Pentingnya Menjaga Akses Gizi Anak Indonesia dari Pengaruh Pandemi dan Isu Politik Global
Seluruh kondisi yang dihadapi anak Indonesia saat ini bisa menghambat upaya pengentasan stunting di Indonesia
Editor: Eko Sutriyanto
“Menyelamatkan anak bangsa usia 1-18 tahun yang jumlahnya 80 juta sekarang ini, jauh lebih utama dan penting.
Masalah kesehatan jangan dicampur dan dikaitkan dengan isu politik dan ras, agar gangguan gizi bisa terselesaikan dengan baik dan cepat,” ujar Lenny.
Makanan dan minuman yang bergizi merupakan salah satu kunci utama dalam pencegahan dan penanganan malnutrisi.
“Jumlah kasus stunting dan gizi buruk pda balita sudah tinggi di Indonesia dan saat ini sedang dalam proses penanganan.
Namun semenjak pandemi, upaya tersebut hampir tidak ada.
Imunisasi hanya terjadi 37,2%. Posyandu hanya 19,2% yang beroperasi.
Dikhawatirkan, dengan kurangnya pemantauan tumbuh kembang anak dan pemberian nutrisi, penurunan angka stunting bisa terganggu,” ujar Dr. dr. Rachmat Sentika, Sp.A., MARS, dokter anak yang juga mantan Deputi Kemenko PMK.
Baca juga: Jaga Asupan Mikronutrien Demi Penuhi Gizi Selama Pandemi, Sumbernya Buah-buahan
Tokoh pemerhati anak Seto Mulyadi memiliki pandangan yang sama.
“Sekarang anak banyak di rumah, sehingga peluang berinteraksi dengan informasi melalui gadget semakin deras.
Seringkali informasi yang kurang baik beredar demi keuntungan pribadi.
Mereka bisa mengangkat masalah gizi dikaitkan dengan hal yang tidak relevan, apalagi jika membawa isu sensitif. Jadi, orang tua harus waspada dan sebaiknya mengedepankan yang terbaik bagi anak.”
Bank Dunia memperkirakan biaya yang harus ditanggung akibat masalah gizi pada anak ini bisa sebesar 2-3 persen dari Produk Domestik Bruto suatu negara.
Biaya ini tidak melulu biaya untuk pengobatan rumah sakit, namun lebih dari itu adalah anak-anak bisa kehilangan potensi untuk berkembang.
Oleh karena itu penting bagi semua pihak untuk tetap memenuhi akses makanan bergizi.