS.
"Penerimaan uang sejumlah 200 ribu dolar Singapura dan 270 ribu dolar AS untuk pengurusan penghapusan red notice adalah merupakan rekayasa perkara palsu," kata kuasa hukum Napoleon, Santrawan T Pangarang saat membacakan eksepsi.
Santrawan mengatakan, tidak ada penjelasan secara merinci dari JPU terkait kegiatan pemberian uang terhadap Napoleon, yang saat itu menjabat sebagai Kadiv Hubinter Polri.
Dengan demikian, mereka menegaskam jika keberadaan tanda terima atau kuitansi tanda terima uang tidak untuk menghapus red notice Djoko Tjandra tidak ada hubungannya dengan Napoleon.
"Keberadaan kwitansi tanda terima uang baik secara langsung maupun tidak langsung sama sekali tidak ada hubungannya dengan diri terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte," sambungnya.
Tak hanya itu, Santrawan juga menyinggung soal keterangan sejumlah saksi dalam proses penyidikan perkara tersebut.
Santrawan turut mengutip Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Djoko Tjandra tanggal 6 Agustus 2020, yang menurut dia tidak ditemukan fakta uang tersebut diberikan kepada Napoleon.
"Bahwa tidak ada keterangan kesaksian yang termuat di dalam keseluruhan BAP dari saksi Joko Soegiarto Tjandra yang menerangkan keterlibatan langsung maupun tidak langsung dari ia Terdakwa terhadap penyerahan dan penerimaan uang sebagaimana kuitansi tanggal 27,28,29 April 2020, serta 4 Mei, 12 dan 22 Mei 2020," beber Santrawan.
Dengan demikian, kubu Napoleon meminta agar majelis hakim mengabulkan seluruh eksepsi yang telah diajukan.
Bahkan, mereka juga meminta agar majelis hakim menyatakan dakwaan JPU batal demi hukum.
"Memerintahkan Jaksa Penuntut Umum untuk segera melepaskan Terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte dari dalam Tahanan," kata Santrawan.