Politisi PAN Minta Kajian Mendalam Jika Ingin Terapkan E- voting di Pemilu Nasional
Dari sisi kesiapan teknologi, Guspardi berpandangan, Indonesia cukup mampu untuk menerapkan e-voting untuk Pemilu nasional.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus mendorong penetapan e-voting sebagai metode pemungutan suara dalam sistem Pemilu di Indonesia.
Tapi tentu, ini tidak mungkin jika terapkan dalam Pilkada 2020 dimana tahapannya saat ini sudah berjalan. Mungkin bisa diterapkan untuk pemilu berikutnya.
Sejauh ini, kata Guspardi, e-voting memang sudah ada dalam Undang-Undang No.10/2016 tentang Pilkada mengakomodirnya melalui pasal 85 ayat 1 hurup b, yang menjelaskan pemberian suara untuk pemilihan (Pilkada) juga dapat dilakukan dengan cara memberi suara melalui peralatan pemilihan suara secara elektronik.
Pelaksanaan e-voting sudah digunakan di Indonesia dalam pemilihan kepala desa (Pilkades) di beberapa daerah, seperti di desa Gladagsari dan 69 desa lainya di Boyolali, Jawa Tengah dan 14 desa di Sidoarjo, Jawa Timur.
Baca juga: Soal Penyelenggaraan Pilkada di Tengah Pandemi Covid-19, KPK Rekomendasikan E-Voting
Namun, penerapan e-voting secara nasional tidak bisa serta merta di terapkan di seluruh daerah di Indonesia.
Disamping masalah tekhnologi, pelaksanaan e-voting, harus mempertimbangkan kesiapan pemerintah daerah dari segi infrastruktur dan kesiapan masyarakat berdasarkan prinsip efisiensi dan mudah.
Baca juga: Mardani Ali Sera: Penerapan ‘E-Voting’ dalam Pemilu Perlu Dikaji Mendalam
"Secara bertahap mungkin bisa dilaksanakan dan tergantung kesiapan daerah masing-masing," kata Guspardi saat di hubungi awak media, Rabu ( 11/11/2020)
Politisi PAN ini juga menjelaskan bahwa beberapa negara memang telah menerapkan e-voting seperti Estonia, Canada, India dan Philipina.
Tetapi ada juga negara yang malah meninggalkan sistem e-voting dan berbalik lagi memakai sistem konvensional yaitu negara Jerman dan Belanda.Untuk itu, penerapan e-voting dalam skala nasional di Indonesia perlu kajian yang komprehensif dan seksama.
Sebelum penerapan e-voting seharusnya pemerintah dan penyelenggara pemilu dapat memastikan infrastruktur, tekhnologi dan SDM benar- benar sudah siap, agar tujuan peningkatan kwalitas pemilu yang demokratis, dan juga efisen dapat tercapai.
"Menjamin akuntabilitas dan transparansi pemilu serta dapat meminimalisir dan meredam berbagai potensi kericuhan dan praktek - praktek kecurangan," papar legislator dapil Sumbar itu.
Dari sisi kesiapan teknologi, Guspardi berpandangan, Indonesia cukup mampu untuk menerapkan e-voting.
Terbuka juga peluang untuk bekerjasama dengan BPPT , PT. Inti dalam menyiapkan perangkat software dan hardwarenya dengan melibatkan Ditjen Dukcapil Kemendagri atau setidaknya mengadopsi teknologi mereka, pungkas anggota Baleg DPR RI tersebut.
Untuk diketahui, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Ditjen Dukcapil Kemendagri) telah memiliki teknologi pindai (scan) wajah (face recognition/FR) yang bisa mengidentifikasi seseorang.
Hasil scan tersebut berupa data nama, NIK, dan alamat tinggal yang bersangkutan.
Sistem ini wujud pemutakhiran basis data Dukcapil mengenai identitas setiap warga negara Republik Indonesia (WNI) dimana satu orang WNI hanya bisa mempunyai satu identitas kependudukan berdasarkan NIK/Nomor Induk Kependudukan.
Dalam istilah populer disebut sebagai Single Identity Number.