Minta Pilkada Ditunda, Eks Pimpinan KPK Gugat Mendagri, Komisi II DPR, dan KPU ke PTUN
Dalam permohonan nomor 203/G/TF/2020/PTUN.JKT itu, selain Mendagri Tito, ada pula Komisi II DPR dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang turut digugat.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Eks Pimpinan Komisi Pemberantasan (KPK) Busyro Muqqodas menggugat Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Dalam permohonan dengan nomor 203/G/TF/2020/PTUN.JKT itu, selain Mendagri Tito, ada pula Komisi II DPR dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang turut digugat.
Tak hanya Busyro, duduk sebagai penggugat yaitu Ati Nurbaiti, Elisa Sutanudjaja, Dr Irma Hidayan, S.FIL, dan Atnike Nova Sigiro.
Busyro dkk meminta agar Pilkada Serentak 2020 yang bakalan digelar pada 9 Desember mendatang ditunda dengan alasan pandemi Covid-19.
"Iya (menggugat), dan saya sertakan argumen secara umum yang melatari gugatan itu," kata Busyro kepada Tribunnews.com, Senin (9/11/2020).
Busyro kemudian memberikan lima poin yang mendasari gugatannya ke PTUN.
Pertama, Busyro dkk ingin menggugah dan mengedukasi masyarakat untuk menyehatkan demokrasi penegakan hukum.
"Setelah mayoritas elemen masyarakat sipil sudah mendesak pemerintah untuk menunda Pilkada 2020 tetapi kandas karena sikap abai pemerintah," katanya.
Kedua, gugatan bertujuan untuk mengingatkan elite politik dengan cara keadaban, yakni menjunjung tinggi martabat NKRI yang berasas The Rule of Law.
"Sekali lagi sebagai pendidikan keadaban bagi pemerintah dan lembaga negara terkait lainnya," ujar Busyro.
Baca juga: Ketua DPR Minta Semua Tahapan Pilkada 2020 Terapkan Protokol Kesehatan Cegah Covid-19
Ketiga, gugatan sebagai bentuk dan perwujudan konkrit bahwa para penggugat menegaskan sikap keberpihakannya terhadap rakyat yang terancam kesehatan dan keselamatan jiwanya.
"Dengan dipaksakannya pelaksanaan pilkada dalam sikon rawan nasional dampak dominannya pandemik Covid-19," sebut Busyro.
Keempat, gugatan juga bertujuan sebagai upaya penghormatan hakiki terhadap harkat martabat Hakim TUN, khususnya ketika negara semakin bersikap otoriter dan merugikan hak-hak dasar rakyat yang seharusnya dilindungi secara hukum dan politik.
"Kami tentu mendambakan perlindungan hukum ini melalui badan peradilan yang berwatak independen, profesional, transparan, dan akuntabel," ujarnya.
Baca juga: KPU Terus Matangkan Prokes, Berikut 12 Perlengkapan di TPS saat Pemungutan Suara
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.